Kamis, 03 Maret 2011

NU bercerminlah

NU Bercerminlah


Berikut sebuah potret di kalangan ulama NU menghadapi paham Wahhabi
Siang itu, Katib PCNU Jak-Sel disambangi oleh seorang muridnya yang baru saja kembali dari Tanah Suci. Sang murid datang dengan membawa sebuah buku dan kaset yang ia peroleh dari pemerintah Saudi. “Ustadz, saya datang kemari untuk bertanya prihal isi buku dan kaset ini, apakah sejalan dengan ajaran dan faham kita?” sang murid bertanya.
Beliau sempat tertegun sejenak lalu menjawab, “Kitab dan kaset ini memang tidak sejalan dengan faham dan ajaran kita, Ahlussunnah wal jama’ah ‘ala thoriqati Nahdatil ‘Ulama, dan perlu mendapatkan penjelasan agar tidak salah dalam menerapkannya”.
Sumber: http://www.pcnujaksel.com/index.php?option=com_content&view=article&id=53%3Ajamaah-haji-umrah-dan-proses-wahabisasi

Kalangan ulama NU memprihatinkan keadaan warga NU yang menunaikan ibadah haji,  menurut perkiraan mereka sendiri hampir 70% masih awam beragama atau belum memahami dan mendalami agama dengan baik.  Keprihatinan ini kita bisa kita ketahui dari pernyaataan mereka berikut,
“Seandainya dari 207.000 jama’ah haji Indonesia, 40% nya adalah warga Nahdiyyin, maka ada sekitar 82.800 warga Nahdiyyin yang melaksanakan Haji.
Andaikan dari jumlah tersebut terdapat 70 % jama’ah yang tergolong awam (belum memahami dan mendalami agama), maka terdapat 57.960 jama’ah Nahdiyyin yang rawan atau berpotensi terpengaruh ajaran dan faham Wahabi per musim haji. Angka tersebut belum termasuk dari jama’ah Umroh yang ribuan juga jumlahnya.”
Sumber: http://www.pcnujaksel.com/index.php?option=com_content&view=article&id=53%3Ajamaah-haji-umrah-dan-proses-wahabisasi


Keprihatinan tersebut harus diatasi dengan langkah-langkah yang terarah dan terukur, agar agama dapat  dipahami dengan baik oleh mayoritas warga NU.  Kita bisa termasuk munafik jika mengaku ahlussunnah namun dalam kehidupan sehari-hari tidak menjalankan sunnah Rasulullah.

Ada beberapa langkah yang dilakukan kalangan Nahdiyin  dalam menghadapi paham Wahhabi antara lain

Pembentukan kepengurusan Kelompok Anak Ranting (KAR) yang berbasis di masjid dan musholla. Tugas utama kelompok ini adalah sebagai media diskusi seputar agama bagi warga NU.
http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=8535

Menjawab buku "Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat dan Dzikir Syirik" karangan H Mahrus Ali
http://www.nu.or.id/page.php/tfiles/File/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=11867

Penerbitan buku “Buku Pintar Berdebat Dengan Wahhabi” Penulis: Muhammad Idrus Ramli , buku penjelasan kaum Nahdliyyin terkait kritik yang selama ini disematkan kaum salafi/wahhabi terhadap mereka.
http://www.nu.or.id/page.php/tfiles/templates/en/images/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=26868

Namun tampaknya langkah-langkah tersebut hanya diketahui dan dipahami oleh sebagin kecil saja dari warga NU, menurut pendapat kami belum menjangkau 70% yang masih awam beragama .

Perlu langkah cepat dan meluas agar 70% warga NU yang masih awam beragama itu benar-benar dapat menerapkan sunnah Rasulullah dalam kehidupan sehari-harinya berdasarkan pemahaman agama yang baik.

Indikator keberhasilan bukan dilihat dari kehadiran mereka dalam acara tahlilan, yasinan, muludan, istighotsah atau berbagai acara selamatan namun perlu indikator lain seperti berapa banyak kehadiran jama’ah yang mengikuti sholat wajib 5 waktu di setiap masjid dan musholla.

Mereka yang berpemahaman Wahhabi dengan baik menyiarkan dan menegakkan sunnah Rasulullah. Bahkan salah seorang Banser NU Jember telah mengaku bersalah / bertobat ketika menjadi warga NU. Silahkan lihat video-video berikut

http://www.youtube.com/watch?v=SwFi9Js7FMI
http://www.youtube.com/watch?v=fj-h3p71wfg
http://www.youtube.com/watch?v=YvVXybxCsg4
http://www.youtube.com/watch?v=1iI6CATMeVg
http://www.youtube.com/watch?v=1zPURbwCw9I
http://www.youtube.com/watch?v=ZiJGZEYtJQE
http://www.youtube.com/watch?v=1iI6CATMeVg
http://www.youtube.com/watch?v=SsobgzyPeLk

Dalam salah satu video tersebut mereka mengaku setelah keluar pesantren tidak mempunyai rasa keimanan. Pernyataan ini tentu tidak bisa digeneralisir untuk mengukur sistem pendidikan dikalangan NU, namun setidak-tidaknya menjadi bahan untuk bercermin.

Dari pengakuan mereka menjadikan kita bertanya sebenarnya apa yang dimaksud dengan ajaran ahlussunnah wal jama’ah ‘ala thoriqati Nahdatil ‘Ulama ataukah mereka yang mengaku dalam video tersebut saja yang tidak benar menerapkan ajaran aswaja ‘ala thoriqati Nahdatil ‘Ulama

Mereka bertobat menjadi warga NU dan mengikuti paham Wahhabi yang memang  baik dalam upaya menegakkan Sunnah Rasulullah namun mempunyai beberapa perbedaan dalam pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadits..

Kaum Wahhabi, dalam hal mengenal Allah ta’ala salah satunya berpegang pada hadits Jariyah tentang “di mana Allah” dan “Allah di langit” . Maha suci Allah dari “di mana” dan “bagaimana”.

Hadits itu bertentangan dengan dalil-dalil yang lebih kuat secara naqli dan `aqli. Hadits itu adalah hadits mudltharib, yang disebabkan oleh banyaknya versi dari hadits ini, baik secara redaksional maupun secara sanad hadits. Oleh karena itu sebagian ulama mengatakan hadits ini adalah sahih tapi syadz dan tidak bisa dijadikan landasan menyangkut masalah akidah.

Begitu juga dalam video tersebut kita dapat diketahui  bahwa kaum Wahhabi memaknai ayat-ayat mutasyabihah secara dzahir contohnya dalam video tersebut mereka menyatakan bahwa Allah ta’ala mempunyai tangan namun tidak serupa dengan makhlukNya.

Padahal memaknai dzahir ayat-ayat mutasyabihat merupakan pangkal kekufuran sebagaimana pendapat Al Imam Ahmad ar-Rifa’i (W. 578 H) dalam al Burhan al Muayyad berkata: “Jagalah aqidah kamu sekalian dari berpegang kepada zhahir ayat al Qur’an dan hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam yang mutasyabihat sebab hal ini merupakan salah satu pangkal kekufuran”.

Selain perbedaan dalam pengenalan Allah ta’ala, kaum Wahhabi berbeda dalam memahami tentang bid’ah , pembagian tauhid menjadi tauhid Rububiyah dan Uluhiyah,   dan perbedaan pemahaman lainnya yang beberapa telah kami uraikan dalam blog http://mutiarazuhud.wordpress.com

Diluar perbedaan tersebut , kaum Wahhabi terkenal gigih untuk  i’ttiba  (mengikuti) Rasulullah berdasarkan pemahaman mereka terhadap Al-Qur’an dan Hadits. Itupun mereka i’ttiba dengan memandang Rasulullah adalah manusia biasa dengan perbedaan utama Rasulullah menyampaikan wahyu. Mereka menolak mengagungkan , memuliakan  dan mencintai Rasulullah dengan cara umat muslim pada umumnya. Bagi mereka mencintai  Rasulullah cukup dengan mengikuti (i”ttiba) atau mentaati sunnah Rasulullah.

Muslim yang mengikuti (i’ttiba) Rasulullah belum tentu ia mencintai Rasulullah akan tetapi yang mencintai Rasulullah pasti ia akan berusaha untuk mencari tahu kabar tentang kekasihnya dan akan selalu berusaha untuk mengikutinya.

Kaum NU terkenal mencintai Rasulullah, terbukti dengan adanya muludan, barzanji dan berbagai macam sholawat seperti sholawat nariyah, sholawat baddar dll.  Namun tampaknya kecintaan itu belum diikuti sepenuhnya menegakkan sunnah Rasulullah terbukti dengan perkiraan ulama mereka sendiri bahwa 70% kaum NU yang menjalankan ibadah haji masih termasuk orang awam dalam beragama.

Sudah saatnya ulama  NU bercermin dan lebih memperhatikan kualitas kaumnya dibandingkan membanggakan kuantitasnya. Kualitas kaum merupakan bagian dari tanggung jawab ulama.

Perbedaan pemahaman juga merupakan kehendak Allah Azza wa Jalla namun setiap muslim adalah bersaudara.

Kita harus berlomba dalam kebaikan agar kelak dapat berkumpul dengan Rasulullah, para Nabi,  para Shiddiqin,  Para Syuhada dan Orang-orang sholeh.

Wassalam

Zon di Jonggol , Kab Bogor 16830

Senin, 28 Februari 2011

Tuhan di langit

Cobalah lihat beberapa situs mereka yang mengaku-aku berpemahaman sebagaimana pemahaman Salafush Sholeh
http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/3351-di-manakah-allah-8.html
atau
http://www.firanda.com/index.php/artikel/31-bantahan/76-mengungkap-tipu-muslihat-abu-salafy-cs

Mereka adalah yang memahami Al-Qur'an dan Hadits dengan metodologi yang kami katakan memahami dengan konsep/metodologi "terjemahkan saja". Silahkan baca tulisan kami pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/02/terjemahkan-saja/

Dalih mereka menggunakan metodologi "terjemahkan saja" adalah
dengan bahasa Arab yang jelas”. (QS Asy Syu’ara’ [26]: 195).

Itu pulalah inti yang disampaikan oleh syaikh Al-Albani bahwa  semua orang haram hukumnya merujuk kepada ilmu fiqih dan pendapat para ulama. Setiap orang wajib langsung merujuk kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Dan untuk memahaminya, tidak dibutuhkan ilmu dan metodologi apa pun. Keberadaan mazhab-mazhab itu dianggap oleh Al-Albani sebagai bid’ah yang harus dihancurkan, karena semata-mata buatan manusia. Selengkapnya silahkan baca tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/18/paham-anti-mazhab/

Mereka menyeru agar kita wajib langsung merujuk kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah yang dapat dipahami tanpa metodologi apapun alias metodologi "terjemahkan saja".  Untuk itu setiap muslim wajib mengetahui bahasa Arab karena bagi mereka  dengan kemampuan bahasa Arab sudah cukup untuk memahami Al-Qur'an dan Hadits. Hindari taqlid atau mengikuti imam atau orang-orang sholeh dan bagi mereka,  setiap muslim wajib berupaya sendiri untuk memahami Al-Qur'an dan Hadits.

Oleh karenanya mereka berkeyakinan bahwa Allah Azza wa Jalla bertempat di langit dan Allah ta'ala mempunyai tangan, mata, kaki , dll namun tidak serupa dengan makhluk. "Al-Qur'an yang mengatakan seperti itu" kata mereka dan "kita harus berserah diri".

Tuhan di langit ?

Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan "langit" ?

Begitu juga dalam peristiwa mi'raj baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dikatakan melewati "langit dunia".  Apakah yang dimaksud dengan langit dunia ?

Sebagian saudara-saudara kita kaum mengaku-aku berpemahaman sebagaimana pemahaman Salafush Sholeh, mereka  berkeyakinan Tuhan bertempat di atas langit atau di atas arasy karena mereka  memahami "langit" atau "langit dunia" sebagaimana langit bumi.

Sehingga kalau kita katakan Tuhan tidak di langit, langit sebagaimana yang mereka pahami  maka mereka bertanya apakah Tuhan di bumi ?

Kalau kita katakan Tuhan tidak pula di bumi dan Tuhan tidak bertempat  kemudian mereka bertanya apakah Tuhan ada dimana-mana ?

Kalau kita katakan Tuhan tidak ada di mana-mana dan Tuhan tidak berarah maka mereka bertanya lalu Tuhan ada di mana ?

Jawaban kami,  maha suci Allah Azza wa Jalla dari di mana dan bagaimana.

Allah Azza wa Jalla  ada atau wujud , tidak memerlukan tempat maupun arah.
Allah Azza wa Jalla  ada atau wujud , tidak memerlukan pembuktian.
Dia ada sebelum tempat, arah dan semua bukti itu ada.

"langit" adalah termasuk sesuatu yang ghaib yang tidak dapat diindera oleh panca indera kita seperti alat pembantu untuk melihat (mata), alat pembantu untuk mengecap (lidah), alat pembantu untuk membau (hidung), alat pembantu untuk mendengar (telinga), ataupun alat pembantu untuk merasakan (kulit/indera peraba).

Allah Azza wa Jalla mempunyai nama Az Zahir dan Al Batin.

Begitupula petunjukNya yakni Al-Qur'an, Rasulullah mengatakan bahwa al-Qur'an mempunyai sisi/dimensi/makna lahir dan sisi/dimensi/makna batin.

Jika makna zahir sama dengan makna batin maka disebut muhkamat, jika makna zahir berbeda dengan makna batin atau tidak sama sekali bisa dimakna maka disebut mutasyabihat.

Ayat-ayat muhkamat disebut juga umm al-kitab artinya pokok-pokok isi Al-Qur’an, karena ayat muhkamat tersebut yang menjadi acuan dan rujukan dalam memahamii ayat-ayat mutasyabihat.

Ayat mutasyabihat terbagi menjadi dua.
Pertama, ayat mutasyabihat yang pengertiannya hanya Allah ta’ala yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan hal-hal ghaib misalnya ayat-ayat mengenai hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain atau seperti “Alif laam miim“. Dan kedua, ayat mutasyabihat yang dapat diketahui oleh orang-orang yang mendalam ilmunya (al-rasikhun fi al’ilm). Mereka memahami berdasarkan karunia dari Allah Azza wa Jalla berupa al-hikmah atau pemahaman yang dalam. Mereka adalah yang termasuk “ulil albab”. Siapa yang dimaksud dengan “ulil albab” silahkan baca tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/04/12/2010/05/07/ulil-albab/

Jika kita memaknai zahir ayat-ayat mutasyabihat maka itulah salah satu pangkal kekufuran.

Imam Ahmad ar-Rifa’i (W. 578 H/1182 M) dalam kitabnya al-Burhan al-Muayyad menyatakan:
“Sunu ‘Aqaidakum Minat Tamassuki Bi Dzahiri Ma Tasyabaha Minal Kitabi Was Sunnati Lianna Dzalika Min Ushulil Kufri”
“Jagalah aqidahmu dari berpegang dengan dzahir ayat mutasyabihat dan hadits mutasyabihat, karena hal itu salah satu pangkal kekufuran”.

Allah di langit , Allah di atas arasy adalah sesuatu yang dapat diyakini dengan makna batin atau sesuatu yang diyakini namun tidak dapat diindera oleh panca indera kita.

Sesuatu yang tidak dapat diindera oleh panca indera kita maka pada hakikatnya tidak pula dapat didalami dengan akal karena akal bergantung dengan "masukan" dari panca indera.  Maka mereka mengatakan itu tidak ilmiah atau mistik atau ghaib bahkan sebagian mengatakan tahayul atau khurafat.

Kami sangat mengkhawatirkan sebagian keimanan saudara-saudara kami berlandaskan keilmiahan atau ke-masuk akal-an. Mereka kerap bertanya "mana bukti", "mana dalil", "mana contoh". Sehingga kalau mereka mendapatkan "bukti" yang baru dan bertolak belakang dengan apa yang mereka yakini selama ini maka keimanan merekapun goyah. Mereka tanpa disadari terpengaruhi akibat ghazwul fikri dari kaum berpaham materialisme yang berlandaskan ilmiah, bukti dan materi sehingga mereka menolak dimensi/sisi immateri atau ghaib atau batin.

Inilah yang kami khawatirkan ketika Syaikh Ibnu Baz berfatwa bahwa “seseorang yang berkeyakinan Rasulullah mengetahui hal ghaib maka ini adalah keyakinan kufur yang pelakunya dianggap sebagai orang kafir karena melakukan kekufuran yang besar”. Fatwa tersebut termuat salah satunya pada http://fatwaulama-online.blogspot.com/2008/03/hukum-orang-yang-meyakini-bahwa.html .

Fatwa tersebut secara tidak di sadari akan mengakibatkan umat Islam menolak sisi/dimensi immateri atau ghaib atau batin sebagaimana yang diketahui oleh Rasulullah.

Bagi pemahaman kami untuk mengenal Allah Azza wa Jalla (ma'rifatullah) kita tidak dapat lagi "memandangnya"  dari sisi materi/lahiriah/akal dan nafsu namun harus memandangnya pula dari sisi immateri/ghaib/batin atau memandangnya dengan hati atau hakikat keimanan.

Sebagaimana yang diriwayatkan berikut
Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab, “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati dengan hakikat keimanan …”

Kita memandang dari sisi/dimensi hakikat yang semua itu bisa kita dapatkan dalam tasawuf. Tasawuflah yang menguraikan tentang syariat, tarekat, hakikat dan ma'rifat yang tidak bisa ditemukan dalam ilmu fiqih, ushuluddin atau yang lainnya.

Dengan tasawuflah kita akan mencapai muslim tingkatan terbaik atau muslim yang ihsan (muhsin/muhsinin) atau muslim yang dapat melihat Allah Azza wa Jalla dengan hati atau hakikat keimanan.

Tasawuflah jalan orang-orang yang ihsan atau orang-orang yang baik atau orang-orang sholeh sebagaimana Salafush Sholeh.

Kita wajib mengikuti jalan orang-orang sholeh karena mereka pada jalan yang lurus dan mereka dikarunia ni'mat oleh Azza wa Jalla.

Landasan kami mengatakan seperti itu adalah:

Tunjukilah kami jalan yang lurus“, (QS Al Fatihah [1]: 6 )

(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. “(QS Al Fatihah [1]:7 )

Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS An Nisaa [4]: 69 )

Orang-orang sholeh atau ulama-ulama Tasawuf mengatakan bahwa Mengenal Allah Azza wa Jalla (ma'rifatullah) hanya dapat melalui NamaNya, SifatNya dan PerbuatanNya

Oleh karenanya ketika ada yang bertanya Allah yang mana yang kami sembah maka kami menjawab dengan mengutarakan sifatNya

Kami menyembah Allah ta'ala yang Wujud (ada), Qidam (Terdahulu), Baqo’ (Kekal), Mukhollafatuhu lil hawaadits (Tidak Serupa dengan MakhlukNya), Qiyamuhu Binafsihi (Berdiri dengan sendirinya), Wahdaaniyah (Esa), Qudrat (Kuasa), Iroodah (Berkehendak), Ilmu (Mengetahui), Hayaat (Hidup), Sama’ (Mendengar), Bashor (Melihat), Kalam (Berkata-kata), Qoodirun (Yang Memiliki sifat Qudrat), Muriidun (Yang Memiliki Sifat Iroodah), ‘Aalimun (Yang Mempunyai Ilmu), Hayyun (yang Hidup), Samii’un (Yang Mendengar), Bashiirun (Yang Melihat), Mutakallimun (Yang Berkata-kata).

Kalau mau mengenal Allah ta'ala melalui perbuatanNya, contohnya dapat dipahami melalui tulisan pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/07/02/perbuatan-afal/

Sedangkan mengenal Allah ta'ala melalui namaNya telah banyak diuraikan oleh para ulama baik ulama syariat maupun ulama tasawuf.

Akhirnya kami sampaikan bahwa mengenal Allah ta'ala tidak dapat diyakini melalui "di mana" dan tidak layak ditanyakan "di mana" atau "bagaiamana" bagi  Allah Azza wa Jalla.

Wassalam

Zon di Jonggol, Kab Bogor, 16830

Kamis, 24 Februari 2011

Menjadi Fitnah

Bisa menjadi fitnah siapa yg mengaku-aku berpemahaman sesuai dengan pemahaman Salafush Sholeh

Dalam sebuah forum diskusi, ada peserta diskusi menanyakan sanad ilmu kami.

Kami tidak dapat menyampaikan sanad ilmu, karena kami menyadari bahwa kami belum ada apa-apanya dibandingkan guru atau ulama atau syaikh sebelum kami. Juga kami menghindari fitnah terhadap guru/ulama/syaikh di atas kami kalau-kalau khalayak ramai menemukan ketidaksesuaian pemahaman dengan guru/ulama/syaikh di atas kami.

Sebaiknya perhatikanlah saja apa yang kami sampaikan dan tidak berupaya melihat siapa kami atau menilai/menghukum pribadi kami (adhominem).


Kata orang bijak "Dengarkan lagunya dan jangan terbius figur siapa penyanyinya,"

Sebaiknya kita menyampaikan sanad ilmu kalau memang kita sudah sangat berkompeten atau ada banyak kesesuaian dengan guru/ulama/syaikh di atas kita.

Oleh karenanya kami lebih baik menyampaikan bahwa apa yang kami sampaikan adalah apa yang kami pahami.

Kalaupun kita hendak menyampaikan siapa guru/ulama kita , cukup sampaikan perkataan guru/ulama kita , persis sama dengan apa yang mereka katakan tanpa upaya penafsiran. Selebihnya adalah pemahaman kita sendiri.

Sesungguhnya sebagian syaikh/ulama/ustadz yang mengaku-aku bahwa pemahaman mereka sesuai dengan pemahaman Salafush Sholeh bisa menjadi fitnah bagi Salafush Sholeh.

Mereka mengaku menisbatkan diri kepada Salafush Sholeh namun kenyataan yang ada, kami temukan adanya kesalahpahaman-kesalahpahaman sebagaimana yang telah kami sampaikan dalam blog kami. Silahkan lihat daftar tulisan dalam blog kami pada lajur/sisi paling kanan dengan judul "Kesalahpahaman" di bawah "Tulisan Teratas"

Kesalahpahaman adalah salah menurut apa yang kami pahami. Lebih tepatnya disebut sebagai kebedapahaman artinya beda menurut apa yang kami pahami.

Pada hakikatnya kita sebaiknya tidak mengatakan itu salah , itu benar, karena dalam upaya pemahaman (ijitihad) sangat mungkin terjadi bahwa pendapat teman diskusi kita benar dan pendapat kita salah atau sebaliknya. Yang pasti benar hanyalah firman Allah Azza wa Jalla dan perkataan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Jadi boleh kami simpulkan, maaf, bahwa sesungguhnya mereka yang menisbatkan diri pada Salafush Sholeh, pada kenyataannya sebagian mereka menjadi merupakan fitnah terhadap Salafush Sholeh jika pemahaman/pendapat mereka tidak sesuai dengan pendapat/pemamahan Salafush Sholeh sebenarnya.

Begitupula , maaf, kita sebaiknya tidak mempergunakan id / nick name seperti sahabat atau salafi kalau pada kenyataannya pernyataan / pendapat yang disampaikan, bisa ada yang tidak sesuai dengan pendapat Sahabat atau Salafi yang sebenarnya yakni Salafush Sholeh. Jadi tanpa disadari telah memfitnah Sahabat ataupun Salafush Sholeh.

Sebagaimana yang kata bijak yang kami sampaikan sebelumnya yakni "Dengarkan lagunya dan jangan terbius figur siapa penyanyinya,"

Maka kita sebaiknya menyimak/memperhatikan apa pendapat/perkataan mereka jangan terbius bahwa mereka adalah yang menisbatkan kepada Salafush Sholeh

Salafush sholeh adalah Salafush baik atau Salafush Ihsan atau sebagain mereka pada tingkat muslim yang dapat melihat Allah Azza wa Jalla dengan hati / hakikat keimananan dan sebagian lainnya lagi adalah mereka yang selalu yakin bahwa Allah Azza wa Jalla selalu melihat mereka. Kalau mereka membuat sebuah kesalahan maka mereka menyegerakan memohon ampunan kepada Allah Azza wa Jalla karena mereka tidak ma'sum sebagaimana tauladan mereka yakni baginda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Salafush sholeh, mereka bukan sekedar mentaati sunnah Rasulullah namun mereka mempunyai ikatan bathin atau ikatan hati dengan Rasulullah, mereka mengagungkan dan memuliakan Rasulullah dan tidak menganggap Rasulullah sebagai manusia biasa yang bedanya cuma menerima wahyu.
Mereka merasakan bahwa Rasulullah hidup di sisi Allah Azza wa Jalla sebagaimana mereka memandang para Syuhada sebagaimana apa yang disampaikan oleh Allah Azza wa Jalla dalam firmanNya yanga artinya

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada), (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS Al Baqarah [2]: 154 )

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)

Bagaimana kita dapat me-rasa-kan bahwa Rasulullah hidup disisi Allah Azza wa Jalla, tidak ada jalan selain kita berupaya menempuh jalan orang-orang yang telah diberi ni'mat yakni apa yang telah "dijalani" Rasulullah, para Nabi, para Shiddiqin, para Syuhada atau para Sholihin (orang-orang sholeh).

Jalan itu tidak lain adalah perjalanan dengan Tasawuf atau perjalanan Ihsan atau perjalanan Akhlakul Kharimah atau perjalanan orang-orang sholeh atau perjalanan para Sufi atau perjalanan para Wali Allah.

"Tunjukilah kami jalan yang lurus" (QS Al Fatihah [1]: 6 )
(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat." (QS Al Fatihah [1]:7 )

Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS An Nisaa [4]: 69 )

Marilah kita ikuti perintah Allah Azza wa Jalla, jika kita ridho sebagai hamba Allah.

Berjihadlah pada jalan-Nya, istiqomah pada jalan-Nya agar kita mendapat keberuntungan atau mendapatkan akhir yang paling baik, berkumpul dengan Rasulullah, para Nabi, para Shiddiqin, para Syuhada dan para Sholihin. Inilah yang dimaksud mereka yang telah sampai pada Allah Azza wa Jalla.

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (wasilah) yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS Al Maa’idah [5]: 35 )”

Kalau pembaca sudah berkeinginan untuk mendalami dan menjalankan Tasawuf maka ikutilah apa yang kami sampaikan dalam http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/21/tips-bertasawuf/

Belilah semua buku yang kami sarakan dalam Tips Bertawasuf, kalau di toko buku Jakarta, biayanya tidak melebih 300 ribu rupiah. Namun dengan investasi senilai itu dan meluangkan waktu untuk membaca dan memahami buku-buku tersebut, kami yakin insyaallah antum sekalian akan mengalami perubahan dalam hidup karena dengan membaca buku-buku karya ulama tasawuf seperti Syaikh Abdul Qadir Jailani ~rahimullah, Syaikh Ibnu Athoillah ~rahimullah dan ulama tasawuf lainnya adalah termasuk bergaul dengan orang-orang Sholeh, orang-orang yang telah diberi ni'mat oleh Allah Azza wa Jalla.

Ilahi Anta Maqsudi Waridhoka Matlubi
Tuhan hanya Engkaulah yang kumaksud dan ridhoMu yang kuharap

Semoga Allah Azza wa Jalla meridhoi kita untuk bisa berkumpul dengan Rasulullah, para Nabi, para Shiddiqin, para Syuhada dan para Sholihin,  mereka yang  hidup di sisi Allah Azza wa Jalla.

Amin ya Robbal alamin







Wassalam

Zon di Jonggol, Kab Bogor

Rabu, 23 Februari 2011

Perantara Orang Sholeh

Bolehkah meminta tolong orang lain untuk menyampaikan maksud kita kepada Allah Azza wa Jalla

Menurut pemahaman kita kenapa kita tidak berdo'a langsung kepada Allah Azza wa Jalla?
Kenapa harus melalui perantara ?

Sedangkan sebagian ulama berpendapat bahwa kita bisa minta tolong orang lain (yang menurut mereka mempunyai kelebihan didalam berdo'a atau termasuk orang-orang sholeh) sehingga mereka berkeyakinan bahwa do'anya orang tersebut lebih "didengar" oleh Allah Azza wa Jalla daripada do'a yang disampaikan oleh kita sendiri.

Ada kisah menarik berkaitan dengan pertanyaan tersebut

Suatu hari Umar r.a. kedatangan rombongan dari Yaman, lalu ia bertanya :
"Adakah di antara kalian yang datang dari suku Qarn?".

Lalu seorang maju ke dapan menghadap Umar. Orang tersebut saling bertatap pandang sejenak dengan Umar. Umar pun memperhatikannya dengan penuh selidik.

"Siapa namamu?" tanya Umar.

"Aku Uwais", jawabnya datar.

"Apakah engkau hanya mempunyai seorang Ibu yang masih hidup?, tanya Umar lagi.

"Benar, Amirul Mu'minin", jawab Uwais tegas.

Umar masih penasaran lalu bertanya kembali "Apakah engkau mempunyai bercak putih sebesar uang dirham?" (maksudnya penyakit kulit berwarna putih seperti panu tapi tidak hilang).

"Benar, Amirul Mu'minin, dulu aku terkena penyakit kulit "belang", lalu aku berdo'a kepada Allah agar disembuhkan. Alhamdulillah, Allah memberiku kesembuhan kecuali sebesar uang dirham di dekat pusarku yang masih tersisa, itu untuk mengingatkanku kepada Tuhanku".

"Mintakan aku ampunan kepada Allah".

Uwais terperanjat mendengar permintaan Umar tersebut, sambil berkata dengan
penuh keheranan. "Wahai Amirul Mu'minin, engkau justru yang lebih behak memintakan kami ampunan kepada Allah, bukankah engkau sahabat Nabi?"

Lalu Umar berkata "Aku pernah mendengar Rasulullah s.a.w berkatab "Sesungguhnya sebaik-baik Tabiin adalah seorang bernama Uwais, mempunyai seorang ibu yang selalu dipatuhinya, pernah sakit belang dan disembuhkan Allah kecuali sebesar uang dinar di dekat pusarnya, apabila ia bersumpah pasti dikabulkan Allah. Bila kalian menemuinya mintalah kepadanya agar ia memintakan ampunan kepada Allah"

Uwais lalu mendoa'kan Umar agar diberi ampunan Allah. Lalu Uwais pun menghilang dalam kerumunan rombongan dari Yaman yang akan melanjutkan perjalanan ke Kufah.
(H.R. Muslim dan Ahmad)

Mungkin ini cukup dijadikan tauladan bahwa orang setingkat Umar yang termasuk orang yang mendapat jaminan masuk sorga, diperintahkan oleh Rasulullah untuk meminta tolong kepada seorang Tabiin bernama Uwais agar memintakan ampunan kepada Allah Azza wa Jalla. Meminta ampunan adalah bagian dari do'a, karena do'a tidak lain adalah meminta sesuatu kepada Allah Azza wa Jalla.

Firman Allah, yang artinya,
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)“. (QS al Maaidah [5]: 55 )
"Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang". (QS al Maaidah [5] : 56 )

Wassalam

 

Zon di Jonggol

 

Catatan:

Boleh memohonkan bagi saudara muslim kita yang lainnya.

Namun kami menganjurkan sebelum kita mengabulkan permohonan mendoakan tersebut tetaplah kita menganjurkan kepada si pemohon untuk tetap memohon langsung kepada Allah swt. Seolah-olah doa kita sebagai pembuka hijab atau prasangka si pemohon atau ketidak yakinan pemohon dalam berdoa secara langsung.
Hal ini sebaiknya dilakukan untuk menghindari fitnah bahwa kita yang mengabulkan doa/permohonan si pemohon atau kita yang menjadikan apa yang mereka ingin doakan

Selasa, 22 Februari 2011

Bertawasullah

Bertawasullah

Tawasul atau washilah menurut bahasa ialah "sesuatu yang dapat mendekatkan kepada yang lain"

Tawasul (washilah)  dimaknai secara singkat adalah "jalan"

Jalan yang dimaksud di sini tentulah bukan yang dimaksud dengan jalan raya atau tempat kita menempatkan kaki untuk berjalan.  Hal ini sama dengan istilah langit, kursi yang kita temukan dalam Al-Qur’an berkaitan dengan Allah Azza wa Jalla bukanlah yang dimaksud dengan langit bumi atau kursi tempat duduk yang dapat kita indera dengan panca indera kita seperti dengan mata (penglihatan)

Wasilah, langit, kursi  adalah sesuatu yang termasuk hal ghaib atau dimensi batin, karena tidak dapat diindera dengan alat pembantu untuk melihat (mata), alat pembantu untuk mengecap (lidah), alat pembantu untuk membau (hidung), alat pembantu untuk mendengar (telinga), ataupun alat pembantu untuk merasakan (kulit/indera peraba).

Kita meyakini bahwa Baginda Rasulullah pasti mengetahui tentang hal ghaib atau dimensi batin, termasuk mengetahui tentang washilah, kursi, langit

Disisi lain, Syaikh Ibnu Baz berfatwa bahwa “seseorang yang berkeyakinan Rasulullah mengetahui hal ghaib maka ini adalah keyakinan kufur yang pelakunya dianggap sebagai orang kafir karena melakukan kekufuran yang besar
Periksa fatwa beliau, contohnya pada http://fatwaulama-online.blogspot.com/2008/03/hukum-orang-yang-meyakini-bahwa.html

Fatwa seperti itu merupakan sebuah kesalahpahaman. Kesalahpahaman adalah salah menurut apa yang kami pahami. Allah ta'ala mennyampaikan bahwa Rasulullah mengetahui hal ghaib walaupun sedikit sebagaimana firmanNya yang artinya

Tuhan Maha Mengetahui yang gaib. Maka Dia tidak akan membukakan kegaibannya itu kepada seorang pun, kecuali kepada Rasul yang di kehendaki”. (QS. Al Jin [72]: 26-27).

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit“. (QS Al Isra [17]:85 )

Dalam tulisan kali ini, kita akan mencoba menguraikan masalah tawasul atau washilah yang merupakan salah satu bagian terpenting dalam agama Islam

Para ulama memahami washilah  ini berbeda-beda pendapat namun intinya mereka bersepakat bahwa washilah adalah sesuatu yang dibenarkan dan dianjurkan dalam Islam, sebagaimana ditegaskan oleh Allah subhanahu wa ta’ala  dalam firmanNya yang artinya:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan (washilah) yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS Al Maa’idah [5]: 35 )”

Pengertian Tawassul

Pemahaman tawassul sebagaimana yang dipahami oleh umat islam selama ini adalah bahwa Tawassul adalah berdoa kepada Allah melalui suatu perantara atau jalan atau cara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah.

Jadi tawassul merupakan perantara, jalan  doa untuk menuju/sampai kepada Allah SWT.

•    Orang yang bertawassul dalam berdoa kepada  Allah menjadikan perantaraan berupa sesuatu yang dicintainya dan dengan berkeyakinan bahwa Allah SWT juga mencintai perantaraan tersebut.

•    Orang yang bertawassul tidak boleh berkeyakinan bahwa perantaranya kepada Allah bisa memberi manfaat dan madlorot kepadanya dan. Jika ia berkeyakinan bahwa sesuatu yang dijadikan perantaraan menuju Allah SWT itu bisa memberi manfaat dan madlorot, maka dia telah melakukan perbuatan syirik, karena yang bisa memberi manfaat dan madlorot sesungguhnya hanyalah Allah semata.

•    Tawassul merupakan salah satu cara atau jalan dalam berdoa. Banyak sekali cara untuk berdo'a agar dikabulkan Allah, seperti berdoa di sepertiga malam terakhir, berdoa di tempat-tempat mustajab seperti Maqam Ibrahim, Multazam, Raudoh,  dll. Berdoa dengan mendahuluinya dengan bacaan alhamdulillah dan sholawat  dan meminta doa kepada orang sholeh.

Demikian juga tawassul adalah salah satu usaha agar do'a yang kita panjatkan diterima dan dikabulkan Allah s.w.t.

Ada yang bertanya kenapa kita harus bertawasul dalam berdoa sedangkan kita dijanjikan Allah Azza wa Jalla akan mengabulkan segala permohonan hambaNya sebagaimana firmanNya yang artinya

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran" (QS Al Baqarah [2]:1860 )

Kadang kita dalam memahami ayat seperti ( QS Al Baqarah[2]:186 ) mengambil hanya sebagaian dari ayat itu yakni "Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku". Sehingga sebagian muslim, ketika selesai berdoa, seolah-olah "menagih janji" Allah swt berdasarkan apa yang dipahaminya itu.

Padahal ayat itu menjelaskan jalan/cara/syarat agar Allah ar Rahmaan ar Rahiim mengabulkan doa hambaNya.

Doa agar sampai kepada Allah Azza wa Jalla atau terkabul harus memperhatikan "adab berdoa"

Adab berdoa yang utama adalah bagaimana kedekatan dengan Allah Azza wa Jalla di terangkan dalam ayat itu juga yakni "hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran".

Mereka yang lebih "didengar" doanya adalah adalah orang-orang yang istiqomah di jalan yang lurus yakni jalan orang-orang yang telah diberi ni’mat oleh Allah Azza wa Jalla

Tunjukilah kami jalan yang lurus, (QS Al Fatihah [1]: 6 )
"(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (QS Al Fatihah [1]:7 )

Kita semua berdoa setiap hari minta petunjukNya akan ”jalan yang lurus” namun seolah-olah tidak berupaya agar permintaan  / doa itu terlaksana.

Kenyataannya sebagian muslim hanya sebatas meminta / berdoa saja tanpa upaya atau tidak pernah tahu apa upaya yang harus dilakukan terhadap permintaan / doa tersebut, atau malah tidak pernah merasa meminta / berdoa walaupun melaksanakan sholat 5 waktu.

Ketidaktahuan itu terjadi karena tidak mengikuti nasehat para ulama  sebagai contoh nasehat ulama kita terdahulu seperti Wali Songo dalam syair lagu "obat hati" dimana mereka menasehatkan "Obat hati ada lima perkara, Yang pertama, baca Qur’an dan maknanya"

PetunjukNya semua ada dalam Al-Qur'an dan jadikanlah Al-Qur'an sebagai petunjuk kita dengan mengetahui maknanya atau dengan memahaminya .

"Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa," (QS. Al Baqarah [2] : 2 )

"Dengan kitab (Al-Qur’an) itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus." (QS Al Maa’idah. [5]:16 )

Siapakah orang-orang yang istiqomah di jalan yang lurus atau orang-orang yang telah diberi ni’mat oleh Azza wa Jalla ?

"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya." (QS An Nisaa [4]: 69 )

Orang-orang sholeh (sholihin) dan muslim dengan derajat/tingkatan orang sholeh itu ada yang masih hidup dan ada pula yang sudah meninggal sedangkan para Shiddiqin dan para Syuhada adalah mereka yang mendapatkan derajat tersebut setelah wafat.

Kita bisa minta tolong orang lain yang menurut kita termasuk orang-orang sholeh atau orang-orang yang dekat di sisi Allah Azza wa Jalla karena kita meyakini bahwa do’a mereka lebih “didengar” oleh Allah Azza wa Jalla daripada do’a yang disampaikan oleh kita sendiri dengan syarat kita harus yakin bahwa sesungguhnya yang mengabulkan doa/permintaan adalah Allah ta’ala semata. Orang-orang sholeh hanyalah sebagai washilah atau jalan.  Inilah salah satu bertawasul.

Kalau kita mau berdoa langsung kepada Allah Azza wa Jalla maka kitapun harus memenuhi adab berdoa itu atau bertawasul

Bertawasul yang paling sederhana adalah dengan sholawat.

Anas bin Malik r.a meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tiada doa kecuali terdapat hijab di antaranya dengan di antara langit, hingga bershalawat atas Nabi SAW, maka apabila dibacakan shalawat Nabi, terbukalah hijab dan diterimalah doa tersebut, namun jika tidak demikian, kembalilah doa itu kepada pemohonnya“.

Bertawasul yang lain adalah sebelum berdoa meng"hadiah"kan bacaan al fatihah untuk orang-orang sholeh umumnya untuk yang telah wafat.  Ini termasuk bertawasul dengan amal kebaikan/sholeh kita.

Ada beberapa cara bertawasul antara lain

Hadits dengan sanad bagus riwayat ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir, bahwa Rasulullah menyebutkan dalam doanya (bertawasul dengan para nabi): "Dengan haq Nabimu dan para Nabi-Nabi sebelumku"

Hadits riwayat al-Bukhari dalam Shahih-nya dari Anas bahwa ketika para shahabat kepayahan karena ketiadaan air, Umar bin Khaththab ber-istisqa’ lewat ‘Abbas bin Abdil Muththalib, beliau berdoa: “Wahai Tuhanku, sesungguhnya kami bertawassul kepada Engkau lewat dengan Nabi kami dan Engkau memberu hujan kami. Dan kami bertawassul kepada Engkau lewat dengan paman Nabi kami, maka berilah kami hujan!

Hadits riwayat al-Hakim dalam al-Mustadrak, Umar bin Khaththab mengatakan bahwa Rasulullah bersabda: “Ketika Nabi Adam melakukan kesalahan, dia bermunajat: “Wahai Rabb-ku, aku memohon kepada-Mu dengan lewat haq-Muhammad ketika Engkau mengampuni kesalahanku.” Lalu Allah berfirman: “Wahai Adam, bagaimana engkau tahu tentang Muhammad sementara Aku belum menciptakannya?” Adam menjawab: “Wahai Rabb-ku, karena ketika Engkau menciptakanku dengan tangan-Mu (kekuasaan-Mu) dan meniupkan ruh di jasadku dari ruh-Mu, aku mengangkat kepalaku dan aku melihat di tiang-tiang ‘Arsy tertulis La ilaha illallah, Muhammad Rasulallah, dan aku tahu Engkau tidak akan menyandarkan nama-Mu kecuali kepada makhluk yang paling Engkau kasihi.” Allah kembali berfirman: “Benar wahai engkau Adam, karena sesungguhnya Muhammad adalah makhluk yang paling Aku cintai; dan jika engkau memohon kepada-Ku lewat dengan haq-nya Aku akan mengampunimu. Andai bukan karena Muhammad, Aku tidak akan menciptakanmu.

Kesimpulannya

Tawasul adalah pembuka (jalan/wasilah) doa atau Tawasul merupakan  adab berdoa..

Tawassul adalah sebab (cara, sarana) yang dilegitimasi oleh syara’ sebagai sarana dikabulkannya permohonan seorang hamba.

Tawassul dengan para Nabi, orang-orang sholeh  atau para wali diperbolehkan baik di saat mereka masih hidup atau mereka sudah meninggal. Karena mukmin yang bertawassul tetap berkeyakinan bahwa tidak ada yang menciptakan manfaat dan mendatangkan bahaya secara hakiki kecuali Allah Azza wa Jalla.

Para Nabi dan orang-orang sholeh atau para wali  tidak lain hanyalah sebab dikabulkannya permohonan hamba karena kemuliaan dan ketinggian derajat mereka di sisi Allah Azza wa Jalla.
Allah Azza wa Jalla sendiri yang menyampaikan tentang kemulian dan ketinggian derajat mereka dalam (QS Ali Imran [3]: 169 ) yang artinya ”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.

Bahkan Syaikh Ibnu Taimiyah berkomentar dlm kitabnya Al-Kawakib Al Durriyah juz 2 hal. 6 yaitu:
"Tidak ada perbedaan antara orang hidup dan orang mati seperti yg dianggap sebagian orang. Jelas shohih hadits riwayat sebagian sahabat bahwa telah diperintahkan kpd orang2 yg punya hajat di masa Kholifah Utsman untuk bertawasul kpd nabi setelah beliau wafat (berdo'a dan bertawasul di sisi makam Rosulullah) kemudian mereka bertawasul kpd Rosulullah dan hajat mereka terkabul, demikian diriwayatkan al-Thabary"

Para Nabi tentu termasuk Rasulullah pemimpin para Nabi, para Shiddiiqiin, para Syuhada dan orang-orang sholeh mereka hidup disisi Allah Azza wa Jalla sebagaimana yang disampaikan Allah Azza wa Jalla dalam firmanNya tentang para Syuhada

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada), (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS Al Baqarah [2]: 154 )

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)

Selengkapnya silahkan baca tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/21/rasulullah-hidup/

Siapakah orang-orang sholeh atau para wali ?

Mereka adalah muslim yang sholeh atau muslim yang terbaik atau muslim yang ihsan (muhsin/muhsinin) yakni muslim yang dapat melihat Allah Azza wa Jalla dengan hati/keimananan atau muslim yang selalu setiap saat yakin bahwa Allah Azza wa Jalla melihat setiap perbuatan.

Sebagaimana yang diriwayatkan berikut
Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab, “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati dengan hakikat keimanan …”

Kitapun tanpa disadari telah bertawasul dengan orang-orang sholeh atau bersholawat kepada orang-orang sholeh setiap hari dengan mengucapkan

Assalaamu’alaina wa’alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin,
Semoga keselamatan bagi kami dan hamba-hamba Allah yang sholeh”.

Masihkah kita mengingkari bertawasul ?

Wassalam

Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

Senin, 21 Februari 2011

Mencintai Rasulullah

Muslim yang mengikuti (i’ttiba)  Rasulullah belum tentu ia mencintai Rasulullah akan tetapi yang mencintai Rasulullah pasti ia akan berusaha untuk mencari tahu kabar tentang kekasihnya dan akan selalu berusaha untuk mengikutinya.

Ingin tahu kabar tentang junjungan kita Rasulullah silahkan baca tulisan sebelumnya pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/21/rasulullah-hidup/

Hujjatul Islam Al Ghazali meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang lupa membaca shalawat kepada Rasulullah SAW. Lalu pada suatu malam ia bermimpi melihat Rasulullah SAW tidak mau menoleh kepadanya, dia bertanya, “Ya Rasulullah, apakah engkau marah kepadaku?" Beliau menjawab, “Tidak.” Dia bertanya lagi, “Lalu sebab apakah engkau tidak memandang kepadaku?" Beliau menjawab, “Karena aku tidak mengenalmu.” Laki-laki itu bertanya, “Bagaimana engkau tidak mengenaliku, sedang aku adalah salah satu dari umatmu? Para ulama meriwayatkan bahwa sesungguhnya engkau lebih mengenali umatmu dibanding seorang ibu mengenali anaknya?”

Rasulullah SAW menjawab, “Mereka benar, tetapi engkau tidak pernah mengingat aku dengan shalawat. Padahal kenalku dengan umatku adalah menurut kadar bacaan shalawat mereka kepadaku.” Terbangunlah laki-laki itu dan mengharuskan dirinya untuk bershalawat kepada Rasulullah SAW, setiap hari 100 kali. Dia selalu melakukan itu, hingga dia melihat Rasululah SAW lagi dalam mimpinya. Dalam mimpinya tersebut Rasulullah SAW bersabda, “Sekarang aku mengenalmu dan akan memberi syafa’at kepadamu.” Yakni karena orang tersebut telah menjadi orang yang cinta kepada Rasulullah SAW dengan memperbanyak shalawat kepada beliau...

Maka barangsiapa yang ingin dikenali oleh Rasulullah SAW, hendaklah ia memperbanyak bacaan shalawatnya..

Maka Shollu 'Alan-Nabiyyil Musthafa..

(Kitab Mukasyafatul Qulub, bab IX, hal 55, karangan Hujjatul Islam Al Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al Ghazali RA)

Berikut faedah Sholawat, tulisan bersumber dari : http://majlisdzikrullahpekojan.org/kisah-quran-dan-hadist/keutamaan-shalawat.html

Disebutkan beberapa faedah shalawat atau manfaat shalawat dan mengucapkan salam kepada Nabi. Seperti yang dikatakan para ulama. Terutama Al Alamah Ibn Al Qayyim, dan Al Hafizh Ibn Hajar Al Haitsami dengan secara rinci dan ringkas.

Ada pun beberapa faedah shalawat atau dengan kata lain keutamaan shalawat dan mengucap salam kepada Rasulullah Saw, yaitu:

1. Shalawat adalah serupa dengan perintah Allah Swt.
2. Bersamaan dengan Allah Swt ketika kita bershalawat. Sedangkan jika shalawat kita berbeda. Shalawat kita adalah doa dan permohonan. Sedangkan shalawat Allah Swt adalah keagungan dan kemuliaan.
3. Malaikat pun ikut shalawat didalamnya.
4. Allah akan memberikan balasan sepuluh, jika orang tersebut mengucapkan shalawat sekali.
5. Shalawat mengangkat sepuluh derajat.
6. Dituliskan sepuluh kebaikan.
7. Shalawat menghapus sepuluh keburukan.
8. Shalawat akan mendatangkan pengijabahan atas doanya. Jika shalawat didahulukan maka akan menghantar kepada Allah Swt. Sedangkan jika tidak diucapkan ketika berdoa, maka doa tersebut akan menggantung antara langit dan bumi.
9. Penyebab syafaat Nabi, jika ia meminta perantaraan ataupun meninggalkannya.
10. Penyebab diampunkannya dosa.
11. Penyebab untuk dicukupkannya kesedihan oleh Allah Swt kepada hamba-Nya.
12. Penyebab kedekatan seorang hamba kepada Rasulullah Saw di hari Kiamat.
13. Menempatkan kedudukan sedekah pada yang sepuluh.
14. Penyebab ditunaikannya kebutuhan.
15. Penyebab Allah dan para malaikat bershalawat kepadanya.
16. Shalawat adalah bentuk zakat bagi orang yang bershalawat dan merupakan penyuci baginya.
17. Penyebab datangnya kabar gembira bagi si pelakunya dengan surga sebelum ia mati.
18. Penyebab diselamatkannya si pelaku dari keadaan hari Kiamat.
19. Penyebab menjawabnya Nabi Saw (atas shalawat yang dilantunkannya).
20. Penyebab pengingat dari sesuatu yang ia lupakan.
21. Penyebab baiknya sebuah majelis, juga tidak akan merugikan seseorang yang termasuk ahli didalamnya.
22. Penyebab menolak kefakiran.
23. Menolak kepada pelakunya nama bakhil jika ia membalas orang mengucap shalawat atas Nabi Saw.
24. Penyebab kesuksesan doa jika disebutkan diawal doa atau pun dibelakangnya jika ia lupa bershalawat kepada Nabi Saw.
25. Shalawat akan mengantar pada jalan surga, serta seseorang akan meninggalkan jalan itu karena sebab meninggalkan shalawat.
26. Menyelamatkan dari fitnah di sebuah majelis yang tidak berdzikir kepada Allah dan Rasul-Nya, atau tidak memuji dan mengagungkan-Nya, dan bershalawat kepada Rasul-Nya.
27. Merupakan kesempurnaan bicara yang diawali denhan Hamdallah (memuji Allah) lalu shalawat kepada Rasul-Nya.
28. Berlimpahnya cahaya seorang hamba ketika berada di Shirath.
29. Shalawat akan mengeluarkan seorang hamba dari kehilangan.
30. Penyebab akan ketetapan Allah Swt dalam mengagungkan kebaikan bagi orang yang bershalawat kepadanya antara penduduk langit dan bumi. Karena orang yang bershalawat adalah menuntut kepada Allah agar kiranya Allah mengagungkan kepada Rasul-Nya, memuliakan, dan menghormatinya. Ini merupakan bagian dari amal, maka adalah harus bagi orang yang shalawat bagian seperti itu.
31. Penyebab keberkahan, baik pekerjaan ataupun usianya
32. Penyebab untuk menggapai rahmat Allah, karena rahmat adalah makna dari shalawat.
33. Penyebab kekalnya kasih sayang kepada Nabi Saw, dengan cara menambah atau melipat-gandakannya. Ini merupkan bentuk ikatan iman yang tidak akan sempurna bila tidak ada shalawat didalamnya. Karena ketika ia memperbanyak dalam mengingat yang ia cintai dan menghadirkannya dalam hati, serta memperindah dalam menghadirinya. Maka itu adalah bentuk cinta yang penuh dan semakin berlipat cintanya dan semakin bertambah rasa rindunya. Jika semakin penuh rasa rindunya, merupakan kebiasaan jika seseorang mencintai sesuatu, maka pasti ia sangat menginginkan untuk melihatnya. Sedangkan jika ia merasa cinta, maka akan semakin kuat ia mengingatnya. Sehingga lisan senantiasa memuji dan mengagungkan yang dicintainya. Sehingga ia akan terus menggandakan dan menambahkan keindahan dalam tiap kata ketika mengingatnya.
34. Penyebab rasa cinta Nabi Saw kepada seorang hamba.
35. Penyebab mendapatkan hidayah dari Allah, serta penyebab hidupnya hati.
36. Penyebab dikembalikannya nama orang yang bershalawat oleh Nabi Saw 9Nabi Saw menjawab shalawat dan ucapan salam orang tersebut). Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, "Sesungguhnya shalawat kalian akan disampaikan kepadaku. Kemudian sabdanya pula, "Sesungguhnya Allah mewakilkan atas kuburku malaikat yang senantiasa menyampaikan nama umatku yang mengucapkan salam kepadaku."
37. Penyebab tetapnya kedua kaki ketika berada di Shirath.
38. Bershalawat merupakan menunaikan sedikit daripada hak Nabi Saw, serta merupakan perlambang dari rasa syukur atas diturunkannya, yang merupakan bentuk dari nikmat Allah yang dianugerahkan kepada kita.
39. Bershalawat adalah gabungan antara shalawat dan dzikir kepada Allah, serta bersyukur kepada Allah. Bershalawat juga merupakan bentuk pengetahuan akan nikmat yang diberikan kepada hamba-Nya dengan bentuk mengutus Nabi Saw.

Dikutip dari "Umat Akhir Zaman," Muhammad bin Alwi Al Maliki, Penerbit: Iqra Kurnia Gemilang.

Hadits Ubay bin Ka’ab yang berbunyi,
“Seorang lelaki berkata kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai rasulullah sesungguhnya aku adalah seorang yang sering berdoa, berapa bagiankah dari doaku itu aku peruntukkan untuk bershalawat kepadamu? Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sekehendak hatimu.” Lelaki itu berujar, “Bagaimana kalau sepertiganya?” Beliau menjawab, “Terserah anda, jika engkau menambahnya maka itu lebih baik.” Lelaki itu kembali berujar, “Bagaimana kalau aku jadikan seluruhnya bagimu?” Maka beliau menjawab, “Hal itu tidak mengapa jika engkau mampu melakukannya.” Diriwayatkan Ahmad dan selainnya dengan sanad hasan. HR. Hakim nomor 3578, Al Baihaqi nomor 1499.

Wassalam

 

Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

Tips bertasawuf

Tips untuk memulai bertasawuf

Beberapa pertanyaan telah dilayangkan kepada kami, setelah mereka membaca tulisan “Rasulullah bertasawuf”,  http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/11/rasulullah-bertasawuf/ dan tulisan “Penjelasan bertasawuf”,  http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/14/penjelasan-bertasawuf/ . Pertanyaan umumnya berkisar tentang mursyid (pembimbing) dalam bertasawuf.

Pada hakikatnya siapakah mursyid yang akan ”menghampiri” kita adalah semata-mata kehendak Allah Azza wa Jalla.  Pesan kami jika pembaca dalam penantian mursyid, berhati-hatilah jika seseorang mempromosikan dirinya sebagai mursyid bagi anda namun jangan pernah menganggap remeh seorang muslimpun yang dijumpai karena bisa jadi beliau adalah mursyid anda.

Baiklah sambil menanti mursyid, berikut adalah tips atau langkah-langkah awal dalam bertasawuf

Bertauhidlah dengan cara menjadikan Allah Azza wa Jalla sebagai pihak pertama yang dikomunikasikan segala permasalahan, cobaan, kebutuhan dan keinginan kita, termasuk atas segala kenikmatan  yang telah Allah ta’ala berikan dalam bentuk bersyukur.  Begitupula kita komunikasikan kebutuhan dan keinginan bertasawuf kepada Allah ta’ala.

Teguhkan tujuan hidup kita adalah untuk sampai kepada Allah Azza wa Jalla sedangkan surgaNya adalah keniscayaan/kepastian bagi mereka yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya.

Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.” ( QS An Nisaa’ [4]:175 )

Sampai kepada Allah Azza wa Jalla , sehingga dapat berkumpul dengan Rasulullah dan para Nabi, para Shiddiqin, para Syuhada dan para Sholihin.  Ikutilah jalan mereka yang termasuk orang-orang yang telah Allah Azza wa Jalla berikan nikmat.

(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat kepada mereka” (QS Al Fatihah [1]:7 )

Shiddiqin adalah orang-orang yang amat teguh kepercayaannya kepada kebenaran Rasul
Syuhada adalah orang-orang yang mati syahid
Sholihin adalah orang-orang sholeh atau muslim yang terbaik atau muslim yang Ihsan (muhsin), muslim yang dapat melihat Allah ta'ala dengan hati/keimanan atau muslim yang selalu yakin bahwa Allah ta'ala melihat perbuatan.

Allah Azza wa Jalla telah memberikan ni’mat kepada mereka dan setelah mereka merasakan kematian, mereka hidup di sisi Allah Azza wa Jalla, sesuai dengan kehendak Allah menempatkan mereka dan mereka masih mendapatkan rezeki atau kehendakNya.

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)

Imam al-Baihaqi telah membahas sepenggal kehidupan para nabi. Ia menyatakan dalam kitab Dalailun Nubuwwah: “Para nabi hidup di sisi Tuhan mereka seperti para syuhada.“

Selengkapnya silahkan baca tulisan ” Rasulullah hidup di sisi Allah Azza wa Jalla” pada  http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/21/rasulullah-hidup/

Jadi tujuan kita bertasawuf karena Allah ta’ala semata atau agar kita sampai kepadaNya dan berkumpul dengan mereka yang telah menerima ni’mat dari Allah Azza wa Jalla.

Berikut langkah-langkah untuk memulai bertasawuf sampai Allah Azza wa Jalla menetapkan mursyid (pembimbing) bagi kita.

Mulailah dengan pembersihan diri, bertobatlah kepada Allah Azza wa Jalla

Bersikap tawaduk, merendah serta memohon maaf dan ampunan, apakah kita telah melakukan dosa atau tidak. Jika kita melakukan kesalahan atau dosa, akuilah segera dan mintalah ampunan, karena orang yang bertobat dari dosa laksana orang tidak berdosa. Semua manusia pasti melakukan kesalahan. Tak ada yang lepas sepenuhnya dari dosa. Namun yang paling penting, jagalah diri kita agar tidak terus berkubang dosa.

Nasehat Syaikh Ibnu Athoillah dalam al-Hikam,

Adakalanya Dia bukakan pintu ketaatan untukmu, tetapi tidak membukakan pintu penerimaan.
Adakalanya Dia menetapkanmu berbuat dosa, tetapi itu menjadi sebab kau sampai kepada-Nya
Maksiat yang melahirkan rasa hina dan papa lebih baik daripada ketaatan yang melahirkan kecongkakan dan kesombongan.

Setelah pembersihan diri dengan bertobat kemudian buktikan syahadat kita dengan menegakkan sholat wajib 5 waktu, zakat,  puasa dan berhaji jika mampu.

Jadikan sholat wajib 5 waktu bukan sebuah beban namun rasakan sebagai wujud Ar Rahmaan dan Ar Rahiim nya Allah Azza wa Jalla dalam bentuk peluang bagi kita untuk dapat berkomunikasi denganNya, 5 kali sehari. Kitalah yang membutuhkan sholat.

Raihlah ridho Allah ta’ala dengan sholat wajib 5 waktu dengan tepat waktu dan di masjid bagi pria. Karena sesungguhnya bagi yang tidak sholat berjamaah ke masjid tanpa alasan yang berarti dan mereka yang tidak sholat wajib 5 waktu tepat waktu tanpa alasan yang berarti adalah mereka yang mengharapkan maafnya Allah ta’ala. Sedangkan kita butuh ridho Allah ta’ala agar kita sampai kepadaNya. Selengkapnya silahkan baca tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/11/ridho-allah-taala/

Disetiap selesai sholat wajib 5 waktu, berdzikir dan berdoalah. Dalam berdzikir sebaiknya diawali istighfar, syahadah, sholawat dan dzikir sebagaimana Rasulullah anjurkan kemudian akhiri dengan doa yang menunjukkan keinginan kita bertasawuf  agar sampai kepadaNya. Berdoalah seperti “Ilahi Anta Maqsudi Waridhoka Matlubi“, Tuhan hanya Engkaulah yang kumaksud dan ridhoMu yang kuharap. dan ditambah berdoa dengan redaksi sesuai keinginan sendiri seperti “Ya Allah ampunkanlah dosa kami, Bimbinglah kami dengan kasih sayangMu, untuk sampai kepadaMu“. .

Setelah seluruh perkara yang Allah Azza wa Jalla  wajibkan berikut niat dan doa kita laksanakan maka lanjutkan untuk meraih cintanya Allah Ar Rahmaan dan Ar Rahiim dengan amalan-amalan sunnah agar kita sampai kepadaNya dengan derajat  kekasih Allah (Wali Allah).

Dari Abu Huriroh rodhi Allahu ta’ala ‘anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah ta’ala berfirman, barang siapa memusuhi wali-Ku maka aku izinkan untuk diperangi. Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amal ibadah yang lebih aku cintai dari pada perkara yang Aku wajibkan. Hamba-Ku akan senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya, Akulah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Akulah penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, Akulah tangannya yang dia gunakan untuk berbuat, Akulah kakinya yang dia gunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku akan Aku berikan, jika dia meminta perlindungan pada-Ku, akan Aku lindungi.” (HR. Bukhari)

Ikutilah amalan-amalan sunnah sebagaimana para ulama kita terdahulu contohkan yakni para Wali Songo yang mengajak kita untuk mentaati Allah ta’ala dan RasulNya.

Nasehat  mereka tertuang dalam  syair lagu ”OBAT HATI”

Obat hati ada lima perkara.
Yang pertama, baca Qur’an dan maknanya
Yang kedua, shalat malam dirikanlah
Yang ketiga, berkumpulah dengan orang saleh
Yang keempat, perbanyaklah berpuasa
Yang kelima, dzikir malam perpanjanglah.


Yang pertama, baca Qur’an dan Maknaya
Untuk bertasawuf atau menjadi orang khusus (yang dicintai Allah ta’ala) , bacalah Al-Qur’an dengan maknanya. Jadikanlah Al-Qur’an sebagai petunjuk dalam kita melakukan segala aktivitas. Pergunakanlah terjemahan Al-Qur’an dan lebih baik dengan tafsir.

Yang kedua, Sholat malam dirikanlah
“Dan pada sebagian malam tahajudlah kamu, sebagai ibadah tambahan bagimu, semoga Rabbmu mengangkat derajatmu ke tempat yang paling terpuji.” (QS Al Isro’ [17]:79 )

“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (QS Al Muzzammil [73]:6 )

Rasulullah SAW. bersabda: “Kerjakan sholat malam, sebab hal itu adalah kebiasaan orang-orang sholeh sebelum kamu, juga sebagai suatu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebagai penebus keburukan-keburukanmu, dan pencegah dosa.” (HR Tirmidzi)

Yang ketiga, berkumpulah dengan orang sholeh
Untuk bertasawuf atau menjadi orang sholeh maka kitapun harus memperbanyak berkumpul dengan orang sholeh.
“ar-ruuhu junnudun mujannadah
"Ruh itu kelompok (berbala) yang mengelompok atau teman yang ditemankan." (HR Bukhari)

Kalau kita berkumpul dengan orang-orang sholeh, maka kita akan menjadi orang sholeh. Orang sholeh seperti penjual minyak wangi – kata Nabi. Jadi orang sholeh itu akan menyemprotkan wangi-wangiannya ke sekelilingnya. Jadi sekitarnya akan menjadi wangi karenanya. Oleh karena itu dekat-dekatlah kita kepada penjual minyak wangi sebab kalaupun toh tidak mampu membeli kita akan memperoleh bau wanginya.

Berkumpul adalah melihat dan mendengar. Termasuk berkumpul dengan orang sholeh jika kita membaca tulisan/buku-buku yang ditulis oleh orang sholeh. Hindari membaca buku yang ditulis oleh  Dukhala ‘Ilmi yakni ahli ilmu (ulama) namun bukan ahli bidang tasawuf.

Kami merekomendasikan beberapa buku-buku baru yang merupakan terjemahan dari karya penulis ulama Tasawuf ternama.

Karya Syaikh Abdul Qadir Jailani yang diterjemahkan
Trilogi “Jalan Sejati Menuju Sang Khalik”
Buku ke 1 “Rahasia mencintai Allah”
Buku ke 2 “Rahasia berjumpa Allah”
Buku ke 3 “Rahasia menjadi kekasih Allah”
Buku-bukut itu diterbitkan oleh penerbit Sabil, Jogyakarta. http://www.divapress-online.com

Karya Syaikh Ibnu Athoillah yang diterjemahkan
1 set buku “Terapi Makrifat” penerbit Zaman, http://www.penerbitzaman.com
1. Misteri Berserah kepada Allah
2. Rahasia Kecerdasan Tauhid
3. Tutur Penerang Hati
4. Zikir Pententram Hati
5. Kasidah Cinta dan Amalan Wali Allah

Bacaan dalam bentuk majalah yang kami rekomendasikan adalah Cahaya Sufi.

Sejauh ini kami tidak ada hubungan dengan para penerbit, kami merekomendasikan karena untuk tahap permulaan lebih baik membaca buku yang mudah untuk dipahami, diresapi dan diambil hikmahnya. Buku-buku tersebut adalah termasuk buku yang baru diterbitkan dan diterjemahkan oleh penterjemah masa kini.

Ikuti pengajian yang membahas kitab-kitab Tasawuf seperti kitab Al Hikam , Syaikh Ibnu Athoillah atau pengajian yang membahas seputar hati atau tazkiyatun nafs seperti manajemen qalbu.

Selain bergaul dengan orang sholeh, kita upayakan meninggalkan pergaulan dengan orang yang tidak sholeh seperti

  1. Tinggalkan menonton sinetron TV yang berisikan atau mempertunjukkan sifat-sifat orang yang tidak sholeh seperti marah, sombong, dengki, iri, hasut dll. Menonton sinetron TV seperti itu pada hakikatnya kita bergaul dengan orang tidak sholeh.

  2. Tinggalkan menonton infotainment yang berisikan membicarakan keburukan orang lain (ghibah).

  3. Tidak menonton acara yang memperlihatkan gaya hidup yang bukan berzuhud. Sedangkan berzuhud adalah gaya hidup yang dicintai Allah ta’ala. Silahkan baca tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/06/30/zuhudlah-di-dunia/


Yang keempat, perbanyaklah berpuasa
“Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, yaitu kegembiraan ketika berbuka dan kegembiraan ketika bertemu dengan Tuhannya” (HR Bukhari).

Dari Sahl dari Nabi bersabda : Sesungguhnya dalam surga terdapat sebuah pintu yang bernama Ar Rayyan, orang-orang yang berpuasa akan masuk melaluinya pada hari kiamat, dan selain mereka tidak akan masuk melaluinya. ….(Hadist riwayat Bukhari dan Muslim)

Lakukanlah puasa sunnah Senin-Kamis, sepanjang tahun jika kesempatan memungkinkan. Tulisan tentang puasa silahkan baca pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/08/05/hakikat-puasa/

Yang kelima, dzikir malam perpanjanglah.
Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS Al Ahzab [33]:41 )

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” [QS Ar Rad [13]:28 ]

Hal yang sebaiknya dilakukan sebelum dalam berdzikir adalah harus diawali dengan bertawasul atau diawali beberapa dzikir yang telah kami sampaikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/03/24/allah-itu-dekat/ yaitu istighfar, syahadah, laahaulaa , sholawat dstnya..

Dizkrullah adalah alat atau sarana  kita untuk mi'raj kepada Allah Azza wa Jalla atau untuk sampai kepada Allah Azza wa Jalla.  Sebaik-baiknya dzikir atau sebaik-baiknya mi'raj adalah sholat.  Inilah yang dimaksud perkataan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, bahwa Ash-shalatul Mi’rajul Mu’minin,  “sholat itu adalah mi’rajnya orang-orang mukmin“

Demikianlah tips dari kami untuk memulai bertasawuf, dalam perjalanannya nanti, jika dikehendaki Allah Azza wa Jalla datanglah mursyid yang ditetapkanNya.

Kalau ada waktu silahkan baca tulisan di blog kami. Temukan daftar/indeks tulisan pada kolom paling kanan dengan judul/kelompok
"Seputar Tasawuf", "Perjalanan Hidup (suluk)" dan "Tulisan khusus"

Tulisan ini kita akhiri dengan firman Allah swt yang terkait dengan jiwa, yang artinya
"Hai jiwa yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku" QS (Al Fajr [89] 27-30 )

Wassalam

Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830