Senin, 30 November 2009

Bersatulah

Marilah kita bersatu wahai umat Islam dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam kelompok kecil / khususnya dan persaudaraan sesama muslim secara umum nya.

Lupakan semangat golongan, kelompok ! hanya satu Gerakan Islam, Ukhuwah Islamiyah !

Semakin hari semakin jelas gerakan yang memusuhi negara kita, khususnya umat Islam.

1. Rakyat Somalia "diusik" setelah pemerintahan mereka, Somalia, sepakat untuk menjalankan pemerintahan Islam.
http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=9970:raksasa-paman-sam-vs-si-kurus-somalia&catid=73:features&Itemid=94

2. Rakyat Palestina terus "diusik" setelah rakyat sepakat memberikan suara mayoritas pada Hamas dalam pemilu terakhir.

3. Sebuah analisa bahwa kejatuhan Suharto (semula "good boy" Amerika) karena ada kemungkinan jika kekuasaan Suharto "diperpanjang" maka akan terjadi kebangkitan Islam di Indonesia. Untuk itu Rakyat Indonesia harus "diusik" dengan sesuatu.

Ada pihak  mulai "terusik" oleh kelakuan Suharto,  diawali pada tahun 1992, Gerakan Non Blok putuskan untuk mengirim utusan Palestina ke negara-negara Arab adalah untuk langsung terlibat dalam negosiasi-negosiasi yang mendukung usaha Palestina memperoleh haknya kembali yang mana keputusan yang diambil oleh Ketua GNB - Presiden Soeharto mendapat dukungan dari Menlu Palestina Farouk Kaddoomi seusai sidang Komite Palestina GNB di Bali yang dalam hal ini menurutnya keputusan tersebut menunjukkan dukungan Gerakan Non Blok kepada rakyat Palestina dalam memperoleh haknya kembali dan akan berusaha membuat warga Israel mundur dari kawasan yang diduduki.

Komite Palestina GNB terdiri dari Aljazair, India, Bangladesh, Senegal, Gambia, Zimbabwe, Palestina dan Indonesia, komisi GNB untuk Palestina diketuai oleh Indonesia.

Para Futurolog memprediksikan pada abad ke-21 Islam akan bangkit mendunia yang diawali dari timur (Indonesia/Malaysia).  Karena Soeharto (selaku kepala negara mayoritas muslim terbesar di dunia) merangkul Islam atau "menggunakan" Islam , maka sesegera mungkin sebelum memasuki abad ke-21 rezim Orba harus diturunkan. Langkah pertama yang diambil adalah menciptakan krisis moneter, lalu krisis ekonomi, lalu merembet pada krisis kepercayaan, lalu menggelombang menjadi krisis politik nasional yang mendesak untuk dilakukannya penjatuhan rezim dan reformasi total. Fakta krisis ini disetting dalam konteks kawasan, bukan semata Indonesia, sehingga tampak gelombang krisis ini bukan karena skenario tapi gelombang internasional yang bersifat natural.

Ada pihak yang berpendapat lebih spesifik dari sekedar "Soeharto jatuh karena krisis ekonomi". Mereka berpendapat "Soeharto jatuh karena IMF?" Pendapat ini antara lain dikemukakan Prof. Steve Hanke, penasehat ekonomi Soeharto dan ahli masalah Dewan Mata Uang atau Currency Board System (CBS) dari Amerika Serikat.
Menurut ahli ekonomi dari John Hopkins University itu, Amerika Serikat dan IMF-lah yang menciptakan krisis untuk mendorong kejatuhan Soeharto. Ini dibuktikan dari pengakuan Direktur Pelaksana IMF Michael Camdessus sendiri.
Dalam wawancara "perpisahan" sebelum pensiun dengan The New York Times, Camdessus yang bekas tentara Prancis ini mengakui IMF berada di balik krisis ekonomi yang melanda Indonesia.
"Kami menciptakan kondisi krisis yang memaksa Presiden Soeharto turun," ujarnya. Pengakuan ini tentu saja menyambar kesadaran banyak orang. Tak dinyana, krisis di Indonesia ternyata bukan semata kegagalan kebijakan ekonomi Soeharto, tapi juga berkat "bantuan" IMF.
http://www.antara.co.id/print/1210836368

Saat ini kita belum dapat berharap banyak kepada pemimpin saat ini (SBY) untuk kemajuan Islam khususnya di negeri kita Indonesia maupun sumbangan untuk dunia Islam.

Tidak seharusnya terjadi pemimpin di negeri yang mayoritas penduduk beragama Islam, namun tidak memberikan peran ketokohan Islam dalam pentas dunia Islam secara global dan dunia internasional umumnya,  yang terlihat hanyalah pemimpin yang sibuk dengan urusan dunia semata.

Jelas terlihat pemerintah (umaro)  saat ini membiarkan aliran sesat seperti Liberalisme Agama walaupun MUI sudah mengeluarkan fatwa. Berita terkini bisa kita lihat, http://www.arrahmah.com/index.php/news/read/6138/judicial-review-agenda-liberalisme-agama. Pemerintah "berlindung" kepada kebebasan pendapat maupun kebebasan beragama.

Terlebih lagi SBY pernah mengatakan  “I love the United State, with all its faults. I consider it my second country” ?
Sumber: http://english.aljazeera.net/archive/2004/07/20084913557888718.html

Umat Islam harus bersatu ! walaupun belum mendapatkan dukungan dari pemerintah yang tengah sibuk dengan urusannya sendiri.

Letakkan gelimang dunia pada tanganmu dan letakkan akhirat pada hatimu !

Marilah kita tidak menyibukkan diri selalu dengan urusan dunia semata atau cuma urusan ibadah mahdhah saja. Ghairu mahdhah harus diperhatikan, sebaiknya tidak pernah mengatakan "bukan urusan saya".

Kita harus bersatu padu menegakkan kebenaran. Indikator bahwa kita membiarkan kezaliman (tidak meneggakkan kebenaran) adalah datangya bencana, musibah dll. Percayalah !

Kita harus turut dalam gerakan basmi para koruptor, mafia hukum dan hal-hal yang menyesengsarakan rakyat !

Kita harus waspada terhadap pihak yang ingin mengadu-dombakan rakyat, waspada akan pertengkaran secara horisontal antara gerakan pro dan kontra.

Juga perlu diwaspadai gerakan pihak yang ingin mengadu-domba khususnya umat Islam dengan "seolah" umat Islam melewati perang pemikiran (Ghazwul Fikri), berpegang teguhlah pada Al-Qur'an dan Hadist.

Semua dalam kerangka menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana yang telah diperjuangkan oleh para pejuang yang mayoritas umat Islam.  Bacalah buku   API SEJARAH, Ahmad Mansur Suryanegara, Penerbit Salamadani, terbitan Juli 2009. Buku ini menceritakan bagaimana besarnya peran Umat Islam untuk negeri tercinta ini dan bagaimana upaya berbagai pihak memutar balikkan fakta. Buku wajib dimiliki oleh Sekolah Islam, Madrasah, Pondok Pesantren dan Lembaga-lembaga Islam lainnya.

Pada masa kini, semoga kita, umat Islam, harus pula berperan dalam kemajuan bangsa dan menjaga persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebaiknya dihindari permusuhan, konflik apalagi perperangan !

Karena sesungguhnya kaum yang memusuhi kita, orang beriman, sudah dinyatakan dalam Al-Qur'an.
Firman Allah, “Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik” (Al Maaidah: 82)

Sebaiknya yang perlu diingat selalu adalah,
"Marilah kita intropeksi diri sendiri maupun jamaah/kelompok/organisasi adakah tersusupi kaum itu atau adakah tersusupi pemikiran/pendapat dari kaum itu".

Semoga hal ini hanya karena Allah semata yang menggerakkan kita dan bukan karena nafsu belaka.

Semoga Allah memberikan Rahmat dan KaruniaNya.

Wassalam

Zon
http://mutiarazuhud.wordpress.com

Sabtu, 28 November 2009

SBY dan Kegaduhan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan semua pihak, apabila situasi Indonesia gaduh dan panas, maka investor tidak akan datang dan ekonomi tidak akan berkembang.

Sumber:  http://inilah.com/berita/politik/2009/11/25/186082/sby-gaduh-terus-investor-tak-datang/

Suatu pesan Presiden yang sesungguhnya berpulang pada dirinya sendiri.  Kita sadari bahwa kegaduhan dan situasi panas di negeri ini, sesunguhnya merupakan wujud dari kepemimpinan sang Presiden. Rakyat belum dapat sepenuhnya menerima pernyataan Presiden dalam tanggapannya pada hasil rekomendasi Tim 8.

Dalam manajemen kita kenal 4 fungsi pokok, antara lain planning (perencanaan), organizing (pengoranisasian), actuating (pelaksanaan) dan controlling (pengawasan). Dari pernyataan SBY dalam menanggapi rekomendasi tim 8, memperlihatkan hampir setengah kemampuan manejerial pemimpin negara tidak terlihat dikuasai oleh SBY. Hal ini semakin menguatkan masyarakat bahwa SBY sekedar memiliki kemampuan perencanaan/konsep dan retorika. Kemampuan SBY ini juga dipahami oleh perwira-perwira TNI, ketika SBY masih aktif di TNI yang dikenal dengan julukan "perwira kelas".

Kegaduhan yang ditimbulkan karena ketidak-mampuan SBY dalam manajemen sumber daya manusia dapat juga kita lihat salah satunya dalam pengangkatan menteri kesehatan. Proses pengangkatan menkes Endang, sedikit tidak mengikuti standar "fit & proper" yang ditetapkan oleh SBY sendiri dan tidak dipertimbangkan "kesalahan" yang pernah dilakukan Endang sebelumnya. Begitu sulitkah mencari orang tanpa "kesalahan" untuk diangkat menjadi menteri ? Dikalangan pakar intelijen pun berpendapat SBY membuat kegaduhan dengan mengangkat menkes Endang sehubungan keterkaitan dengan riwayat namru II.

Kegaduhan juga terjadi pada kalangan perwira tinggi di tiga angkatan. Penempatan mantan kepala polisi RI sebagai kepala Badan Intelijen Nasional membuat kekuatan militer merasa digembosi. Beberapa perwira tinggi (pati) di tiga unsur angkatan (darat, laut, udara) menyampaikan uneg-uneg. Intinya pembicaraan adalah pengangkatan mantan Kapolri Jenderal (Pol) Sutanto sebagai kepala BIN membuat konsolidasi di tubuh militer menjadi bergejolak.

"Intelijen adalah institusi yang melekat pada militer. Kalau kepalanya dijabat dari kalangan nonmiliter, ini akan membuat sistem informasi intelijen dan sejumlah kebijakan di penggalangan intelijen di lapangan menjadi lemah," kata seorang pati yang tidak bersedia disebut namanya.

Sepanjang sejarah nasional, intelijen adalah pengendali dan pemberi informasi utama kepada Presiden RI. Tugasnya sangat vital karena informasi itu akan menjadi landasan bagi Presiden untuk mengambil keputusan.

"Nah, kalau orang nomor satu di intelijen itu nonmiliter, maka deteksi dan analisis terhadap pergolakan di tingkat lapangan menjadi kurang tajam. Selama ini yang memiliki pendidikan dan kapasitas melakukan deteksi konflik atau membaca potensi bahaya keamanan adalah militer," katanya.

Karena itu, sejak intelijen dibentuk di Indonesia, orang yang memimpin selalu berasal dari kalangan militer. Pada zaman Bung Karno, kepala intelijen dipegang sipil. Hasilnya intelijen malah dimanfaatkan untuk kepentingan politik praktis, bukan untuk kepentingan keamanan dan pertahanan nasional.

"Intelijen bertanggung jawab langsung kepada presiden. Intelijen memiliki tipikal sangat berbeda dengan institusi keamanan lain. Sistem kerja utamanya adalah silence operation. Target kerja intelijen adalah meredam kejadian sebelum menjadi bahaya bagi keamanan nasional," katanya.  Selain itu, doktrin militer dan nonmiliter berbeda. "Ini akan terkait dengan setiap operasi intelijen. Kalau bukan dari kalangan militer, target dan kepentingannya akan berbeda. Sebab doktrin militer itu jelas: keamanan dan keselamatan negara di atas segalanya," kata perwira itu.

Sumber: http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=62169:sutanto-kepala-bin-tni-digembosi&catid=77:fokusutama&Itemid=131

Pada saat SBY berduet dengan JK, bisa kita lihat bahwa SBY mampu dibidang konsep dan retorika (planning) , sedangkan JK yang melakukan tindakan (organizing and actuating) dan juga cepat melakukan evaluasi atas tindakan (controlling). Sebenarnya JK juga piawai dalam konsep, ide dan inovasi (planning) sebagaimana pengalaman beliau dalam dunia usaha, namun terbentur pada jabatannya hanya sebagai wakil presiden sehingga beliau hanya "mengusulkan" pada presiden.

Setelah kekuataan (power) berhasil diraih oleh SBY dalam pilpres 2009, SBY mencoba melakukan semuanya sendiri namun kegaduhan yang terjadi sehingga semakin menyadarkan kita bahwa memang "the real presiden" adalah Jusuf Kalla.

73.874.562 rakyat Indonesia yang memberikan suara pada SBY pada pilpres lalu, bisa saja berubah setelah melihat kepimpinan SBY tanpa kehadiran JK disisi beliau.

Kegaduhan Century dapat saja merupakan alasan utama rakyat untuk menarik legitimasi sang presiden. Tidak cukup sampai dengan beberapa pihak dalam pemerintahan yang menjadi korban. SBY harus bertanggung jawab atas kegaduhan Century.

Beliau tidak dapat membebaskan dirinya dari kegaduhan Century sebagaimana yang disampaikan oleh mantan Sekretaris KSSK Raden Pardede, bahwa "Berdasarkan Perppu JPSK (Jaring Pengaman Sektor Keuangan), dalam rangka bailout itu, secara peraturan memang tidak diharuskan meminta persetujuan Presiden dan pada saat itu memang tidak dimintakan karena dalam ruang lingkup KSSK," ujarnya.

Raden juga menegaskan, dari pihak KSSK juga tidak pernah menghubungi Presiden yang saat itu sedang dalam lawatan ke luar negeri untuk menghadiri pertemuan G20, terkait keputusan tersebut. "Presiden tidak kita libatkan dalam persetujuan tanggal 21 November 2008 karena itu wewenang KSSK. Jadi kita sama sekali tidak melibatkan,"

Sumber: http://inilah.com/berita/ekonomi/2009/11/24/184737/raden-keputusan-selamatkan-century-tak-libatkan-presiden/

Dalam dunia manajemen dan organisasi, kita ketahui prinsip dasar bahwa wewenang dapat kita delegasikan dalam organisasi namun tanggung jawab tetap pada pemimpin.

Rakyat tentu ingin selalu mengawasi pertanggung jawaban presiden atas kegaduhan-kegaduhan yang terjadi saat ini dan menggunakan prosedur hukum dengan baik untuk mendeligitimasi sang pemimpin jika diperlukan pada akhirnya .

Lebih baik rakyat terlambat menyadari kesalahan memilih pemimpin (mungkin disebabkan “salah informasi” calon pemimpin, keberhasilan "fox" dalam menutupi dengan pencitraan),  daripada negeri ini terlampau disibukkan dengan urusan kegaduhan.

Salam

Zon

======================================================

Berikut sumber lain tentang bagaimana SBY  menurut pendapat sebagian orang adalah tipe orang yang tak bisa membuat keputusan (indecisive)

Sumber: http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/message/127939 atau  http://erensdh.wordpress.com/2009/06/17/kilas-balik-langkah-politik-sby/

Ketika itu, tahun 2001, di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, stabilitas politik dan keamanan betul-betul goyah. Di Jakarta, atau kota besar lainnya, ancaman perampokan, pembunuhan, atau pencurian, merajalela. lampu merah (lampu lalu lintas) adalah daerah bahaya satu, karena di situ beroperasi kelompok `'Kapak Merah''. Ketika lampu merah menyala, tiba-tiba saja serombongan anak muda bersenjata kapak, pisau, atau golok -terkadang bersenjata api-menyatroni mobil yang sedang berhenti, memecahkan kacanya, lalu merampok penumpangnya, dan pergi seenaknya saja meninggalkan korban, yang tak jarang sudah dianiaya terlebih dulu. Polisi seakan tak berdaya. Itu menyebabkan rakyat terpancing menjadi main hakim sendiri. Maling motor yang tertangkap, dibakar hidup-hidup. Adegan mengerikan itu, merupakan pemandangan sehari-hari di mana-mana.

Itu belum seberapa. Berbagai daerah bergolak. Aceh, misalnya,seakan sudah terpisah dari Republik. Bayangkan, Presiden Abdurrahman Wahid, datang ke Banda Aceh, ketika itu, hanya berani sampai Masjid Raya. Bicara sebentar, ia langsung balik ke bandar udara, terbang pulang ke Jakarta. Di Ambon, Maluku, `'perang'' Islam - Kristen, mencapai puncaknya. Tak terhitung nyawa yang melayang, bangunan yang terbakar, atau perkantoran yang dimusnahkan. Peristiwa serupa terjadi di Poso, Sulawesi Tengah. Di berbagai daerah di Kalimantan, orang Dayak `'perang'' melawan suku pendatang, Madura. Korban tak lagi terhitung.

Nah, ketika itu yang menjadi Menko Polkam adalah Jenderal (Purn.) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang berambisi menjadi Presiden RI. Sebagai penanggungjawab stabilitas politik dan keamanan di kabinet, apa yang SBY lakukan? `'Ooh dia rapat terus, diskusi terus, sampai berbulan-bulan,'' ujar seorang Menteri yang ketika itu masuk jajaran Polkam. Sebagai hasil rapat-rapat yang melelahkan yang dipimpin SBY itu, dibentuklah Desk Aceh, Desk Ambon, Desk Poso, Desk Sampit, dan entah Desk apa lagi. Apa kerja Desk itu? Jangan tanya, karena mereka rapat terus, diskusi terus, seminar terus. `'Saya lihat orang-orang yang bunuh-bunuhan di Ambon, Poso, atau Sampit, sudah mulai capek. Mereka juga sudah capek membakar rumah, saking banyaknya rumah yang dibakar. Tapi rapat belum menghasilkan keputusan apa pun,'' kata Menteri tadi.

Suatu hari rapat berlangsung, dipimpin SBY. Seperti biasa, diskusi berlangsung seru di antara peserta rapat, dan SBY menjadi moderatornya, persis seperti diskusi atau seminar yang biasa dilakukan di hotel-hotel. Tiba-tiba, SBY memerintahkan Mayjen. Aqlani Maja, Staf Ahli Menhankam, yang bertugas mewakili Menhankam Mahfud MD, untuk memberikan pendapat. Konon, Aqlani langsung bicara, `'Pak Menteri, saya kira sudah lebih 3 bulan kita rapat terus. Semua kita diskusikan. Orang yang bunuh-bunuhan di Poso, Ambon, atau Kalimantan, tampaknya sudah capek, mereka sudah berhenti sendiri.Tapi rapat belum mengambil keputusan apa pun. Kalau Pak Menteri minta pendapat saya, apa saja yang Pak Menteri putuskan saya setuju. Yang penting, kita harus punya keputusan. Saya kira itu yang penting.'' Wajah SBY langsung merah-padam. Mungkin merasa malu, sekaligus marah, karena merasa dihina. `'Ini bukan rapat kedai kopi, yang hadir di sini, para Menteri,'' teriak SBY. Semua terdiam. Tapi beberapa Menteri, di antaranya, Menteri Otonomi, Prof. Ryaas Rasyid, secara sembunyi-sembunyi menunjukkan jempol jari tangannya kepada Aqlani, sebagai tanda mendukung. Rapat pun akhirnya bubar, sekali lagi: tanpa keputusan apa pun.

Menurut sebuah sumber, Aqlani berani bicara seperti itu, selain karena sudah kesal, mengikuti rapat yang melelahkan tanpa keputusan itu, ia memang sudah lama kenal watak atau kepribadian SBY. Ia dan SBY, sama-sama mengikuti pendidikan militer di Port Leavenworth, Amerika. Di sana pula, mereka sama mengikuti pendidikan S2, dan sama pula lulusnya. Sebelumnya, mereka pernah pula menjadi dosen di Seskoad, Bandung, ketika Komandan Seskoad dijabat Feisal Tanjung. Jadi rupanya, ia tahu betul, bahwa SBY itu adalah tipe orang yang tak bisa membuat keputusan (indecisive), apalagi keputusan itu berisiko.  Karena cacat personalitinya itulah, semasa menjadi Menko Polkam, nyaris tak satu pun keputusan penting -apalagi yang berisiko tinggi-datang dari kantor Menko Polkam. Kantor Menko Polkam, di kalangan para Menteri, sering diejek sebagai kantor `'Seminar''. Seperti diketahui, masalah Poso dan Ambon, akhirnya ditangani oleh Yusuf Kalla, yang ketika itu menjabat Menko Kesra yang kemudian muncul Perjanjian Malino I dan II.

Kalau saja SBY punya rasa malu, seharusnya ia mengundurkan diri dari kabinet, saat Malino I dan II ditandatangani, dan mendapat restu dari Presiden. Memang gara-gara Malino itu, SBY marah besar kepada Yusuf Kalla, yang telah mengambil alih wewenang dan tanggung jawabnya, tapi untuk mundur dari kabinet, tentu saja orang seperti SBY tak akan mau.

Ada lagi kisah dramatis, sekaligus memalukan. Sewaktu Aceh diputuskan menjadi daerah darurat militer, SBY menjadi pelaksana hariannya, pimpinan tertinggi adalah Presiden Megawati. Sejumlah pasukan yang dikirim dengan kapal, sampai setengah bulan terkatung-katung di tengah laut, karena SBY tak juga memutuskan sikap pemerintah untuk pendaratan pasukan itu. Malah ada yang bilang, pasukan itu sempat tiga hari kelaparan, karena persediaan makanan sudah habis.

Akhirnya, di tengah moral pasukan yang sudah hancur seperti itu, barulah mereka didaratkan, konon setelah Presiden Megawati turun tangan. SBY? Seperti biasa, tak bisa membuat keputusan berisiko seperti itu. Hobinya, cuma berbusa-busa bicara di TV dan koran, dengan bahasa yang selalu normatif karena takut berisiko kalau ucapannya salah- tapi disusun sesuai kaedah berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Tanyakanlah pada kawan dan lawannya, tentang cacat SBY itu.

Jawabannya pasti tak jauh berbeda: SBY tak bisa mengambil keputusan. Mana mungkin seorang bisa menjadi pemimpin apalagi menjadi Presiden, pengambil keputusan tertinggi yang sering penuh risiko dengan cacat personaliti yang sangat fatal seperti itu? Ini menjadi alasan pertama dan utama bagi rakyat untuk tidak memilih SBY si peragu.

Sabtu, 21 November 2009

Negeri Penuh Kesepakatan

Negeri Penuh Kesepakatan

Setelah memperhatikan permasalahan  KPK dengan POLRI, permasalahan Antasari dan permasalahan gaya kepemimpinan SBY, semakin menyadari kita bahwa negeri ini adalah negeri penuh kesepakatan, kesepakatan dalam kepentingan. Masih jauh jika mengharapkan tegaknya keadilan atau kebenaran. Klo beberapa pendapat mengatakan telah tegak hukum di negeri ini itu artinya sekedar sesuai aturan hukum, benar atau salah , itu tergantung kesepakatan dan kepentingan.

Perhatikanlah profesi pengacara, kadang dia berada di sisi orang yang “salah”, kadang dia berada di sisi orang yang “benar”. Yang terpenting “sesuai” aturan hukum, professional dan sesuai kesepakatan berdasarkan kepentingan masing-masing pihak. Kebenaran, keadilan, tanggung jawab kepada Tuhan itu masalah nanti.

Kasus BLBI, aspek hukum yang belum optimal, tindak lanjut dari hasil temuan BPK terhadap sejumlah kasus yang menjadi temuan dari audit BPK terhadap BLBI.  Menurut Ketua BPK, dari sekitar 50 pejabat Bank Indonesia dan 300 orang komisaris dan direksi bank yang telah dilaporkan ke Kejaksaan Agung karena tersangkut kasus BLBI, baru tiga orang pejabat BI dan 24 orang komisaris dan direksi bank yang kasusnya sampai ke pengadilan. Sisi aspek ekonomi telah terjadi kesapakatan. Pemerintah menerbitkan surat utang baru sebagai pengganti surat utang Nomor SU-001/ MK/ 1998 dan SU-003/ MK/ 1999.  Nama surat utang baru tersebut adalah Obligasi Negara Nomor Seri SRBI-01/ MK/ 2003 diterbitkan pada 7 Agustus 2003 dan mulai berlaku tanggal 1 Agustus 2003, tanpa indeksasi, berjangka waktu 30 tahun dan dapat diperpanjang.

Sumber: http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/Keuangan/2003/0811/keu1.html

Rakyat yang tidak tahu asal muasal kasus BLBI harus menuai getahnya menanggung beban pembayaran melalui APBN, sementara orang-orang yang diduga melakukan penyimpangan masih bebas berkeliaran. Presiden yang pada masa kampanye dikenal kemajuan dalam pemberantasan korupsi, pemimpin yang katanya selalu memperhatikan kebijakan sesuai dengan aturan hukum tampaknya telah bersepakat dalam hal aspek hukum kasus BLBI. Walaupun rakyat sampai saat ini tidak pernah tahu apa “isi” kesepakatan itu. Sebagian pihak menganjurkan dengan polosnya, ”lupakanlah masa lalu, mari kita berpikir untuk pembangunan dan kemajuan masa kini, klo gitu kita ndak akan maju-maju".

Kasus dana non budgeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). DKP mengutip pajak, retribusi, iuran, dan aneka pungutan dari rakyat. Sebagian dari uang rakyat itu disulap jadi “dana nonbudgeter” yang jumlahnya bagaikan, seperti kata lagu Bengawan Solo, “Air mengalir sampai jauh, akhirnya ke laut.”

Menurut kesaksian mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, sebagian dana Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) disumbangkan bagi para politisi yang ikut Pemilu dan Pilpres 2004.

Hanya seorang capres yang mengaku yakni Amien Rais. Amien Rais mengaku menerima dana Rp 200 juta langsung dari Rokhmin. Amien memberikan penjelasan pada KPK, bahwa Rokhmin memberikan cek perjalanan (traveller’s check) Rp 200 juta sebagai sumbangan untuk kepentingan pemilihan presiden. Uang itu selanjutnya ia serahkan kepada tim suksesnya, melalui Zulkifli Hasan, yang kini menjabat Sekretaris Jenderal DPP PAN.

Pada saat itu timbul ketegangan yang luar biasa antara Amien dengan SBY, seperti yang diuraikan di
http://www.depkominfo.go.id/2007/05/25/presiden-siap-tuntut-amien-rais-soal-dana-kampanye/

Setelah itu kasus ini tidak terdengar lagi sampai sekarang, mungkin telah terjadi sebuah kesepakatan.

Begitu pula seperti politisi sekarang yang kebanyakan pragmatis tidak lagi idealis, paginya mereka berdebat bahkan menjurus berkelahi, namun malam harinya ada kemungkinan ”bersahabat”.

Zaenal Ma’arif, dengan kepentingannya ingin membeberkan mengenai pernikahan SBY sebelum masuk Akmil, yang kemudian oleh SBY digugat sebagai pencemaran nama baik Presiden, namun akhirnya Zaenal Ma’arif malah masuk dan menjadi anggota DPR dari partai SBY.

Politisi  anggota partai koalisi pendukung SBY pun pada masa pilpres 2009, dengan jelas kita dapat  melihat berulang-ulangnya drama ”teriak” – ”sepakat” – ”teriak” lagi – ”sepakat” lagi - ......

Secara serdahana dan dapat kita mudah temukan, bagaimana kepolisian "membiarkan" penjual CD/VCD/DVD bajakan, yang terkadang berisikan pornografi yang merusak generasi muda. Penjual itu pun kadang kala dapat kita temukan  hanya beberapa meter dari kantor polisi. Entah kesepakatan apa yang terjadi dengan para penegak hukum.

”Kesepakatan” juga tentu timbul dan ”dilanjutkan” dalam masa kepemimpinan presiden SBY, seperti tindak lanjut kasus penculikan /penghilangan paksa aktivis 1997/1998, kasus Munir, Kasus-kasus pelanggaran HAM dll.

Beginilah kemajuan rakyat Indonesia yang semula disebut  bangsa yang ramah, kukuh dengan adat ketimuran, idealis, religius sekarang tanpa kita sadari  telah tercemar dengan apa yang disebut dengan paham kebebasan (liberalisme).  Paham kebebasan inilah yang mendorong dan membudayakan kesepakatan.

Lihatlah dengan paham kebebasan,  mereka berpendapat bahwa pornografi di”benar”kan dalam seni, pentas budaya , dll  Apapun perbuatan, kegiatan, kreasi yang dilakukan secara “damai”, sama-sama menjalankan hak, tidak saling menganggu satu sama lain, disepakati sesama manusia itulah yang menurut mereka kebenaran. Kebenaran yang relatif dan pragmatis. Urusan dengan Tuhan, menurut mereka adalah urusan individu semata dan bahkan itupun urusan “nanti”.

Begitu juga apa yang diteladani pemimpin/raja dari paham “kesepakatan” yakni Amerika Serikat. Demi hak mereka ”merasa aman”, maka dengan dasar sebuah ”kebohongan”, mereka dapat menyerang, menjajah sebuah negara seperti Irak, Afghanistan. Mereka membunuh dan menyiksa ribuan manusia. Mereka melakukan hal tersebut sama sekali bukan untuk menegakkan kebenaran namun mereka menegakkan apa yang telah mereka sepakati dan berdasarkan kepentingan mereka.

Untuk itulah saya mengkhawatirkan rakyat Indonesia yang mengenyam pendidikan di Amerika, sekembalinya mereka dari sana sebagian besar terkontaminasi,  menyebar-luaskan paham ”kesepakatan” yakni paham ”liberalisme”.

Dalam pengangkatan menteri KIB II,  SBY pun entah bagaimana, "sedikit melanggar" prosedur "fit & proper test" yang beliau tetapkan sendiri dalam pengangkatan menkes Endang yang lulusan pendidikan Amerika dan terkenal "dekat" dengan lingkungan Amerika walaupun  ”track record” Endang pernah melakukan ”pelanggaran”.  Begitu sulitnya mencari rakyat Indonesia untuk didudukan sebagai menteri dengan "track record" tanpa "pelanggaran" dalam hidupnya . Porsi menteri yang lulusan Amerika atau ”keterkaitan” dengan Amerika, juga cukup banyak di KIB II. Sumber: http://www.suara-islam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=262:menteri-pesanan-paman-sam&catid=62:suara-utama&Itemid=104

Hal ini mengingatkan kita pada pernyataan beliau,  “I love the United State, with all its faults. I consider it my second country” ?

Sumber: http://english.aljazeera.net/archive/2004/07/20084913557888718.html

Entah apa sebenarnya kesepakatan dengan Amerika ?

Apakah ini sesuai dengan isyarat Allah dengan bencana-bencana alam di bumi kita tercinta ini ?

Wallahu a’lam

Senin, 16 November 2009

Kezuhudan Pemimpin

Sebagian orang mengatakan bahwa sufi mengajak orang mukmin agar menghindari nikmat-nikmat duniawi, meninggalkan pakaian-pakaian yang elok, makanan-makanan yang lezat dan tak mau tinggal di tempat-tempat yang mewah. Mereka mencela orang-orang yang menikmati pemberian-pemberian Ilahi ini, dan mencap orang-orang seperti itu sebagai “ahli dunia” dan jauh dari sisi Allah.

Bagi saya tidak ada yang salah tentang kesufian. Namun perlu kehati-hatian dalam memahaminya, karena sufi itu halus dan begitu besar godaan syetan sehingga sekali tersesat maka itu akan jauh dari "jalan yang lurus".

Sufi bukanlah ajaran atau seolah mazhab baru, namun sekedar pengelompokan dari ajaran Islam yang berhubungan dengan pengenalan diri, penyakit hati, pensucian hati/diri, untuk menghadap ke hadirat Allah.

Sufi bukanlah menjauhi/menghindari dunia yang dikenal dengan zuhud namun sejauh yang saya pahami, konsep zuhud adalah meletakkan dunia pada tangan dan menempatkan akhirat pada hati kita. Apapun yang menarik dari kehidupan didunia tidak akan memalingkan kita dari Allah sang pencipta.

Kita berusaha/berupaya/berikhtiar di dunia sebagai bekal di akhirat.

Sesuai firman Allah, "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku" (Az Zariyat 56)

"Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputmu" (al Hijr 99).

Sufi adalah suatu sarana untuk mendalami ihsan. Dengan pemahaman sufi yang baik, sebagai contoh kita dapat segera meninggalkan pekerjaan/usaha ketika mendengar azan dan mensegerakan mendirikan sholat dan mengupayakan yang terbaik yakni mengikuti sholat berjamaah bagi pria.

Bagi pria, ketika kita dapat mendengarkan azan dengan jelas dan masjid/musholla dalam "jangkauan", maka lebih baik kita berjama'ah di masjid/musholla. Kalau kita cinta dunia dan mengikuti kecondongan hati yang keliru maka hal ini akan berat dilakukan.

Bagi yang memahami sufi tentu bukanlah sosok yang sempurna tetap saja ada kemungkinan keliru/ berbuat salah. Namun biasanya ketika mereka keliru / berbuat salah maka insyaallah mereka akan segera beristighfar. Bagi mereka yang memahami sufi, mereka akan berupaya  selalu bersama Allah dalam menjalankan kehidupan di dunia ini. Mereka adalah lemah sehingga mereka selalu membutuhkan Allah.

Berdasarkan uraian diataslah maka saya menamakan blog saya sebagai mutiarazuhud.wordpress.com.

Dalam blog tsb ada artikel seputar sufi antara lain,

Seputar sufi dan yang saya alami

Mengapa harus berserah

Inginkah anda bahagia

Salah satu tokoh sufi yang tulisan-tulisan yang baik untuk dipahami adalah tulisan-tulisan dari Ibn Athoillah.

Mohon maaf,  blog saya beberapa tulisan terakhir adalah seputar politik untuk mengingatkan mereka yang cinta dunia.

Bagi saya menjadi seorang pemimpin adalah berat dan mereka harus menyadarinya.  Sebagai pemimpin sebaiknya meneladani sebagai contoh Khalifah Umar bin Abdul Aziz RA.

Meskipun Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari kalangan Bani Umayah yang terbiasa hidup mewah, namun pada kenyataannya ia lebih suka hidup sederhana. Bahkan terkenal dengan kezuhudan serta kewara’annya.

Pernah ada suatu malam ketika Khalifah Umar sedang memeriksa dokumen didalam kamar kerjanya dengan memakai lampu milik negara, tiba-tiba sang istri mengetuk pintu.

Umar segera mempersilahkan masuk dan bertanya: “Ada keperluan apa dinda datang kemari, keperluan pribadi atau negara?”

Tatkala istrinya menjawab bahwa ada urusan pribadi, Umar segera memadamkan lampu tersebu. Tentu saja wanita itu sangat terkejut atas pebuatan suaminya. Selanjutnya khalifah memberikan penjelasan, bahwa dalam urusan pribadi sangat tidak tepat jika memakai lampu yang minyaknya dibeli dengan uang dari kas negara.

Di malam yang lain ketika khalifah sedang menulis, kedatangan seorang tamu. Sementara lampu penerangan yang dipakai hampir padam karena kehabisan minyak. Melihat hal itu sang tamu segera meminta ijin untuk memperbaiki lampu tersebut, namun khalifah menolaknya. “Jangan, sangat tidak baik jika seseorang memperlakukan tamunya sebagai pelayan. Dan itu bukan akhlak mulia.”

Tamu: “Kalau begitu, biar saya bangun kan pelayan.”

Khalifah : “Jangan, ia baru saja tidur karena dari tadi belum merasakan kelezatan bantalnya.”

Khalifah segera mengisi minyak pada lampu tersebut.

Tamu : “Wahai aminul mu’minin. Kenapa anda sendiri yang mengisi minyak ke dalam lamput itu?

Khalifah : “Kenapa ? Kalau saya pergi, tetap sebagai Umar. Pulang pun tetap Umar, tidak kurang sedikitpun dengan apa yang saya lakukan tadi, bukan ? Selamanya saya tetap Umar.”

Pada suatu hari datang seseorang dengan membawa hadiah yang aka diserahkan kepada Khahfah Umar. Tetapi khalifah menolak, sehingga orang tersebut bertanya: “Bukankah Nabi dahulu suka meneri ma hadiah?”

Khalifah Umar menjawab dengan singkat dan tegas: “Hadiah pada zaman Nabi adalah benar-benar hadiah, sedangkan pada saat ini adalah bentuk lain dari suap atau kolusi.”

Sumber: http://tabloid_info.sumenep.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1643&Itemid=32

Demikianlah contoh kezuhudan walaupun beliau dari kalangan yang terbiasa hidup mewah. Sekarang kita tengok dengan fakta terkini dari pemimpin-pemimpin di negeri kita yang dianugerahkan Allah sumber daya alam yang begitu besar.

Wakil-wakil rakyat dengan senang hati menerima kendaraan dengan harga ratusan juta bahkan sampai milyar rupiah ditengah rakyatnya yang menurut Bank Dunia 50% rakyat Indonesia berpendapatan Rp. 600.000 per bulan.

Mereka mengatakan hal ini kewajaran atas “pencapaian” mereka pada posisi saat ini. Mereka beralasan bahwa mereka adalah orang-orang yang pandai menggunakan ni’mat Allah, sehingga mereka berpendidikan tinggi bahkan lulusan Amerika sehingga saat ini wajar menikmatinya.

Jikalau orang lain atau rakyat yang diwakili mereka dengan pendapatan Rp. 600.000 per bulan, mereka anggap wajar karena mereka rata-rata malas dan berpendidikan kurang ?

Beberapa lagi meneladanai sebagian pernyataan Imam Ja’far Ash-Shadiq, guru dari seluruh imam-imam mazhab dalam Islam bahwa jika hidup di suatu masa dimana keperluan–keperluan hidup mudah didapat dan kondisinya mengizinkan kita untuk menikmati pemberian-pemberian Ilahi, maka yang paling berhak untuk menikmati karunia dan nikmat-nikmat Allah tersebut adalah orang-orang yang saleh dan bertakwa, bukan orang-orang fasiq, bukan orang-orang kafir, melainkan orang-orang Muslim

Disisi lain mereka melupakan pernyataan Imam Ja’ far Ash-Shadiq saat berdialoq dengan Sufyan Al-Tsury (yang terlampau sempit mengartikan zuhud). Seperti di sampaikan oleh Imam Ja’far Ash-Shadiq bahwa “Sejak masa baligh-ku sampai sekarang, tidak pernah malam dan siang berlalu tanpa aku menyadari apakah hak orang lain masih ada di tanganku atau tidak. Kalau ada, segera aku lunasi dan kusampaikan kepadanya.”

Jadi Imam Ja’far Ash-Shadiq mengingatkan kita bahwa boleh hidup mewah / berkecukupan asalkan peduli dengan lingkungan, apalagi sebagai orang pemimpin harus terlebih dahulu memperhatikan rakyat yang dipimpinnya.

Coba perhatikan lingkungan seperti yang disampaikan di http://infoindonesia.wordpress.com/2008/03/17/dari-sabang-sampai-merauke-rakyat-indonesia-mati-kelaparan/

Atau perhatikan bagaimana pemimpin membiarkan rakyatnya sebagai contoh korban lapindo yang merana bertahun-tahun sedangkan menteri-menteri sedang mempertimbangkan kenaikan gaji.

Bahkan pemimpin seperti kita dengar dalam rekaman yang diperdengarkan pada sidang MK, bahwa karena uang memungkinkan untuk pengaturan keadilan / penegakan hukum.

Sebaliknya mereka mengatakan bahwa mereka akan berlaku adil jika tingkat pendapatan mereka layak seperti yang mereka inginkan. Mereka seolah-seolah menyandarkan segala tindakan di dunia berdasarkan uang semata tanpa menyadari bahwa takdir Allah yang menetapkan mereka sebagai penegak hukum. Maaf,  mereka cinta dunia dan mereka bagaikan menuhankan uang. Nauzubillahi min zalik.

Disisi lain, pemimpin di Bank Indonesia, mereka dengan tingkat pendapatan tinggi bahkan menurut kabar melebihi presiden ? namun hasilnya mereka tetap saja memberikan unjuk kerja yang mengecewakan seperti kasus Century. Mereka cukup berkata maafkan atas kelalaian kami dalam pengawasan. Uang sebesar 6,7 Trilyun cukup untuk mencegah rakyat yang mati karena kelaparan / sakit.

Ingatlah kematian rakyat karena ulah kepemimpinan akan diminta pertanggung jawaban kelak di akhirat.

Sebagai contoh terkini, bagaimana bisa pemimpin seperti menkes Endang Rahayu, membiarkan tanpa pengusutan, kematian 8 orang rakyat setelah pengobatan massal filariasis di Kabupaten Bandung dan dengan cepat beralasan kematian disebabkan penyakit bawaan semata. Padahal sebagian rakyat yang “selamat” setelah pengobatan massal mengeluh pusing, mual, dan muntah.

Sumber: http://bandung.detik.com/read/2009/11/16/120335/1242456/486/usut-insiden-kaki-gajah-polres-bandung-periksa-plt-kadinkes

Logika sederhananya andaikan kedelapan orang yang meninggal dengan penyakit bawaan tsb, tentu ada kemungkinan tidak meninggal jika tidak mendapatkan pengobatan missal. Besar kemungkinan ada efek samping dari pengobatan dengan penyakit bawaan yang mereka derita.

Semoga para pemimpin, pejabat publik di negeri kita dapat memahami arti kezuhudan sesungguhnya. Sebaiknya janganlah hidup berlebihan jika sebagian besar rakyat hidup kekurangan.

Ibarat makan yang baik, sebagaimana dicontohkan Rasulullah,  maka sebaiknya cukuplah sekedar untuk menegakkan tulang punggung.

Wassalam

Zon di Jonggol

Kamis, 12 November 2009

Khawatir Hak Angket Century

Ruhut menuturkan, sampai saat ini masalah Century masih dikaji oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan belum ada hasil audit akhirnya. Karena itu, Ruhut pun mengingatkan kepada anggota fraksi lainnya, terutama dari partai koalisi, agar tidak sesumbar mengeluarkan pernyataan usulan hak angket.

“Kami dari Komisi III saja belum terima laporan audit BPK. Kami ingatkan Golkar dan PKS bahwa mereka bagian dari koalisi, jangan lupa dengan itu, apalagi ada menteri mereka di kabinet,” pungkas Ruhut yang juga ketua DPP Partai Demokrat ini

http://www.rakyatmerdeka.co.id/news/2009/10/28/83170/SKANDAL-BANK-CENTURY-Usul-Hak-Angket,-Partai-Koalisi-SBY-Diingatkan-Kontrak-Politik

“Masak isi kontrak politik kayak gitu?  Tidak boleh membongkar hal-hal yang tidak baik,” kata analis politik Umar S Bakry pada Rakyat Merdeka Lain, sesaat lalu (Rabu, 28/10).

Menurutnya, apa yang dilakukan beberapa partai koalisi SBY-Boediono dengan menggulirkan wacana kritis terhadap skandal yang melibatkan wapres Boediono dan menteri keuangan Sri Mulyani bukanlah dalam kerangka mengancam kekuasaan SBY.

Sumber: http://www.rakyatmerdeka.co.id/news/2009/10/28/83171/Kontrak-Politik-SBY-Berisi-Larangan-Membongkar-Skandal-Century?

Wahai anggota DPR yang terhormat,
kami, rakyat mengingatkan anda bahwa anda adalah wakil rakyat!, dipilih langsung oleh kami. Anda bukanlah wakil pemerintah maupun partai politik. Siapa lagi yang akan mengawasi kebijakan pemerintah  yang jika ada kemungkinan merugikan rakyat ?
Apakah anda meminta kami untuk unjuk kekuatan (people power) ?
Sebaiknya anda melaksanakan tugas perwakilan rakyat dengan sebaik-baiknya karena gerakan people power akan menganggu stabilitas politik, keuangan dan keamanan.

Kekhawatiran anda akan mekanisme hak angket dan anda menghubungkan dengan sebuah ikatan yang disebut kontrak politik, memperlihatkan kemungkinan sebuah kegentingan.
Kalau tidak ada yang salah dalam pengambilan kebijakan pemerintah dalam kasus Century, kenapa anda harus khawatir?

Hak Angket diperlukan segera ! berbarengan dengan audit yang dilakukan oleh BPK.  Anda harus berpacu dengan waktu, dengan uang dari kamilah anda menerima penghasilan setiap bulan.

Apakah hak angket akan membatalkan kontrak politik ?
Lebih baik kontrak politik batal daripada anda-anda anggota dewan terhormat bekerjasama dalam sebuah kejahatan, andaikan kebijakan pemerintah dalam kasus Century itu adalah sebuah kekeliruan.
Semoga saja bukan suatu kekeliruan.

Rabu, 11 November 2009

Pendudukan 3 kursi KPK

Jika benar penahanan Antasari Azhar dikondisikan pejabat Polri seperti disebut Wiliardi Wizar dalam persidangan, semakin jelas adanya kemungkinan upaya pelemahan KPK, dengan "menduduki" 3 kursi kepemimpinan KPK diantara 5 kursi kepemimpinan.

Tampaknya ada kemungkinan "kegentingan" lain yang dirasakan Presiden saat mengeluarkan perppu KPK. Kasus-kasus yang diperiksa KPK (Antasari team) sebelum dikriminalisasi bisa menjadi alasan utama dan perlu diungkap dan kita amati yakni, seperti Kasus Century, Pelelangan di KPU, Validasi dana kampanye dan asal usulnya, Jhonny Alen Marbun pada Kasus AH Jamal dan penyidikan lainnya.

Dengan terlihat banyak pihak di kepolisian yang berupaya "menjerat" pimpinan KPK, ada kemungkinan bahwa hal ini bukanlah kepentingan pribadi / oknum polri namun mengarah kebijakan bersama.

Berdasarkan fakta ini maka Presiden sebaiknya secepatnya memberhentikan kepala Polri sebagai pertanggung-jawaban pimpinan kepolisian dan memberhentikan pihak-pihak yang terlibat.

Jikalau presiden ragu-ragu, tidak tegas dalam pengambilan keputusan maka semakin beredar rumor di tengah masyarakat bahwa bagaimana beliau akan memberhentikan, jikalau beliau yang memerintahkan ? Benar-benar sebuah tuduhan bersifat gosip tanpa fakta dan presiden harus peduli akan rumor itu. Sebagaimana kepolisian seperti tidak bisa menangkap Anggodo dikarenakan ada kemungkinan Anggodo sedang "melaksanakan" tugas kepolisian?

Mudah-mudahan kasus yang kemungkinan terkuak di kepolisian, hanya semata-mata ketidak profesionalan kepolisian semata. Namun yang saya sangat sayangkan, jika benar kasus Nasrudin adalah skenario kepolisian maka hal itu sudah menghilangkan nyawa manusia, masyarakat Indonesia. Disisi lain slogan kepolisian adalah sebagai pelindung masyarakat.

Manajemen sumber daya manusia pa SBY ada kecenderungan lemah. Beliau menempatkan pimpinan baik menteri, kepala polri, kejaksaan, gubernur BI dan lainnya sedikit tidak memperhatikan "track record".

Sebagai contoh adalah pendudukan menteri kesehatan yang baru di KIB II. Memang beliau pintar, sanggup, lulusan pendidikan yang tinggi namun kita ketahui dalam sejarah karirnya ada sebuah pelanggaran yang pernah dilakukannya.

Pendapat saya,  jabatan setingkat menteri harus dijabat oleh orang pilihan dengan track record tanpa cela dan juga kejujuran. Kejujuran dapat dilihat dari kesesuaian perkataan/pernyataan dengan perbuatan yang telah dilakukan.

Begitu juga pada bulan Mei 2008, SBY mendudukan "calon tunggal" Boediono sebagai Gubernur BI ditengah kekhawatiran masyarakat akan posisi strategis tersebut pada bagi masa kampanye 2009 dan menjadikan BI sebagai ATM Partai Politik.

Independensi BI sedikit terganggu dengan usulan calon tunggal tanpa pilihan lain bagi DPR,  sehingga ada kemungkinan "pemaksaan" kepentingan pemerintah.  Rumor yang beredar adalah dalam rangka suksesi 2009.

Pada saat uji kelayakan dan kepatutan Gubernur BI, dari 46 anggota Komisi XI yang hadir, 45 orang memilih Boediono. Hanya satu orang yang menolak yakni Drajad H Wibowo, politisi PAN. Hanya beliaulah yang menolak dengan alasan track record Boediono.

Dradjad mengungkapkan, ada dua alasan yang menyebabkan dirinya menolak Boediono. Pertama, ketidakcocokan kebijakan. Kedua, Boediono tak memberikan jawaban tuntas mengenai keterlibatannya dalam pengucuran BLBI."Saya tidak memperoleh klarifikasi yang tuntas mengenai keterkaitan beliau dalam BLBI. Pak Boed (maksudnya Boediono) hanya menjawab secara umum. Ketika saya tanya-tanya tanggal-tanggalnya,. beliau tidak menjawab karena keburu hujan interupsi." jelasnya.

Sumber: http://www.pajak.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=5166:boediono-resmi-gubernur-bi- selasa-8-april-2008&catid=91:berita&Itemid=182

Track record Boediono lainnya seperti yang disampaikan pada Tabloid Suara Islam EDISI 42, Tanggal 18 April – 1 Mei 2008 M/11 – 24 Rabiul Akhir 1429 H, Sumber: http://www.mail-archive.com/ekonomi-nasional@yahoogroups.com/msg09985.html (maaf sudah tidak dapat diambil dari situs aslinya www.suara-islam.com)

Catatan tentang Boediono,

  • Saat menjadi Direktur di Bank Indonesia, Boediono adalah pejabat yang setuju meliberalkan perbankan,

  • Ia ikut menyalurkan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk Bank Arya Pandu Arta dan Bank Danamon

  • Sebagai Kepala Bappenas, ia adalah anggota Tim Perancang Rekapitalisasi Perbankan bersama Menteri Keuangan Bambang Subiyanto dan Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita sehingga negara terbebani Rp 422,6 trilyun. Karena APBN terbebani Rp 50 60 trilyun per tahun, saat jatuh tempo pada tahun 2033, total beban menjadi sekitar Rp 1800 trilyun

  • Menteri Keuangan yang paling bertanggung jawab dalam penjualan perbankan yang direkapitalisasi sehingga perbankan nasional kini dikuasai asing

  • Dia adalah pejabat yang setuju Blok Migas Cepu dikuasai Exxon Mobile

  • Sebagai Menteri Koordinator yang menerbitkan banyak kebijakan liberalisasi di era Kabinet Indonesia Bersatu yang ternyata memiskinkan secara struktural

  • Acap kali ditegur secara terbuka oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam rapat-rapat kabinet di bidang ekonomi karena dianggap lamban dan tak berani mengambil keputusan penting

  • Dikenal sebagai pelaksana mekanisme pasar yang tangguh sebagaimana yang dituliskannya dalam buku 70 tahun Widjojo Nitisastro dengan mengatakan, “Kita harus mencegah kembali peranan etatisme…”

  • Business Week menyebut Boediono sebagai sahabat IMF paling hangat.


Gubernur BI  Boediono bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang juga mempunyai track record pertemanan dengan Amerika Serikat (berkiblat pada Washington Consensus) membantu presiden mengeluarkan Perpu No. 2 Tahun 2008  dan Perpu No 3 Tahun 2008 tertanggal 13 Oktober 2008, yang mana alasan dikeluarkannya kedua Perpu tersebut karena krisis Global dan krisis yang dialami Amerika  serikat.
Pada Tanggal 15 Oktober 2008 Presiden mengeluarkan Perpu No 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), Perpu ini ditolak DPR RI karena ada pasal yang didalamnya bertentangan dengan UUD 1945, yang mana Presiden berusaha memberikan kekebalan hukum terhadap  Menteri Keuangan, Gubernur BI serta siapapun yang menjalankannya.
Sumber:  http://kp3i.org/news.php?default.0.0

Pasal 29 yang menyebutkan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat dituntut di muka hukum bila semua kebijakannya mengatasnamakan JPSK.  Sebuah pasal yang aneh, karena di dunia ini tidak ada permasalahan baik seperti krisis keuangan, krisis global  yang diatasi dengan sebuah kejahatan / pelanggaran hukum.

Sebagai orang beriman, sebaiknya kita yakin bahwa Allah memberikan cobaan / permasalahan yang tidak melebihi kemampuan manusiaTidak ada pencampuran antara yang Hak dan Bathil. Sebagaimana Firman Allah, “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (QS Al Baqarah 2 : 42)

Janganlah diitiru kebijakan yang tidak beriman dari Amerika Serikat.  Mereka dapat menjalankan kebijakan Bathil untuk penegakan yang menurut mereka Hak.  Sebagai  contoh mereka dapat menyerang, menguasai dan menjajah Irak dengan sebuah "kebohongan" demi sebuah "rasa aman". Begitu pula kejahatan kebijakan Amerika Serikat lainnya seperti di Afghanistan, Palestina yang dibiarkan selalu oleh PBB.

Dalam rangka krisis keuangan Boediono sebagai Gubenur BI,  "melihat" kebutuhan perubahan CAR untuk Bank  dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No. 10/30/PBI/2008 - Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/26/PBI/2008 - Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) Bagi Bank Umum.  Perubahan pada Pasal 2 ayat 2, Bank yang dapat mengajukan permohonan FPJP wajib memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum (capital adequacy ratio) positif yang semula Bank yang dapat mengajukan permohonan FPJP wajib memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum (capital adequacy ratio) paling kurang 8% (delapan persen).

Saat ini kembali masyarakat sangat memperhatikan kasus Century yang diibaratkan sebagai BLBI jilid II.

Presiden SBY kembali membantah track-record kebijakan Boediono yang neo-liberalisme dan yang disebut oleh sebagian masyarakat sebagai "Mafia Berkeley", pada saat beliau mendudukan Boediono sebagai calon wapres pendampingnya 2009-2014.

Dari fakta-fakta diatas tampak bahwa presiden SBY dapat mengabaikan "track record" dalam mendudukan pemimpin / pejabat publik jikalau itu berhubungan pula dengan Amerika.

Apakah benar SBY pendukung tatanan dunia baru (the New World Order) ?

Tujuan serta misi dari new world order sangat sederhana.

  • Menciptakan satu pemerintahan dunia.

  • Satu pemimpin dunia.

  • Satu kepercayaan dunia.

  • Menjaga dan melindungi ras unggul melalui pengendalian jumlah penduduk.

  • Warga negara dunia ketiga akan menjadi pembantu dan buruh.


Sumber: Deadly Mist, Upaya Amerika Merusak Kesehatan Manusia, Jerry D. Gray, Sinergi Publishing, 2009 hal 14

Apakah benar 1/2 nasionalisme SBY kepada Amerika sebagaimana pernyataan beliau, "I love the United State, with all its faults. I consider it my second country" ?

Sumber: http://english.aljazeera.net/archive/2004/07/20084913557888718.html

Aljazeera memaparkan betapa Sby sangat mencintai Amerika, seperti negaranya sendiri.

Apakah benar isu yang menyatakan bahwa Susilo Bambang Yodhoyono adalah “Agen Tanam” US?

Agen tanam Amerika, adalah orang-orang lokal yang didekati oleh pihak Amerika, yang pro terhadap Amerika, tidak memiliki agenda negatif terhadap Amerika dan pada masa tertentu Amerika akan memanfaatkan orang tersebut untuk menjalankan agenda Amerika di tempat di mana orang tersebut tinggal.

Sebagaimana rumors masyarakat bahwa penempatan menteri Kesehatan Endang Rahayu dalam rangka SBY menjalankan agenda Amerika ?

Baru sebulan yang lalu Siti Fadillah merilis surat penghentian hubungan kerjasama kesehatan dengan Amerika Serikat lewat NAMRU-2, sehari setelah dilantik Endang justru menyatakan bahwa dirinya ingin meneruskan kerjasama dengan Amerika Serikat. Kerjasama itu kini berganti nama menjadi Indonesia United Center for Medical Research (IUC). "Kerjasama Indonesia-Amerika ini luas, salah satunya laboratorium biomedis," ujarnya tanpa rasa bersalah. Menurut Endang, kerjasama dibidang Biomedis ini salah satunya untuk pengembangan vaksin, alat diagnostik, identifikasi virus, bakteri, dan laini-lain. Jadi tampaknya dengan lembaga baru ini sebenarnya apa yang selama tiga dasawarsa dilakukan NAMRU-2 akan tetap diteruskan. Hanya namanya saja yang diganti sementara Indonesia tetap menjadi ladang plasma nutfah biomedis dan rakyatnya menjadi kelinci percobaan.

Sumber: Suara Islam, Edisi 77, 6-20 Nopember 2009, hal 5

Padahal kejahatan pemerintah Amerika Serikat dengan pembuatan zat-zat biologi, kimia dan rekayasa penyakit seperti flu burung, sars, aids dan penyakit-penyakit mematikan lainnya yang sebagian dari penelitian virus dan bakteri sudah dibongkar habis oleh Jerry D. Gray dalam bukunya Deadly Mist, Upaya Amerika Merusak Kesehatan Manusia, Sinergi Publishing, 2009.

Buku ini diberi catatan oleh Siti Fadilah Supari, mantan menteri kesehatan. Beliau memberi catatan bahwa, "Buku ini luar biasa, suatu catatan kenyataan yang tidak terbayangkan sebelumnya".

Dalam buku ini tertuang dimulai kejahatan Amerika Serikat, dimana Jenderal Jeffrey Amherst memusnahkan orang-orang Indian dengan penyakit cacar sampai dengan uraian kemungkinan kepentingan perusahaan farmasi dunia sepeti Bayer, Bristol Meyrs, Squibb, Merck & Co dll menciptakan kebutuhan masyarakat dunia dengan merekayasa penyakit ?

Semoga SBY dapat menyadari kemungkinan kekeliruannya dalam mendudukan pejabat publik, karena pada saat ini kekeliruan presiden, kemungkinan besar tidak lagi dikritisi, diganggu, dipertanyakan oleh DPR karena saat ini DPR telah diduduki oleh mayoritas koalisi Presiden sebagaimana dicontohkan oleh komisi III DPR dalam kesimpulan dengar pendapat dengan Polri.  Setali tiga uang.

Jumat, 06 November 2009

Kegentingan PERPPU KPK

Kegentingan PERPPU KPK

(Ayo dukung, ingatkan, desak KPK tuntaskan investigasi kasus Century)

Akhirnya apa yang saya tulis di
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2009/11/04/penegakan-hukum-dan-century/
dan
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2009/11/02/kpk-vs-polri-dan-kasus-century/
menjadi perhatian banyak pihak dan dukungan kian menguat.

Berita dukungan antara lain dapat dilihat di:

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/11/06/04003571/isu.beralih.ke.century

Marilah kita dukung dan mengingatkan KPK untuk lanjutkan mengusut tuntas kasus Bank Century, sambil pararel/bersamaan dengan menunggu audit BPK.
Kasus bailout bank Century ini menjadi persoalan besar karena pemerintah dalam hal ini LPS hanya meminta ijin kepada DPR untuk menalangi sebesar Rp 1,3 triliun sementara total yang dikeluarkan LPS menjadi sebesar Rp6,72 triliun. Selisih yang sangat besar ! dan kecil kemungkinan merupakan kebijakan yang diambil setingkat LPS.

Jika ada kekeliruan dalam pengambilan kebijakan pemerintah tersebut adalah terlampau riskan jika diusut hanya oleh lembaga penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan, yang kita ketahui saat ini ketidak-percayaan masyarakat berdasarkan rekaman yang diperdengarkan pada siding MK.

Untuk itulah kita sangat mengharapkan sebuah lembaga independent seperti KPK untuk mengungkapkan kasus Century, walaupun saat ini makna independent KPK ada kemungkinan "dicederai" oleh PERPPU mengenai penunjukan pelaksana tugas pimpinan KPK.

Adakah kemungkinan Presiden merasakan "kegentingan"  yang lain dalam mengeluarkan PERPPU KPK ?

Agak aneh memang melihat pimpinan KPK,  Bibit & Chandra "disibukkan" oleh pihak kepolisian.

Maaf, pihak  Kepolisian pun terlihat seperti tidak ikhlas jika Bibit & Chandra harus kembali bertugas di KPK.  Hal ini bisa dilihat dari dakwaan yang berubah-ubah dan tidak jelas.

Hampir-hampir saja Bibit dan  Chandra benar-benar tidak bisa kembali lagi bertugas di KPK, Alhamdulillah terbit putusan sela MK atas permohonan uji materi yang diajukan Chandra dan Bibit yang meminta agar pasal pemberhentian tetap tersebut dihapus.

Mereka menilai ketentuan itu bertentangan dengan konstitusi. "Pemberhentian tetap pimpinan KPK saat menjadi terdakwa melanggar azas proporsionalitas," kata Chandra di persidangan.

sumber: http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2009/10/26/brk,20091026-204603,id.html

Dalam rapat dengar pendapat antara Komisi III DPR RI dan Kapolri pun (yang jarang-jarang bersifat terbuka), pihak kepolisian seperti terlihat "memaksa" argumen/opini sehingga keliru.

Sebelumnya Kapolri mempersoalkan pencekalan Putronefo yang baru dilakukan pada September 2009. Padahal, Putronefo adalah dirut. Sedangkan Anggoro yang hanya sebagai komisaris telah dicekal sejak Agustus 2008. Namun, argumen Kapolri ini berubah setelah mengklarifikasi pencekalan Putronefo.

sumber : http://www.detiknews.com/read/2009/11/06/000202/1236242/10/anggota-fpks-persoalkan-klarifikasi-kapolri-soal-pencekalan-putronefo

Dalam rapat yang sama,  kembali terlihat pemaksaan argumen/opini.

"Tidak pernah ada pencabutan kesaksian dari Ari Muladi," tegas Kapolri dalam rapat dengan Komisi III. Kapolri mengatakan apa yang disampaikan Ari Muladi dalam BAP masih sama dan tidak pernah dicabut. Keterangan Ari Muladi bahwa ia tidak mengenal pimpinan-pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap bohong.

Sumber : http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/11/05/23393546/ari.mulady.dianggap.bohong.kesaksian.awal.tetap.jadi.pegangan

Bantahan / penegasan  Ari Muladi disiarkan secara eksclusive oleh MetroTV sekitar pukul 9 malam

Sumber : http://www.mediaindonesia.com/read/2009/11/11/104366/16/1/Ary_Muladi_Mengaku_tidak_Kenal_Ade_Chandra_maupun_Bibit

Jikalau KPK masih disibukkan oleh pihak kepolisian dan maaf, seperti "dibiarkan" oleh presiden karena beliau taat pada prinsip untuk tidak mencampuri proses hukum atau sesungguhnya beliau sangat menyetujui langkah kepolisian, maka harapan lainnya adalah dari kalangan DPR dengan segala mekanisme yang ada seperti hak angket.

Jikalau DPR pun mayoritas "mengamankan" kebijakan pemerintah dan tidak lagi merepresentasikan rakyat maka apakah mungkin terjadi rakyat menggelar kekuatannya (people power) ?

Tentu hal ini tidak kita inginkan karena bahaya bagi stabilitas politik dan
ekonomi.

Salam

Zon

Rabu, 04 November 2009

Penegakan Hukum dan Century

Penegakan hukum dan Century

Keberhasilan polri menumpas orang-orang yang dilabeli "teroris" dengan "membunuh" mereka tanpa berikan kesempatan lagi memberikan pernyataan atau pembelaan diri dengan alasan tingkat bahaya yang tinggi, seketika sirna dengan ketidakpercayaan rakyat terhadap polri setelah mendengarkan rekaman yang diperdengarkan pada sidang MK.

Ketidakpercayaan rakyat akan penegakan hukum pada lembaga yang ada seperti kepolisian dan kejaksaan, sangat membahayakan, terlebih saat ini ada kasus Century, penyedot uang negara 6.7 Trilyun, kasus terbesar sejak era reformasi !

Pada saat keputusan bailout diambil, wapres saat itu, Jusuf Kalla dengan tegas menolak dan menyatakan bahwa masalah Century bukan masalah karena krisis tapi itu perampokan, kriminal.   Namun akhirnya pihak lain yang memutuskan dengan alasan bahwa bailout Century harus dilakukan untuk mencegah dampak yang lebih buruk ketimbang menutup bank itu. Selain karena bank itu bersifat sistemik, kasus bank Century juga terjadi pada saat puncak krisis keuangan global yang dampaknya sangat besar jika bank itu tidak diselamatkan pemerintah.

Kasus bailout bank Century ini menjadi persoalan besar karena pemerintah dalam hal ini LPS hanya meminta ijin kepada DPR untuk menalangi sebesar Rp 1,3 triliun sementara total yang dikeluarkan LPS menjadi sebesar Rp6,72 triliun.

Bailout bank Century kemungkinan dapat "menenangkan" nasabah bank Century, namun tidak akan mengatasi masalah yang dihadapi nasabah reksadana PT Antaboga Deltasekuritas. Nasabah reksadana "tertipu" seakan produk reksadana tsb merupakan produk perbankan. Penawaran transaksi penjualan pembelian produk tersebut (Reksa Century) hanya dilakukan melalui kantor cabang/cabang pembantu Bank Century dan dilakukan oleh karyawan/marketing bank tersebut tentunya atas sepengetahuan dan izin manajemen. Pengalihan dari simpanan deposito ke reksa dana atas dasar jaminan keamanan dari Bank Century (karena dijelaskan bahwa PT Antaboga adalah satu holding company dengan Bank Century). Atas dasar kepercayaan tersebut para nasabah sebagai orang awam dalam perbankan bersedia beralih ke produk reksa dana tersebut. Persoalan reksadana tidak termasuk wilayah pengawasan oleh Bank Indonesia, karena produk itu termasuk produk non bank yang menjadi wewenang penanganan dan pengawasan Bapepam-LK Depkeu. Tidak terawasinya penerbitan reksa dana Antaboga yang mengakibatkan kesulitan dana di Bank Century  karena tidak menyatunya sistem pengawasan keuangan secara nasional sehingga produk non bank yang menyangkut praktek operasi perbankan tidak terawasi dengan baik. Kasus Century karena tidak adanya arsitektur keuangan nasional. Belum ada produk yang terkait produk bank dan non bank yang mengurusinya. Hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah untuk perlindungan masyarakat terhadap produk non bank.  Seharusnya setiap ada kejadian kerugian finansial pada masyarakat yang jumlahnya relatif besar atau masal maka ada pejabat pemerintah  dibidang pengawasan yang bertanggung jawab dan kalau diperlukan mendapatkan hukuman. Sehingga pengawasan selanjutnya diharapkan lebih efektif karena efek jera.

Audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk penyelamatan Bank Century (Bank Mutiara saat ini) oleh pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kemungkinan tidak akan menyentuh sampai ke aliran dana. In vestigasi aliran dana merupakan "wewenang" PPATK (Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan), sedangkan Undang-Undang PPATK pasal 26 huruf G menyatakan bahwa isi transkrip hanya bisa diserahkan kepada Kepolisian dan Kejaksaan. Dimana kedua lembaga ini yang kini diragukan penegakan hukumnya oleh rakyat.

Secara logika bahwa kecil kemungkinan keberhasilan pengungkapan kasus Century yang merupakan kebijakan pemerintah dilakukan oleh lembaga penegak hukum pemerintah.

Salah satu lembaga penegakan hukum yang independen dan saat ini dipercayai oleh rakyat adalah KPK yang sebenarnya sudah memulai penyelidikan pada bulan Juli 2009. Namun entah mengapa tiba-tiba KPK "disibukkan"  oleh lembaga penegak hukum seperti kepolisian.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bidang Pencegahan, Mochamad Jasin, menyatakan lembaganya sudah memegang indikasi jumlah kerugian negara dalam kasus Bank Century. Namun, komisi antikorupsi mengaku tak memiliki hak untuk mengumumkan berapa jumlah kerugian negara tersebut. Akibatnya, mereka belum bisa menyimpulkan sampai sejauh mana penyimpangan yang terjadi dalam kasus bank Century.

"Karena itu, kami belum bisa mendeteksi lebih jauh," kata Jasin di kantornya kemarin.

Kasus Century meruyak ke permukaan setelah dana talangan untuk bank tersebut meroket menjadi Rp 6, 7 triliun. Padahal, sebelumnya, Lembaga Penjamin Simpanan mengaku hanya bakal menyuntikkan dana Rp 1,3 triliun. Berkaitan dengan kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi telah meminta Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit investigatif Sebelumnya, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution mengakui lembaganya sudah menerima permintaan audit investigatif tersebut pada Juli lalu.

"Ada permintaan KPK, karena masalah ini telah menjadi masalah publik," kata Anwar, akhir pekan lalu Bila hasilnya sudah ada, Jasin menambahkan, lembaganya akan menindaklanjuti secara profesional hasil audit investigatif Badan Pemeriksa tersebut. "Kami masih menunggu. Apa pun hasilnya akan kita tindaklanjuti secara konsisten dan profesional," kata Jasin.

Menurut dia, KPK meminta Badan Pemeriksa melakukan general audit, mulai kebijakan operasional sampai aspek pengelolaan manajemen keuangan di Century. Jadi, audit tersebut tidak terbatas hanya pada nama-nama nasabah yang pernah terlibat dalam kisruh di Century ini. "Indikasi awal permintaan audit Bank Century berawal dari laporan masyarakat yang menduga ada penyimpangan," kata Jasin.


Sumber: http://www.kpk.go.id/modules/news/print.php?storyid=3318

Namun saat ini, sangat disayangkan bahwa presiden pun turut mengkhawatirkan kewenangan KPK dalam proses investigasi dimana diperlukan proses penyadapan sebagaimana pernyataan beliau pada 30 Oktober 2009

"Saya meminta Kapolri untuk mengusut secara tuntas rekaman itu. Seperti apa rekamannya, siapa yang bercakap-cakap dalam transkrip itu, apa rekaman itu mengarah pada persoalan Bibit dan Chandra. Buka, jelaskan, usut secara tuntas. Saya dirugikan. Sangat dirugikan," tegas SBY kepada para wartawan, Jumat (30/10) di Kantor Kepresidenan, Jakarta.

SBY menambahkan, setelah polisi mengetahui siapa yang bercakap-cakap dalam rekaman tersebut, mereka harus menyelidiki pihak yang menyadap percakapan tersebut. "Lihat, apakah itu sesuai dengan undang-undang. Bayangkan kalau di negeri ini semua orang yang punya uang membeli penyadap, dan menyadap semaunya. Maka akan ada lautan penyadapan. Ini melanggar hukum dan undang-undang. Kita harus tertibkan semuanya," ujarnya.

Sumber:  http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/10/30/18074596/sby.saya.sangat.dirugikan

Presiden reaktif pada siapa yang menyadap  bukan pada isi rekaman.

Semoga ini sekedar sikap reaktif presiden semata, dimana beliau sering meperlihatkan sikap reaktif sebagai contoh adalah pada saat masa kampanye dahulu sehingga terlihat seperti "berbalas pantun".

Penegakan hukum bukan saja menjadi tanggung jawab lembaga penegak hukum semata namun menjadi tanggung jawab Presiden pula sebagai pemimpin negeri.  Lembaga penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan pada hakekatnya adalah para pembantu presiden untuk mewujudkan kepemimpinan negeri yang adil.  Sebagai mana yang dicontohkan "the real president", Jusuf Kalla dalam hal penegakan hukum dengan memerintahkan Polri untuk segera menangkap pihak terkait dengan kasus bank Century dalam tempo 2 jam.

Presiden dapat memanggil kepolisian dan menanyakan bukti-bukti apa yang dimiliki kemudian berikan tenggat waktu agar kasus tidak menjadi berlarut-larut, dan dakwaan berubah-ubah yang justru menggangu kredibilitas kepolisian itu sendiri.

Jusuf Kalla,  justru dapat mencontohkan penegakan hukum yang baik ketika Presiden berada di luar negeri.

Akhir September lalu,  Jusuf Kalla memanggil Kapolri ketika presiden ada di luar ngeri. Waktu itu, Jusuf Kalla bicara ke Kapolri, bukti apa yang Polri punya. Kalau tak punya bukti yang cukup, SP3-kan perkara ini. Dan Kapolri dikasih waktu seminggu, dan kalau punya bukti hukum, langsung ke proses pengadilan.

sumber: http://www.tribunbatam.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=36914&Itemid=1122

Sayangnya pa' JK tidak lagi memiliki wewenang untuk menindak lanjuti  karena Presiden telah kembali dari luar negeri.

Sekarang,  apa fakta yang dimiliki kepolisian dalam sangkaan kepada pimpinan KPK non aktif.  Salah satunya adalah penyalahgunaan wewenang pencabutan cekal terhadap Joko Tjandra  pada kasus Artalyta Suryani.

Jawaban KPK adalah,  "Keterlibatan yayasan ini dengan Joko Tjandra pertama kali diungkapkan pengacara Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, Achmad Rifai. Menurutnya, KPK menemukan bukti bahwa uang  yang mengalir ke Artalyta Suryani bukan berasal dari Joko Tjandra. Padahal KPK sudah mencekal Joko Tjandra. Alasannya, mantan bos PT Era Giat Prima itu diduga mengalirkan uang ke Artalyta. Ternyata setelah diselidiki uang itu tidak mengalir ke Artalyta. Itu sebabnya pencekalan dicabut. "Pencabutan pencekalan sudah sesuai prosedur. Joker (Joko Tjandra-red) dipanggil ke KPK dua kali untuk dimintai keterangan, apakah benar telah memberikan uang kepada Arthalita Suryani untuk diberikan kepada Urip. Pemanggilan dilakukan pada 16 dan 23 April 2008, tapi Djoker tidak datang. Artinya sudah terjadi proses yang dilakukan KPK sebelum dilakukan pencekalan terhadap pihak yang berperkara, dalam hal ini Joker. Tujuan pemanggilan ini sendiri untuk mengklarifikasi apakah uang Arthalita Suryani itu dari Joker atau tidak. Tetapi dia tidak datang hingga keputusan cekal turun. Dalam persidangan, ternyata diperoleh bukti uang Joker tidak mengalir ke Arthalita. Itu terungkap dalam BAP atas nama Enang dan Viadi Sutoyo yang menjabat sebagai Dirut PT Mulia (anak PT Era Giat Prima). Joker memberikan uang senilai satu juta US dolar kepada Dirut PT Mulia Viadi Sutoyo dan Enang (kurir), untuk kemudian di serahkan lagi ke pihak lain, yakni Djoko Suyanto dari Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian," papar Achmad Rifai.

sumber: http://www.harian-global.com/index.php?option=com_content&view=article&id=19768:cicak-vs-buaya-dua-mantan-jenderal-terseret&catid=29:nasional&Itemid=54

Ketidaksengajaan fakta aliran dana dari Joko Tjandra kepada Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian (YKDK), justru menimbulkan keingintahuan masyarakat terhadap YKDK.

Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian (YKDK) yang disebut-sebut dalam BAP itu merupakan lembaga non profit yang bertujuan memberikan bantuan sosial kepada seniman dan olahragawan berjasa dan berprestasi yang kehidupannya kurang layak. YKDK juga memberi bantuan kepada kaum du’afa dan korban musibah bencana alam.

Seperti dikutip dari situs resminya www.ykdk.or.id, tercatat di jajaran Dewan Pembina, sejumlah tokoh penting. Terdapat nama Djoko Suyanto (mantan Panglima TNI), Purnomo Yusgiantoro (Menteri ESDM), Sutanto (mantan Kapolri) dan MS Hidayat (Ketua Kadin).

Sedangkan di jajaran pengurus eksekutif, YKDK dinahkodai oleh Arwin Rasyid (Presiden Direktur CIMB Bank Niaga). Bendahara Yayasan dipegang oleh adik kandung bekas juru bicara Deplu Marty Natalegawa, Dessi Natalegawa. Dessi juga merupakan mantan penasehat keuangan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Sumber: http://www.inilah.com/berita/politik/2009/10/02/162382/ada-apa-joko-candra-dan-djoko-suyanto/

YKDK sangat dekat dengan lingkungan Presiden, sebagaimana petikan sambutan presiden RI dalam acara malam kesetiakawan dan kepedulian di grand ballroom garden, hotel dharmawangsa, jakarta, 29 Februari 2008

Saudara-saudara,
Apa yang kita selenggarakan malam ini, apa yang para pengusaha nasional dan dermawan lakukan untuk membantu mereka itu, inilah sesungguhnya nafas dari kesetiakawanan dan kepedulian yang menjadi tema dari malam amal malam hari ini. Dan diabadikan pula dalam yayasan yang alhamdulillah, telah dibentuk, yaitu Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian yang akan segera mengemban tugasnya.


Sumber:  http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1589&Itemid=26

Bagi saya pemasalahan sumbangan yayasan tidaklah menjadi permasalahan. Terlebih lagi tujuan pendirian yayasan ini adalah mulia sehingga tidak perlu ada "kekhawatiran" jika KPK atau  rakyat mempertanyakan. Walaupun saya pribadi, merasa riskan jumlah donasi dari pengusaha seperti yang dicontohkan Tjoko Chandra sebesar USD 1 Juta. Mudah-mudahan pemberian tersebut adalah murni dengan rasa ikhlas tanpa "harapan" apapun  terlebih lagi beberapa anggota dewan pembina YKDK, saat ini banyak tergabung dalam kementerian KIB II.

Fakta / sangkaan  apalagi yang dapat dipergunakan oleh kepolisian untuk menghukum Bibit dan Chandra ?

Namun tampaknya kepolisian tetap melanjutkan perkara walaupun rakyat telah "mendengar" jelas isi rekaman yang pihak kepolisian masih meragukan keabsahannya. Alasan polisi untuk melanjutkan perkara adalah taat dan mengikuti prosedur hukum. Terlihat jelas bahwa kepolisian hanya sampai menjalankan hukum, bukannya menegakan hukum.

Begitu juga dengan pelepasan Anggodo oleh pihak kepolisian dengan alasan belum ada bukti untuk melakukan penahanan. Hal yang sangat menyakiti rakyat. Secara logika sederhana, bukankah Anggodo Widjojo, meminta maaf kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena telah menyebut namanya dalam beberapa percakapannya dengan sejumlah orang melalui pesawat telepon.

"Permohonan maaf saya kepada Bapak Presiden. Saya tidak bermaksud mencatut nama Presiden," kata Anggodo Widjojo, Selasa (3/11) di Jakarta.

Sumber :  http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/11/03/21400953/anggodo.minta.maaf.atas.pencatutan.nama.presiden

Apakah Presiden SBY cukup menerima dengan permintaan maaf tsb dan tidak melanjutkan tuntutan hukum  sebagaimana yang kita ketahui sebelumnya bahwa,

Presiden SBY sangat tidak nyaman dengan pencatutan namanya dalam kasus rekaman dugaan kriminalisasipimpinan KPK. SBY akan memberikan tindakan hukum karena pencatutan itu adalah bentuk serius dari pencemaran nama baik kepala negara dan pemerintahan.

"Tentu saja akan ada tindakan hukum. Sebab pencemaran nama baik Presiden adalah suatu hal yang serius," kata juru bicara kepresidenan Dino Patti Djalal kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta, Selasa (3/11/1009).

Sumber: http://www.detiknews.com/read/2009/11/03/120314/1233980/10/sby-akan-gunakan-jalur-hukum-soal-pencatutan-namanya

Kesimpulan adalah bahwa kepolisian dan kejaksaan bahkan presiden sekalipun beberapa kali berkata ikuti prosedur hukum, menunjukan bahwa mereka dan pemimpin hanya sekedar menjalankan hukum, belum lagi menegakan hukum.  Bagaikan manusia hanya menjalankan/melakukan sholat, belum lagi mendirikan sholat.

salam

Senin, 02 November 2009

KPK vs Polri dan Kasus Century

KPK vs Polri dan Kasus Bank Century

Kasus KPK vs Polri, menurut pendapat dan analisa saya berdasarkan pemberitaan yang terkumpul dibawah ini,  sesungguhnya  berawal dari permintaan KPK pada Juli 2009 kepada BPK untuk mengaudit terhadap pengucuran dana kepada Bank Century !

Kita harus mewaspadai kemungkinan ada pihak yang ingin "menggagalkan" upaya selanjutnya dari KPK untuk mengungkap kasus Bank Century.

Pihak itu terlihat (ada kemungkinan) mengupayakan dengan "mencarikan" kasus yang melibatkan pimpinan KPK dan menjadikan tersangka sehingga dapat diberhentikan sementara dan selanjutnya meningkatkan menjadi status "terdakwa" sehingga dapat diberhentikan secara tetap.

Jusuf Kalla, menyatakan baru mendapat laporan pada 25 November. Laporan tidak mungkin dilakukan pada 22 November karena saat itu hari Sabtu. Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dan Gubernur (Bank Indonesia), Boediono, melaporkan situasi Bank Century. "Saya langsung mengatakan masalah Century bukan masalah karena krisis tapi itu perampokan, kriminal karena pengendali bank ini merampok dana bank century dengan segala cara termasuk obligasi bodong yang dibawa ke luar negeri," ujarnya.

Dia pun menyarankan Robert Tantular (pemilik   Bank Century) ditangkap. Sehingga, persoalan itu bisa diselesaikan melalui jalur hukum. Kalla meminta Boediono melaporkan kasus itu ke polisi.

"Saya bilang, Pak, penyelesaiannya yang harus ini orang (Robert Tantular) ditangkap dulu karena kriminal dan perampokan. Tapi jawaban BI (Bank Indonesia), ini tidak ada dasar hukumnya," tuturnya.

Ketua Umum Partai Golkar itu mengaku terpaksa langsung menginstruksikan kepala kepolisian Republik Indonesia untuk menangkap Robert Tantular dan sejumlah direksi yang bertanggung jawab dalam waktu dua jam. Dia khawatir Robert Tantular dan direksi-direksi Bank Century melarikan diri bila tak ditangkap dalam waktu dua jam.

"Harus (ditangkap dalam dua jam) dan syukur polri pas dua jam ambil itu. Karena jam tujuh malam dia laporkan itu, jam empat (sore) Saya perintah. Jam tujuh (malam) Pak Kapolri bilang, sudah Pak, tangkap lima orang," katanya.

sumber: http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2009/08/31/brk,20090831-195376,id.html

Wakil Presiden pada waktu itu, Jusuf Kalla menilai penerbitan  Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK harus disertai kesungguhan Polri untuk menyelesaikan penyidikan kasus hukum dua pimpinan KPK, yakni WakilKetua KPK Bibit Samad Riyanto, dan Ketua KPK Chandra M Hamzah. “Perppu harus tetap jalan, tapi Polri juga harus mempercepat penyidikan.  Kalau Pak Bibit dan Pak Chandra tidak bersalah, kan otomatis aktif kembali,” katanya di Kantor Wakil Presiden Jumat (25/9).

Jika pada akhirnya Bibit dan Chandra dinyatakan tidak bersalah, maka tentu mereka berdua bersama dua pimpinan KPK lainnya yang bukan "penetapan" presiden akan dapat melanjutkan penyelidikan kasus Bank Century , penyedot uang negara 6.7 Trilyun, kasus terbesar sejak era reformasi !

Ratio kekuatan pimpinan KPK,  4 pimpinan lama dan 1 plt ketua KPK  penetapan presiden untuk memutuskan kasus Bank Century tentu kita harapkan akan lebih adil.

Saya pribadi sampai saat ini masih mengkhawatirkan ratio kekuatan pimpinan KPK saat ini yakni, 2  pimpinan lama dan 3 plt pimpinan KPK berdasarkan penetapan presiden, karena masih adanya kemungkinan "kepentingan"  pemerintah.

Pemerintah mengeluarkan Perppu tentang perubahan UU KPK pada 21 September 2009, Bersamaan dengan  Keppres pemberhentian sementara Chandra dan Bibit dari jabatan pimpinan KPK. Perppu itu memberi kewenangan kepada Presiden Yudhoyono guna menunjuk langsung pelaksana tugas (plt) sementara pimpinan KPK apabila terjadi kekosongan pimpinan kurang dari tiga orang.

Alhamdulillah,  keppres tentang pemberhentian tetap dua pimpinan KPK, belum dapat dilkeluarkan berdasarkan putusan sela MK.

Sampai saat ini saya belum melihat korelasi antara "kegentingan" yang dirasakan pemerintah pada saat mengeluarkan Perppu dan "unjuk kerja" KPK saat ini setelah penetapan plt, terlebih kelanjutan pengungkapan kasus Bank Century yang masih menunggu BPK yang belum juga "disegerakan".

Bukankah ini juga sebuah "kegentingan" yang bisa dirasakan rakyat tentang pertanggung jawaban pemerintah menggunakan uang negara sampai Rp. 6,7 Trilyun?

Mengapakah kepolisian lebih menyibukkan dengan dugaan penyalahgunaan wewenang pimpinan KPK ?

Seberapa besarkah unjuk kerja kepolisian sampai saat ini dalam hal penegakan hukum khususnya kasus korupsi ?

Bukankah para koruptor berkeliaran di luar negeri tanpa dapat disentuh oleh kepolisian ?

Kenapakah koruptor kakap cenderung dapat dengan mudah melarikan diri ke luar negeri ?

Kita harus sadari bahwa Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1997 Tentang Kepolisian Negara, Bab II, Pasal 8, ayat 1.

Jadi prestasi Presiden dalam pemberantasan korupsi sesungguhnya harus dilihat dari prestasi Kepolisian dan Kejaksaan dalam hal penegakan hukum pemberantasan korupsi, bukannya pengakuan presiden terhadap prestasi kerja KPK.

Apakah ini termasuk pembohongan publik yang tanpa kita sadari ?

Wassalam

Zon Jonggol

Beberapa pemberitaan yang terkumpul dibawah ini berikut sumber berita

Kasus Bank Century merupakan skandal terbesar sejak reformasi. Apabila kasus Bank Bali merugikan uang negara di bawah Rp 1 triliun, kasus Bank Century menyedot uang negara sampai Rp 6,7 triliun.

Calon presiden di Konvensi Dewan Integritas Bangsa, Yuddy Chrisnandi, mengingatkan hal itu saat ditemui di kediamannya di Jakarta, Jumat (30/10). ”Ini jelas sebuah kejahatan pemerintah,” kata Yuddy.

Sebuah bank kecil, tetapi diberikan fasilitas mendapatkan dana penyehatan Rp 6,7 triliun, menurut  Yuddy, jelas menunjukkan kejanggalan. Apalagi pemberian dana yang sangat besar itu pun dilakukan tanpa melalui sepengetahuan publik, yaitu melalui lembaga Dewan Perwakilan Rakyat.

Uang negara yang merupakan jerih payah seluruh rakyat tidak bisa serta-merta diserahkan pemerintah dengan cara seperti itu. Pemerintah berarti telah mengingkari adanya otoritas rakyat dan seolah-olah tidak ada rakyat.

Sejauh ini pemerintah tidak menunjukkan adanya itikad yang kuat untuk mengusut siapa saja yang terlibat dalam kasus ini, bahkan cenderung menutup-nutupi.

”Ini sebuah skandal terbesar di era reformasi,” ujar Yuddy yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2004-2009.
Sumber :
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/31/03153618/skandal.terbesar.sejak.reformasi

Beberapa bagian dari testimoni Antasari Azhar.
Suatu ketika saya mendapat informasi dari seseporang, bahwa demi menjaga nama baik saya, dia ingin menyampaikan info bahwa kasus Masaro telah "diselesaikan" oleh oknum KPK dengan PT Masaro.

Selanjutnya pemberi info sanggup memberi kesempatan jika saya ingin mendapat testimoni dari Masaro

Karena pemilik PT Masaro, sdr Anggoro berada di Singapura, maka saya yang mendatangi untuk mendapatkan kepastian dengan dibekali alat perekam (tape recorder).

Karena rincian penyerahan dana ke oknum KPK, sdr Anggoro tidak dapat menjelaskan (ybs menyuruh sdr Toni & Ari), ketika berada di Malang, saya bertemu langsung dengan sdr Ari, di hotel Tugu, dan ybs merinci penyerahan dana (tidak terekam)

Sdr Ari menyatakan bahwa penyerahan dilakukan di Jakarta, beberapa kali dan berbeda tempat kepada pimpinan KPK (2 orang) dan staff sesuai dengan keterangan Anggoro.

Belakangan pemberi info menyampaikan bahwa ada penyerahan tahap-2 kepada salah satu pimpinan.
Demikian testimoni saya dan saya siap bersaksi seperti apa yg tertulis di dlm testimoni ini,
Jakarta , 16 Mei 09
Antasari Azhar.

Dugaan suap kepada oknum KPK yang tersanggah.
Bonaran Situmeang, pengacara Direktur PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo,  mengatakan dugaan suap kepada oknum di KPK berawal dari tawaran Ary Muladi dan Eddy Sumarsono yang mengaku sebagai orang suruhan KPK.

"Ary dan Eddy Sumarsono menawarkan bahwa persoalan Masaro dapat diselesaikan dengan memberikan `atensi` kepada pimpinan dan pejabat-pejabat KPK," kata Bonaran.

Bonaran menjelaskan, Anggoro merasa terpaksa menuruti tawaran kedua orang tersebut. Pada akhirnya, Anggoro Widjojo memberikan Rp5,15 miliar kepada kedua orang yang mengaku bisa `mengurus` kasus  tersebut.

Menurut Bonaran, Anggoro memberikan uang itu dengan maksud KPK akan menghentikan pengusutan kasus Masaro dan mencabut status pencegahan Anggoro untuk ke luar negeri.

"Pada tanggal 9 Juni 2009, Ary melaporkan kepada Anggoro dan mengirimkan surat pencabutan pencekalan dari KPK," kata Bonaran.

KPK membantah keras. Sekjen KPK Bambang Sapto Pratomosunu menegaskan, nama Eddy Sumarsono dan Ary Muladi tidak tercantum dalam daftar nama pegawai KPK.

KPK membeberkan sejumlah bukti bahwa surat pencabutan pencegahan itu palsu. Hal itu diperkuat dengan pernyataan Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian, Departemen Hukum dan HAM, R. Muchdor yang menegaskan, status pencegahan Anggoro masih berlaku dan belum pernah dicabut.

Dalam surat pencabutan pencegahan palsu bernomor R-45/22/V/I/2009 tertanggal 5 Juni 2009 itu tertera nama dan tandatangan Wakil Ketua KPK, Chandra M. Hamzah.

Chandra membantah mendandatangani surat pencabutan pencegahan Anggoro. "Tanpa pemeriksaan ahlipun, bisa dilihat perbedaan tandatangannya," kata Chandra sambil membandingkan format surat palsu itu dan surat asli format KPK.

"Secara resmi kami sampaikan surat itu palsu," kata Chandra.

KPK telah mengirim surat ke Polri tentang temuan tersebut. Chandra meminta polisi menindaklanjuti surat KPK tersebut

Penangguhan penahanan Ary Muladi
Ary Muladi tersangka kasus dugaan pemerasan dan penggelapan uang milik Direktur PT Masaro, Anggoro Widjojo telah ditangguhkan penahanannya. Namun pihak kepolisian memastikan kasusnya tetap berjalan.

"Bukan berarti perkara ini berhenti, tidak. Ini jalan terus," kata Kapolri Jenderal Pol Bambang

Hendarso Danuri (BHD), usai menghadiri perayaan HUT Bhayangkari ke 57 di Wisma Bhayangkari, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (19/10/2009).

Ary telah keluar dari tahanan sejak Jumat 16 Oktober. "Kejaksaan sampai H-4 masih berikan petunjuk P19 sehingga tentunya harus kita tangguhkan daripada dia bebas demi hukum," ujar BHD.

Menurut BHD kepolisian dalam memberikan penangguhan penahan terhadap Ary mengacu kepada UU no 8 tahun 1981 tentang pelimpahan berkas perkara kepada Kejaksaan.

Sumber:
http://www.detiknews.com/read/2009/10/19/165550/1224353/10/kapolri-perkara-ary-muladi-jalan-terus

Menurut sumber JPNN, kasus Ari Muladi tersebut sebenarnya sudah selesai. Aliran uang sebenarnya hanya berhenti di Ari Muladi saja. Buktinya, Ari disangka melanggar pasal penggelapan dalam KUH Pidana. “Aliran uang itu sebenarnya hanya ditangan Ari. Saya tidak tahu melalui siapa uang dari Ari sampai ke tangan pimpinan KPK,” jelasnya.

Sumber itu juga menyebutkan bahwa pimpinan KPK juga telah diperiksa dalam kasus itu. Polisi juga telah mengecek handphone beberapa pejabat KPK. Apakah mereka berada di tempat saat penyerahan uang tersebut. “Ternyata mereka tidak ada di tempat saat penyerahan uang itu,” jelasnya. Ari mengaku bahwa uang diserahkan kepada seorang berinisial ER. Dia mengaku bahwa ER seorang pegawai di KPK.

Kenyataannya, setelah ditunjukkan foto ER, Ari mengakui tak mengenal yang bersangkutan. Saat Idul Fitri lalu Bibit Samad Riyanto juga mengaku tak mengetahui ihwal penyerahan uang itu.

Polisi menyebut penyerahan dilakukan di Bellagio Residence tanggal 13 Agustus. “Namun saat itu, saya justru berada di Peru mengikuti konferensi antikorupsi,” jelasnya. Soal ini, Bibit juga telah menyerahkan bukti paspor kepada penyidik. Namun, skenario penyidikan berubah. Disebutkan Bibit tak menerima langsung uang itu namun melalui orang lain, yakni seorang pejabat KPK. “Nanti kalau skenario itu dipatahkan lagi, dicari lagi kesalahannya,” jelasnya.

Sementara itu tim pembela hukum KPK Bambang Widjojanto mengungkapkan bahwa banyak distorsi dalam penyidikan polisi tersebut. “Polisi tidak pernah menyebutkan siapa yang menyerahkan uang ke Chandra (Chandra M Hamzah). Mengapa tahu-tahu disebutkan ada uang ke dia,” jelas Bambang.

Selain itu, kata Bambang, Kapolri menyebutkan bahwa Chandra meneken surat cekal karena belum menerima uang dari Anggoro. “Ini bukan hanya distorsi tapi manipulasi. Sebab dalam penyidikan apa yang dilakukan Chandra terkait penyalahgunaan kewenangan,” ujarnya.

Bambang menambahkan merujuk pernyataan Kapolri bahwa Antasari sudah pernah diperiksa dalam kasus ini. “Dalam kasus itu Antasari menjadi saksi mahkota, padahal dia menjadi tersangka. Apakah polisi tidak menelaah ada motif  lain dalam kasus itu,” ucapnya.

Ringkasnya, mengapa polisi gampang sekali percaya kepada orang yang bermasalah.

Dalam penyidikan pimpinan KPK, tidak pernah ada pertanyaan soal penyuapan. Bambang khawatir bahwa telah terjadi rekayasa dalam penyidikan itu.

Sedangkan dalam pencabutan cekal Djoko Tjandra, menurut pengakuan Bibit, aliran dana itu tidak terkait dengan Artalyta Suryani. “Tidak ada kaitan dengan Artalyta sehingga dicabut cekalnya,” ujarnya. Bambang mengungkapkan bahwa pihaknya saat ini telah melaporkan polisi ke Kompolnas. Sebab, usai penyidikan dua pimpinan, penyidik menahan berita acara pemeriksaan (BAP).

Sementara Wakil Ketua KPK M Jasin yang sebelumnya juga disebut-sebut menerima aliran dana enggan mengomentari kasus itu. “No comment,” jelasnya.

Ari Muladi: Surat Cekal Palsu Dibuat di Matraman

Tersangka kasus pemerasan Ari Muladi mengaku surat keterangan pencabutan cekal atas Direktur PT Masaro, Anggoro Widjojo dipalsukan.

Dalam keterangan berita acara pemeriksaan tersangka tertanggal 18 Agustus, Ari mengaku membuat surat pencabutan pencekalan dirinya pada 6 Juni 2009. Dalam proses pembuatan surat pencekalan itu nama Yulianto disebut-sebut sebagai orang yang menandatangani surat pencekalan dan mengaku kenal dengan orang dalam KPK.

"Yang membuat surat pencabutan pencekalan adalah saya sendiri. Dibuat di daerah Matraman dekat fly over Jalan Matraman tanggal 6 Juni 2009," kata Ari  kepada penyidik di Jakarta.

Namun, dalam berita acara pemeriksaan lanjutan pada 26 Agustus 2009, Ari menuding Yulianto adalah orang yang membuat surat pencabutan pencekalan di daerah Matraman. Ia juga mengaku tidak mengetahui siapa yang menandatangani surat tersebut, karena Yulianto memberikan surat tersebut telah ditandatangani.

"Saya tidak membuat surat pencabutan cekal Anggoro Cs ke luar negeri, yang membuat adalah Yulianto.

Saya melihat proses pembuatan surat tersebut di Matraman,"  katanya dalam BAP.

Lebih lanjut, Ari mengaku tidak pernah memberikan uang yang diterima Anggodo Wijaja untuk diberikan kepada Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja, sekaligus membantah mengenalnya.

"Saya tidak pernah mendengar secara langsung dari Ade Rahardja bahwa KPK atau Ade Rahardja meminta sejumlah uang untuk pengurusan penyelesaian masalah PT Masaro Radiokom, kerena saya memang idak pernah berkomunikasi atau bertemu dengan saudara Ade Rahardja dalam rangka penyelesaian masalah PT Masaro Radiokom," katanya.

Sumber:

http://news.okezone.com/index.php/ReadStory/2009/10/20/339/267598/ari-muladi-surat-cekal-palsu-dibuat-di-matraman

Mengapa Yulianto Tak Juga Ditangkap?

Identitas maupun sosok Yulianto yang menurut pengakuan Ari Muladi sebagai perantara dirinya dalam memberi uang suap ke pimpinan KPK, hingga kini belum jelas.

Bahkan Ari mengaku hanya tahu bahwa Yulianto atau Anto itu adalah seorang pengusaha asal Surabaya. Ketidakjelasan identitas Yulianto ini menimbulkan anggapan bahwa polisi tidak perlu menghadirkan dia. Hal ini dinilai sebagai masalah baru oleh kuasa hukum Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, Bambang Widjojanto.

"Menurut Ari uang itu diserahkan kepada Yulianto. Yulianto itu sebenernya orang, jadi-jadian, atau hantu kita tak pernah tahu. Polisi tidak pernah merasa perlu menghadirkan Yulianto, itu masalah," ujar Bambang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (29/10/2009).

Bambang mengaku amat menyayangkan hal ini. "Yulianto tidak pernah ditangkap, apa perlu densus diturunkan untuk menangkap, nggak perlu kan," tandas dia.

Seperti diketahui, Ari menjadi tersangka karena diduga telah menggelapkan dana Anggoro sebesar Rp5,1 miliar. Awalnya Ari menyatakan uang itu digunakan untuk menyuap pimpinan KPK, guna "membebaskan" Anggoro yang telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pada proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan.

Namun belakangan, Ari mencabut pernyataannya itu. Dia mengaku uang itu tidak sampai ke pimpinan KPK,  melainkan dia memberikan uang itu ke pengusaha asal Surabaya, Yulianto atau Anto yang mengaku kenal dekat dengan pimpinan KPK. Dengan harapan, Yulianto menyampaikan uang itu ke pimpinan KPK.
sumber:http://news.okezone.com/read/2009/10/29/339/270414/339/mengapa-yulianto-tak-juga-ditangkap

Pemberhentian sementara dua pimpinan KPK dan pengangkatan pelaksana tugas sementara pimpinan KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang seperti diakui oleh Ketua BPK Anwar Nasution, pada Juli 2009 meminta audit terhadap pengucuran dana kepada Bank Century. BPK, menurut Anwar, telah memulai audit pengucuran dana tersebut atas permintaan KPK bahkan sebelum DPR meributkan kasus tersebut dan meminta BPK untuk mengaudit.

Dari mulut Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Rianto, pada 9 September 2009 kemudian terucap bahwa KPK tengah menyelidiki keterlibatan seseorang berinisial SD dalam kasus pengucuran dana Bank Century. Inisial SD ini kemudian ditujukan kepada Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komjen Pol Susno Duadji, yang jelas ditolak mentah-mentah oleh perwira tinggi polisi tersebut.

Nama Susno muncul ketika nasabah besar Bank Century, Budi Sampurno, tidak bisa mencairkan uang miliknya senilai 18 juta dolar AS karena uang tersebut masuk ke kas Bank Century, bukan ke sertifikat deposito atas namanya.

Oleh Robert Tantular, uang milik Budi Sampurno itu dimasukkan ke kas valas Bank Century untuk menutupi penggelapan valas mulai Januari hingga Oktober 2008.

Bank Century baru mau mencairkan dana itu jika mendapatkan surat keterangan dari Mabes Polri. Untuk itu, Susno mengaku mengeluarkan surat ke Bank Century yang menyatakan dana milik Budi Sampurnotersebut tidak bermasalah.

Susno menyatakan surat tersebut bukan berisi perintah pencairan dana dan ia membantah menerima Rp10 miliar sebagai komisi karena telah membantu pencairan dana.

Di tengah riuh kasus Bank Century, Bareskrim Mabes Polri melayangkan surat panggilan pemeriksaan terhadap pimpinan KPK atas dasar keterangan Ketua KPK non aktif Antasari Azhar, yang telah menjadi pesakitan dalam kasus pembunuhan terhadap Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, bahwa telah terjadi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pimpinan KPK.

Awalnya adalah tuduhan penerimaan suap dari Direktur Utama PT Masaro, Anggoro Widjojo, sebesar Rp5 miliar yang diterima oleh pimpinan KPK. Namun, tuduhan itu urung berlanjut karena kesaksian Ary Muladi sebagai perantara yang mengatakan uang suap itu “dimakannya” sendiri alias tidak sampai ke pimpinan KPK.

Namun, Bareskrim Mabes Polri tetap maju. Kali ini tuduhannya adalah penyalahgunaan wewenang atas pengeluaran surat cekal terhadap Anggoro Widjojo dan pengeluaran serta pencabutan surat cekal terhadap Direktur Utama PT Era Giat Prima, Djoko Tjandra.

Mabes Polri menuduh terjadi salah prosedur yang dilakukan oleh dua pimpinan KPK, Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto, karena surat cekal tersebut tidak dikeluarkan atas keputusan kolegial pimpinan KPK.

Tiga kali pemeriksaan, Chandra dan Hamzah langsung ditetapkan sebagai tersangka oleh Mabes Polri pada 16 September 2009. Menyusul rekan mereka, Antasari Azhar, UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK pun berlaku, yaitu apabila pimpinan KPK ditetapkan sebagai tersangka, maka harus diberhentikan sementara.

Belum jelas unsur pidana apa yang dituduhkan oleh Mabes Polri kepada Chandra dan Bibit. Seperti penilaian Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, ia tidak melihat tindak pidana pada dugaan penyalahgunaan wewenang yang disangkakan kepada Chandra dan Bibit. Kalau pun terjadi kesalahan prosedur dalam pengeluaran surat cekal oleh KPK, Mahfud menyatakan, maka ranah yang tepat untuk memperkarakannya adalah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau praperadilan yang harus diajukan oleh pihak yang dirugikan, yaitu Anggoro dan Djoko Tjandra yang saat ini statusnya masih buron.

Namun, status tersangka yang disandang oleh Chandra dan Bibit terlanjur menjadi genting di mata Presiden. Dengan alasan khawatir kerja KPK tidak efektif hanya dipimpin oleh dua pimpinan tersisa, yaitu M Jasin dan Haryono Umar, tongkat sakti kembali berayun.

Di tengah suasana libur Lebaran, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Perppu tentang perubahan UU KPK pada 21 September 2009, hanya berselang lima hari dari penetapan Chandra dan Bibit sebagai tersangka.

Bersamaan dengan terbitnya Perppu itu, ditandatangani juga Keppres pemberhentian sementara Chandra dan Bibit dari jabatan pimpinan KPK. Perppu itu memberi kewenangan kepada Presiden Yudhoyono guna menunjuk langsung pelaksana tugas (plt) sementara pimpinan KPK apabila terjadi kekosongan pimpinan kurang dari tiga orang.

Setelah perppu itu memancing kontroversi, akhirnya Presiden membentuk tim seleksi untuk menilai calon dianggap layak guna menduduki plt sementara pimpinan KPK dengan keputusan akhir tetap ditangan kepala negara. Tim terdiri atas Menko Polhukam Widodo AS, Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta, anggota Dewan Pertimbangan Presiden Adnan Buyung Nasution, praktisi hukum senior Todung Mulya Lubis, dan mantan Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki, itu diberi waktu bekerja selama sepekan guna menyodorkan tiga nama calon plt sementara pimpinan KPK kepada Presiden. Presiden ingin pada 2 Oktober 2009 tiga plt sementara pimpinan KPK yang ditunjuk sudah mengucapkan sumpah jabatan di hadapannya.

Belum selesai publik dibuat bingung oleh perkara pengucuran dana kepada Bank Century yang kini mulai redup dari pemberitaan, masyarakat kini kembali dibuat bertanya-tanya. Febri Diansyah dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan kepasifan Presiden Yudhoyono sebagai atasan Kapolri yang seharusnya memperjelas duduk perkara status tersangka Chandra dan Bibit.
“Apalagi, diketahui KPK sedang melakukan pemeriksaan terhadap salah seorang petinggi Mabes Polri.

Sepatutnya dugaan konflik kepentingan ini merupakan alasan cukup untuk meragukan keseriusan dan motivasi di balik penetapan tersangka tersebut. Tapi, kenapa Presiden terlihat pasif?” katanya.

Seraya mengingatkan Presiden agar tidak tergoda menjadi penguasa absolut atas KPK yang merupakan komisi independen, ICW meminta Presiden melalui Polri untuk menghentikan proses kriminalisasi dua pimpinan KPK apabila dalam waktu dekat tidak ditemukan bukti kuat dalam perkara mereka yang mengarahkepada tindak pidana. Namun, tidak ada tanda-tanda kasus hukum Chandra dan Bibit ditinjau ulang. Pemerintah justru tancap gas mencari pengganti untuk keduanya. Bagi kekuasaan di atas sana, mengganti pimpinan KPK ternyata lebih genting.
Sumber: http://hariansib.com/?p=93813

Wapres Minta Selesaikan Status Bibit-Chandra

Di bagian lain, Wakil Presiden yang sekaligus Pejabat Presiden Jusuf Kalla menilai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK harus disertai kesungguhan Polri untuk menyelesaikan penyidikan kasus hukum dua pimpinan KPK, yakni Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto, dan Ketua KPK Chandra M Hamzah. “Perppu harus tetap jalan, tapi Polri juga harus mempercepat penyidikan. Kalau Pak Bibit dan Pak Chandra tidak bersalah, kan otomatis aktif kembali,” katanya di Kantor Wakil Presiden Jumat (25/9).

Dari dua langkah strategis tersebut, Kalla menilai penyidikan polisi yang paling penting. Polri harus segera menyelesaikan penyidikan sehingga status Bibit dan Chandra dapat klir. Percepatan penyidikan dinilai wakil presiden sebagai tuntutan masyarakat.

“Katakanlah, kalau kasus penyalahgunaan wewenang di-SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan, Red), berarti keduanya dapat aktif kembali, sehingga Perppu (pelaksana tugas pimpinan KPK) tidak diperlukan,” katanya.

“Namun, kalau memang ada tindak pidana, lantas (Bibit dan Chandra) ditetapkan sebagai terdakwa, dengan klir-nya status (Bibit-Chandra), DPR dapat segera memulai pemilihan pimpinan KPK yang baru,” lanjutnya.
Sumber:
http://www.riaupos.com/berita.php?act=full&id=3011&kat=13

Presiden belum dapat mengeluarkan kepres pemberhentian tetap dua pimpinan KPK.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan provisi (sela) yang diajukan oleh Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah dalam permohonan pengujian Pasal 32 ayat (1) huruf c UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Pasal 32 ayat (1) huruf (c) UU KPK pada pokoknya mengatur bahwa pimpinan KPK diberhentikan tetap apabila menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana.

MK meminta Presiden agar tidak memberhentikan secara tetap kedua Pemohon apabila dalam penyelidikan

Polri terkait kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan dan penyuapan menjadikan kedua komisioner KPKtersebut sebagai terdakwa. Putusan sela tersebut dibacakan oleh 8 orang hakim MK dipimpin oleh Mahfud MD, Kamis (29/10).
Sumber:
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInternalLengkap&id=3448

--------

News Update: 6  November 2009

Akhirnya apa yang saya tulis diatas menjadi perhatian banyak pihak. Marilah dukung KPK untuk lanjutkan mengusut tuntas kasus Bank Century, sambil pararel/bersamaan dengan menunggu audit BPK.

Juga mohon DPR sebagai perwakilan rakyat dapat menggunakan mekanisme yang ada untuk mendukung usut tuntas kasus Bank Century atau klo DPR tidak peduli maka rakyatlah yang bergerak.

News: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/11/06/04003571/isu.beralih.ke.century
Isu Beralih ke Century

Klarifikasi Audit, Komisi XI DPR Panggil Sekjen BPK

Jumat, 6 November 2009 | 04:00 WIB

Jakarta, Kompas - Desakan masyarakat agar Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut tuntas kasus Bank Century kian menguat, baik di Jakarta maupun di daerah. Pengunjuk rasa meminta Badan Pemeriksa Keuangan segera menyelesaikan audit investigasinya.

Hampir semua pengunjuk rasa yang datang bergantian di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaitkan kasus yang menimpa Wakil Ketua KPK (nonaktif) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah dengan masalah aliran dana ke Bank Century.

Rifki Arsilan, juru bicara Komunitas Mahasiswa Raya yang berunjuk rasa di Gedung KPK, Kamis (5/11), menuntut agar kasus Bank Century diusut tuntas. Kasus itu merupakan salah satu simpul penting yang menyebabkan terjadinya upaya pelemahan terhadap KPK.

Mario Sitompul, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Serikat Rakyat Miskin Indonesia, juga mendesak supaya KPK membongkar kasus Century. ”Selain mencuri uang rakyat triliunan rupiah, pengusutan tuntas terhadap kasus ini adalah juga untuk membongkar mafia peradilan,” kata dia.

Mario menambahkan, partai politik di DPR harus konsisten mendukung pengungkapan kasus Bank Century. ”Jika mereka tak memenuhi harapan ini, kami tidak akan memilih mereka lagi dalam pemilu. Parpol harus penuhi harapan rakyat,” katanya.

Kelompok Kerja Organisasi Kemasyarakatan Islam melalui ketuanya, Asri Harahap, mendesak agar BPK segera menyelesaikan audit investigasi Bank Centry sehingga kasus ini bisa segera ditangani KPK.

Ismed Hasan Putro, Ketua Masyarakat Profesional Madani, yang mendatangi KPK bersama sejumlah pengusaha, mendesak agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak lepas tangan sebelum rakyat menggelar kekuatannya (people power), yang sangat berbahaya bagi stabilitas politik dan ekonomi.

Dari Solo, Jawa Tengah, Kamis, dilaporkan, aktivis 1998 dan beberapa elemen masyarakat lainnya menuntut pengusutan tuntas kasus Bank Century. Aktivis itu berasal, antara lain, dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yaphi Solo dan menyuarakan tuntutannya di Markas Poltabes Surakarta, Kamis.

”Uang negara yang dirugikan dalam kasus Bank Century tidak main-main, Rp 6,7 triliun. Isu penahanan pimpinan KPK hanya untuk mengalihkan dari isu utama, yakni kasus Bank Century,” kata Winarso dari LBH Yaphi.

Di Jember, Jawa Timur, massa dari HMI beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta di kabupaten itu berunjuk rasa. Mereka mensinyalir ada ”tangan gaib” yang ingin mengerdilkan institusi KPK. Unjuk rasa itu diikuti sekitar 100 orang di Gedung DPRD Jember, Kamis.

Di Yogyakarta, sekitar seratus orang dari berbagai organisasi yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat untuk KPK, Kamis, berunjuk rasa di depan Kantor Pos Besar Yogyakarta. Mereka kian prihatin dengan penegakan hukum yang terjadi saat ini.

Pengunjuk rasa juga meminta Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri dan Jaksa Agung Hendarman Supandji mundur dari jabatannya karena dipandang tidak bisa melakukan penegakan hukum sesuai harapan rakyat.

Panggil Sekjen BPK

Secara terpisah, Kamis di Jakarta, Komisi XI DPR Bidang Keuangan dan Perbankan pada pekan depan akan memanggil Sekretaris Jenderal BPK Dharma Bakti untuk meminta klarifikasi terkait penyelesaian laporan audit investigasi dana talangan Bank Century. Setelah itu, Komisi XI DPR akan mengadakan rapat konsultasi dengan BPK untuk memastikan kapan laporan audit investigasi itu selesai.

Ketua Komisi XI DPR Emir Moeis menandaskan, sebelum 5 Desember 2009 atau saat dimulainya masa reses, DPR harus mempunyai kesimpulan terkait laporan audit investigasi Bank Century.

Dalam catatan Kompas, BPK di bawah kepemimpinan Anwar Nasution menjanjikan laporan final audit investigasi Bank Century selesai sebelum berakhirnya masa jabatan BPK periode itu, yakni 19-20 Oktober. Namun, BPK baru di bawah pimpinan Hadi Purnomo menyatakan, laporan final audit investigasi Bank Century diupayakan selesai pada Desember 2009.

Di Jakarta, Kamis, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPR, T Gayus Lumbuun, berjanji akan menyerahkan usulan penggunaan hak angket kasus Bank Century ke Badan Musyawarah DPR, Selasa depan. Persyaratan administrasi usulan itu lengkap sebab 26 anggota DPR dari enam fraksi sudah menandatanganinya. Di DPR saat ini terdapat sembilan fraksi.(EKI/SIR/WER/NWO/HAR/AIK)