Rabu, 25 Maret 2009

Seputar sufi dan yang saya alami

Banyak perbedaan pendapat seputar sufi.

Saya pribadi sedang dalam proses mempelajarinya.

Namun ada seorang teman saya yang mendalaminya dan saya lihat beliau sejauh ini menjalankan syariah dan berpegang teguh pada Al Qur'an dan Hadist. Pernah saya tanyakan kepada beliau bagaiman perbedaan sufi yang benar dan sesat. Beliau menyatakan bahwa sufi yang sesat adalah yang meninggalkan syariah. Sejauh seorang sufi menjalankan syariah dan berpegang teguh pada Al-Quran dan Hadist serta tidak ditambah perbuatan bid'ah maka mereka insyaallah dijalan yang lurus.

Saya minta petunjuk teman, buku-buku karya siapa yang sebaiknya saya baca jika ingin mengetahui seputar sufi yang baik. Teman saya itu merekomendasikan karya Ibnu Athaillah Al-Sakandari, karena beliau berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Hadist.

Beberapa buku terjemahan karya Ibnu Athaillah saya dapatkan dari penerbit Serambi (www.serambi.co.id) dan salah satu buku yang berkesan cukup dalam adalah "Menyelam ke samudera ma'rifat dan hakekat", Syekh Ahmad Ibnu Athaillah, Penerbit Amelia Surabaya terbitan 2006 yang saya beli di TB WaliSongo Kwitang.

Sungguh buku-buku tersebut membawa perubahan berarti bagi hidup saya.

Dahulu saya merasa "aku" dan bangga dengan kemampuan saya. Salah satunya dahulu saya senang sekali klo boss memuji saya dengan, "wah klo ndak ada zon, bisa ndak terselesaikan masalah ini".

Dahulu juga saya merasakan dalam mencari rezeki, bersusah payah seperti kebanyakan orang-orang. Pagi sampai sore di kantor sebuah perusahaan swasta, pulang kerja masih juga "menjual" profesionalitas saya (bidang IT). Terkadang pulang larut malam bahkan sampai pukul 1 atau 2 dini hari. Sabtu - minggu pun kadang saya pergunakan sehingga menelantarkan anak dan istri.

Dahulu saya sering sholat dirasakan tidak khusyuk, ibadah lain pun terasa 'kering' sehingga jelas dahulu saya hanya menjalankan Iman dan Islam tanpa mengerti arti sesunguhnya Ihsan.

Pendapat saya dunia sufi lah yang menjelaskan tentang Ihsan sesungguhnya, dan menurut saya, kita sebagai muslim wajib untuk mengetahui lebih dalam tentang Ihsan. Inilah sebenarnya jawaban atas pertanyaan negatif sebagian orang seperti.

"Dia muslim, tapi koq korupsi"

"Dia sholat, tapi koq maksiat"

"Dia muslim, tapi koq ....... perbuatan/sifat lain-lainnya yang tidak mencerminkan perbuatan/sifat seorang muslim.

Alhamdulillah, setelah saya berkenalan dengan dunia sufi, terjadi perubahan dalam hidup saya. Saat ini saya merasakan betapa lemahnya saya dihadapan Allah. Benar-benar tidak ada daya upaya selain atas izin Allah. Saya merasakan segala ilmu yang saya dapatkan sangat kecil sekali dibandingkan dari ke Maha Tahu an Nya. Tidak ada lagi yang patut di sombongkan. Allah lah Maha Besar.

Klo saya melihat teman yang meninggalkan sholat wajib, saya menganggap teman itu, berani sekali / sombong kepada Allah. Sholat adalah hak Allah.

Selanjutnya dalam kehidupan saya, selalu berpegang teguh pada firman Allah,

Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku (Az Zariyat 56) dan

Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputmu (al Hijr 99)

Bahwa tujuan hidup manusia di dunia adalah semata-mata beribadah kepada Allah.

Kemudian kita menerima apapun ketetapan Allah untuk kita di dunia
dan menjalankan ketetapan secara ikhlas/rido, sabar, istiqomah, profesional dan tawakal.

Firman Allah,

"Dan Tuhanmu menciptakan dan memilih apa yang Dia kehendaki. Bagi mereka (manusia) tidak ada pilihan.”(QS Qasas :8)

Kemudian mengenai rezeki di dunia kita serahkan hasilnya pada Allah, kita manusia hanya punya hak untuk ikhtiar/prosesnya saja.

Firman Allah,

“Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Thalaaq [65]: 2-3).

Sedangkan selama kehidupan di dunia yang perlu selalu diingat adalah hidup kita penuh cobaan baik dalam posisi kesempitan/miskin maupun pada posisi kelapangan/kaya. Selalulah mengutamakan kehidupan Akhirat kelak.

Sesuai firman Allah.

Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka Kami penuhi balasan pekerjaan-pekerjaannya di dunia dan mereka tidak akan dirugikan sedikitpun. Tetapi di akhirat tidak ada bagi mereka bagian selain neraka. Dan sia-sialah apa-apa yang mereka perbuat di dunia dan batallah apa-apa yang mereka amalkan”. (QS. Hud : 15-16)

Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat” [Asy Syuura:20]

"Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa." (QS. Al An'aam : 44 )

Firman - Firman Allah diatas lah yang merupakan beberapa pegangan sebagai saya menjalani kehidupan.

Selanjutnya saya berupaya selalu untuk merasakan kehadiran Allah disetiap waktu , setiap detik. Kadang-kadang saya tergelincir (maklum manusia lemah) namun saya berusaha secepatnya untuk meminta ampun pada Nya. Akhirnya saya ikhlas berserah diri pada Allah dengan tuntunan Rasulullah SAW.

Semoga bermanfaat, mohon maaf atas kesalahan tulisan dan pendapat hamba yang lemah ini.

Tulisan lain mengenai Ihsan, silahkan lihat http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/01/28/menjadi-muslim-terbaik/

=========================================
Catatan tentang sufi seperti yang ditulis oleh Ibnu Athaillah.

=========================================

Syekh Abu al-Abbas r.a mengatakan bahwa orang-orang berbeda pendapat tentang asal kata sufi. Ada yang berpendapat bahwa kata itu berkaitan dengan kata shuf (bulu domba atau kain wol) karena pakaian orang-orang shaleh terbuat dari wol. Ada pula yang berpendapat bahwa kata sufi berasal dari shuffah, yaitu teras masjid Rasulullah saw. yang didiami para ahli shuffah.

Menurutnya kedua definisi ini tidak tepat.

Syekh mengatakan bahwa kata sufi dinisbatkan kepada perbuatan Allah pada manusia. Maksudnya, shafahu Allah, yakni Allah menyucikannya sehingga ia menjadi seorang sufi. Dari situlah kata sufi berasal.

Lebih lanjut Syekh Abu al Abbas r.a. mengatakan bahwa kata sufi (al-shufi)
terbentuk dari empat huruf: shad, waw, fa, dan ya.

Huruf shad berarti shabruhu (kebesarannya), shidquhu (kejujuran), dan shafa'uhu(kesuciannya)

Huruf waw berarti wajduhu (kerinduannya), wudduhu (cintanya), dan wafa'uhu(kesetiaannya)

Huruf fa' berarti fadquhu (kehilangannya), faqruhu (kepapaannya), dan fana'uhu(kefanaannya).

Huruf ya' adalah huruf nisbat.

Apabila semua sifat itu telah sempurna pada diri seseorang, ia layak untuk menghadap ke hadirat Tuhannya.

Kaum sufi telah menyerahkan kendali mereka pada Allah. Mereka mempersembahkan diri mereka di hadapanNya. Mereka tidak mau membela diri karena malu terhadap rububiyah-Nya dan merasa cukup dengan sifat qayyum-Nya. Karenanya, Allah memberi mereka sesuatu yang lebih daripada apa yang mereka berikan untuk diri mereka sendiri.

======================================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar