Selasa, 20 April 2010

Dalil Bid'ah

Mengambil Pelajaran dari Dalil Tentang Bid'ah


Ketika saya membuat tulisan hati-hati dalam memahami bid'ah

Banyak yang memberikan tanggapan dengan memberikan dalil-dalil banyak sekali tentang "bid'ah",  mungkin maksudnya agar saya lebih memahaminya.

Mereka (yang memberikan dalil-dalil) tidak melakukan langkah berikutnya, cukup berpuas diri pada dalil-dalil semata.

Langkah berikutnya adalah "mengambil pelajaran" dari semua dalil-dalil berhubungan dengan bid'ah,  sebagaimana firman Allah yang artinya,

"Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). (Al Baqarah : 269)

Semoga kita diberikan anugerah hikmah oleh Allah yang Maha Penyayang,

Jika tidak kita dapatkan anugerah hikmah, maka bisa saja termasuk yang disebut "Iman mereka tidak melampaui kerongkongan mereka".  Naudzubillah min zalik.

Marilah kita mengambil pelajaran atau memaknai atau menta'wilkan.

Siapa yang menta'wilkan Al-Quran dan sunnah, silahkan lihat tulisan sebelumnya http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/04/12/tawil/

Urutan pertama adalah cari dalil yang bersifat umum (prinsip/dalil umum) biasanya mengandung kata "sekalian" atau "setiap"

Diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Rasulullah menerangkan sbb:

"Jauhilah olehmu sesuatu yang diada-adakan karena yang diada-adakan itu bid'ah dan sekalian bid'ah adalah dholalah (sesat)"

Ada hadits-hadits yang senada dengan ini.

"Sekalian bid'ah" diterangkan atau dikhususkan oleh hadits-hadits lainnya seperti:

Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah mengatakan: "Barangsiapa yang berbuat satu kebid'ahan di dalam Islam dan dia menganggapnya baik, berarti dia telah menuduh Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam telah mengkhianati risalah. Karena Allah azza wajalla telah menyatakan: "Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian. Dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku kepada kalian. Dan Aku ridha Islam menjadi agama kalian." (Al- Maidah: 3)

Nabi Muhammad Saw bersabda yang artinya

"Barangsiapa yang menbuat-buat sesuatu dalam urusan kami ini maka sesuatu itu ditolak" (H.R Muslim – Lihat Syarah Muslim XII – hal 16)

Arti kata-kata "kebid'ahan di dalam Islam" , “dalam urusan kami”  ialah urusan keagamaan, karena Nabi Muhammad Saw, diutus Allah untuk menyampaikan agama. Maka dari hadist-hadits ini dapat diambil pengertian bahwa kalau dalam urusan keduniaan atau ghairu mahdah boleh saja diadakan asal tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits.

Sehingga sebagian ulama memaknai bahwa bid'ah yang bukan dalam Islam atau bukan urusan keagamaan, yang tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadits, tidak menentang perbuatan-perbuatan Sahabat Nabi, dan tidak menentang Ijma maka dikategorikan bid'ah hasanah.

Imam as Syafii ra berkata “Apa yang baru terjadi dan menyalahi kitab al Quran atau sunnah Rasul atau ijma’ atau ucapan sahabat, maka hal itu adalah bid’ah yang dlalalah. Dan apa yang baru terjadi dari kebaikan dan tidak menyalahi sedikitpun dari hal tersebut, maka hal itu adalah bid’ah mahmudah (terpuji).

Hadist Nabi yang menyatakan bahwa setiap bid’ah itu adalah sesat, adalah masih dapat menerima pengecualian, karena lafadz kullu bid’atin adalah isim yang dimudlafkan kepada isim nakirah, sehingga dlalalah-nya adalah bersifat ‘am (umum). Sedangkan setiap hal yang bersifat umum pastilah menerima pengecualian. Untuk itulah dijelaskan oleh hadits yang lain dengan istilah "di dalam Islam"  atau "urusan kami".

Wassalam

66 komentar:

  1. bid'ah itu lebih berbahaya daripada maksiat...

    Imam Samudera ketika akan ditembak dia senyum2 saja karena menganggap dirinya sedang berjihad di jalan Allah...

    quburiyun, sufiyun, khurofatiyun ketika berada di atas kapal yang mau tenggelam .... yang mereka seru siapa?? rasulullah, nabi2, malaikat, syaikh, para wali, jimat, dll ... di samping menyeru Allah...

    tapi seorang pelacur atau pezinah, peminum khamr dan pembunuh, bisa dengan cepat sadar karena mereka tau mereka di atas kesesatan, tapi orang yang terjatuh ke dalam pemahaman sesat, sampai sakratul maut pun mereka akan tetap meyakininya sampai ajal....

    mudah2an Allah memberi taufik dan hidayah kepada kita semua....amin

    BalasHapus
  2. [...] Untuk mengetahui cara “mengambil pelajaran” dari sekumpulan hadits tentang bid’ah, silahkan lanjut dengan membaca tulisan di http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/04/20/bidah/ [...]

    BalasHapus
  3. Saya ingin tanya, kalo memang saudara meyakini bahwa 'Maulid' itu termasuk bid'ah hasanah, maka di bagian mana letak bid'ahnya?
    kalo hasanahnya, saya sudah tau jawabannya......



    --------------------------------------------------
    NB : saya harap pertanyaan saya diatas dijawab tidak dalam bentuk link, singkat saja asal jelas, kopas juga gpp , asal tidak dalam bentuk link......

    -terima kasih-

    BalasHapus
  4. Terima kasih antum sudah berlaku adil, yakni meletakkan komentar pada tempatnya.
    Mauild Nabi termasuk kategori ghairu mahdah (ibadah umum).

    Ibadah umum beberapa dicontohkan oleh Rasulullah dan disunahkan untuk mengikuti , namun sebagian lagi diserahkan kepada manusia sesuai keinginan, teknologi atau zaman

    Ibadah umum seperti bekerja, berdoa/berzikir, berjama’ah, sedekah, infaq, belajar / menuntut ilmu, metode pengajaran, berpolitik, menggunakan safety belt ketika berkendara mobil, menggunakan pedal rem ketika menjalankan kendaraan, menggunakan helm ketika berkendara motor, berangkat naik haji menggunakan sarana transportasi yang lebih baik seperti dengan pesawat terbang.

    Yang perlu diingat bahwa “semua yang diserahkan kepada manusia” itu tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Inilah yang disebut dengan mengikuti petunjuk Allah atau pegangan hidup manusia mengarungi dunia yakni Al-Quran dan Hadits.

    Ibadah umum, berdoa/berzikir, disunnahkan mengikuti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW namun boleh dilakukan sesuai kebutuhan/keinginan (tidak sesuai yang dicontohkan) namun biasanya mengikuti sunnah adab berdoa.

    Sedangkan Maulid Nabi memang tidak dicontohkan oleh Nabi SAW maupun para sahabat sehingga dikatakan bid'ah. Namun bukan bid'ah "urusan kami",

    BalasHapus
  5. Ada 5 point hal yg ingin saya sampaikan dan tanyakan (saya harap saudara menjawabnya satu persatu)....

    1. Ini adalah salah satu kekeliruan saudara dalam memahami agama (Islam) ini yakni meng-umum-kan ibadah khusus.....

    2. Bagaimana bisa, dzikir, sholawat dan berdoa yg pada hakikatnya merupakan amaliah dalam hal 'habluminallah' disamakan kaidah hukumnya dengan perbuatan2 seperti menggunakan safety belt ketika berkendara mobil, menggunakan pedal rem ketika menjalankan kendaraan, dan menggunakan helm ketika berkendara motor yg dimana perbuatan2 tsb kaitannya hanyalah sebatas kepada 'habluminannas'/urusan keduniaan.....?

    3. Dengan mengatakan bahwa "........Maulid Nabi memang tidak dicontohkan oleh Nabi maupun para sahabat sehingga dikatakan bid’ah...........",
    itu tandanya bahwa saudara sebenarnya telah paham kaitan antara perayaan 'Maulid' dengan bid'ah ! bahkan (menurut saya) perkataan tsb menandakan bahwa secara tidak langsung dan tanpa disadari saudara telah mengakui kekeliruan saudara.....
    karena keliru umat muslim apabila beramal sholeh, namun tidak mencontoh Rasulullah dan Sahabat, karena hanya merekalah sebaik-baiknya contoh orang-orang yg paling bertaqwa......
    Rasulullah bersabda ;

    “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)

    adapun maksud '....amalan yang bukan ajaran kami....' itu adalah seperti yg saudara jelaskan yakni AMALAN YANG TIDAK DICONTOHKAN OLEH NABI MAUPUN SAHABAT ! maka apabila kita melakukan suatu ‘amaliah’ yg tidak ada contoh sebelumnya, maka tertolaklah amalan itu dengan merujuk kepada Sabda Rasulullah tsb.....

    lalu saya ingin tanya, apakah perayaan 'Maulid' itu bukan suatu amalan bagi orang-orang yg merayakannya? lalu kalo memang itu merupakan suatu amalan, apakah amalan tsb telah ada contohnya dari Rasulullah dan para Sahabat? tentu saudara telah menjawabnya......lalu, jika tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para Sahabat, apa konsekuensinya apabila kita merujuk kepada Sabda Rasul diatas?

    4. kalo memang berdoa/berzikir itu pelaksanaannya boleh tidak sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah dan Sahabat, lalu saya ingin tanya, memangnya Rasulullah dan Sahabat tidak pernah mengajarkan tata cara sholawat dan dzikir?

    5. Dengan saudara mengatakan bahwa perayaan 'Maulid' itu tidak termasuk ke dalam 'urusan kami' (urusan keagamaan), itu menandakan bahwa saudara sendiri sebenarnya tidak paham dengan apa yg saudara katakan, bukankah bagi orang-orang yg merayakan ‘Maulid’ seperti saudara, saudara selalu berdalil bahwa di dalam perayaan ‘Maullid’ tsb terdapat sholawat dan dzikir? kalo memang begitu, bagaimana bisa sholawat dan dzikir bukan (tidak) termasuk ke dalam urusan keagamaan?

    BalasHapus
  6. Mohon maaf, saya ringkas dalam 1 jawaban, agar tidak membuang waktu berharga.
    Maulid Nabi SAW adalah peringatan kelahiran Nabi SAW. Peringatan biasa dilakukan oleh lebih 1 orang. Sehinga perbuatan ini pun bisa masuk kategori habluminannas. Hubungan antar manusia yang baik adalah yang selalu mengajak untuk mengingat Allah.
    Apa yang dilakukan dalam peringatan tersebut yakni membaca sholawat (sudah ada tuntunannya), dzikir dan doa, pengajian atau majelis taklim dengan tematik riwayat Nabi Muhammad (disesuaikan dengan kebutuhan), kegiatan amal.

    Adab diskusi yang baik adalah 2 s/d 3 kali tanya jawab. Selebihnya marilah kita ikhlaskan pada pemahaman masing-masing.
    Yang pasti kita adalah bersaudara karena kita adalah sama-sama muslim. Bagaimana "hubungan" antum dan saya kepada Allah, marilah kita ikhlas kepada kehendak Allah. Semoga antum dirahmati Allah.

    BalasHapus
  7. Mengkhususkan perkara yg tidak pernah dikhususkan oleh Rasulullah dan para Sahabat merupakan suatu kekeliruan dalam beragama pastinya, pernahkah para Sahabat mengkhususkan memperingati hari kelahiran Rasulullah dengan mengkhususkan juga melakukan dzikir secara beramai-ramai (berjamaah)?

    Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
    “Tujuh (orang) yang akan diberi naungan oleh Allah pada naungan-Nya di hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya……..(diantaranya): “Seorang laki-laki yang menyebut nama Allah di TEMPAT YANG SEPI sehingga kedua matanya meneteskan air mata.” [HR.Bukhari no.660; Muslim, no.1031]

    jujur saja, saya memang tidak ikhlas jika umat muslim lebih mengenal ritual-ritual peribadatan baru yg tidak pernah dilakukan (dicontohkan) oleh Rasulullah dan Sahabat, ketimbang mengenal sunnah-sunnah beliau....

    saya juga tidak ikhlas jika umat muslim lebih membela mati-matian ritual-ritual peribadatan yg tidak pernah dilakukan (dicontohkan) oleh Rasulullah dan Sahabat ketimbang membela sunnah-sunnah beliau....

    kenapa saya tidak ikhlas terhadap hal tsb? karena saya tidak ikhlas jika amaliah sunnah menjadi 'redup', sedangkan amaliah bid'ah menjadi 'hidup'.....

    walaupun pertanyaan saya tidak seluruhnya dijawab, akan tetapi sepertinya saya akhiri saja diskusi seperti ini, karena saya takut masuk ke dalam perdebatan dan jidal yg memang terlarang......

    apabila ada kata-kata yg keliru dan menyinggung, saya minta maaf, saya meminta ampun kepada Allah, semoga ada manfaat yg bisa dipetik di dalam diskusi kita ini....

    -terima kasih-

    Assalamuallaikum.....

    BalasHapus
  8. Insyaallah, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan pemahaman kami.

    Mari kita temukan kenikmatan dalam Iman dan Islam sehingga InsyaAllah, kita dapat merasakan kedekatan dengan Allah sebagaimana Allah telah sampaikan dalam firmanNya yang artinya
    "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat." (QS Al-BAqarah : 186).
    "Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat" (QS Al-Waqi'ah: 85).
    "Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." (QS. Qaaf: 16)

    Sehingga dengan kedekatan itu, InsyaAllah kita dapat merasakan bahwa Allah yang mengajari/memimpin kita dalam menjalani kehidupan di dunia, sebagaimana firmanNya yanga artinya,
    "…Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarimu (memimpinmu); dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS al Baqarah, 2: 282).

    Kalau boleh saya mengingatkan antum, sebaiknya antum ikhlas dengan pemahaman muslim yang lain karena karunia pemahaman yang Allah berikan itu tergantung kehendak Allah. Bahkan ketidak-ikhlasan antum dapat mengakibatkan secara tidak langsung antum tidak percaya tentang pengaturan Allah. Berhati-hatilah dengan ke-aku-an atau egosentris.

    Terima kasih atas kesediaan antum untuk mengakhiri diskusi tentang bid'ah ini. Semoga antum dirahmati Allah.

    Saya akhiri dengan mohon maaf pula, jika ada kesalahan dari saya.

    Wassalammualaikum Wr. Wb.

    BalasHapus
  9. di link yg saudara kasih diatas,walaupun isinya panjang lebar, tapi tidak ada satupun yg menjelaskan arti bid'ah secara istilah....

    kalau para pengunjung blog saudara ini benar2 ingin tau apa itu bid'ah, ingin bisa memahami bid'ah secara bahasa (umum) dan istilah (khusus), serta ingin tau kaitan bid'ah dengan kesempurnaan Islam, maka para pengunjung blog ini bisa mengunjungi link berikut ;

    http://muslim.or.id/manhaj/mengenal-seluk-beluk-bidah-1.html

    disitu terdapat beberapa artikel yg mengupas tuntas tentang bid'ah dengan singkat dan jelas....
    dan bisa juga download audio yg mengupas tentang bid'ah di ;

    http://maramissetiawan.wordpress.com/2009/05/21/download-audio-kupas-tuntas-akar-bidah/

    di rekaman kajian tsb bisa terjawab, apakah benar bahwa Salaf itu suka mengkafirkan seorang muslim atau tidak...

    Dan bagi yg ingin sharing dan bertukar pikiran tentang bid'ah dengan saya, bisa via email di ibra_alfarisi87@yahoo.com

    BalasHapus
  10. sdr. Yusuf Ibrahim memang betul. Tulisan dalam blog ini ngambang dan seperti "DAGELAN" alias mbanyol, jauh dari ilmiah.

    Dagelan tentang ibadah yang dibandingkan dengan safety belt, biasanya kalau bicara tentang bid'ah akan membuat perumpamaan antara haji naik unta dengan haji naik pesawat, betul-betul "DAGELAN" kyai kampung. Yang setelah hal itu dikatakan, para hadirin tertawa bersama.

    Ya.. sudahlah...hanya "DAGELAN KYAI KAMPUNG" yang jauh dari ilmu, hanya untuk hahaha dan hihihi pendengarnya.

    BalasHapus
  11. Silahkan dilanjutkan dengan membaca tulisan pada
    http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/04/20/semua-ibadah/
    http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/04/18/memahami-bidah/

    BalasHapus
  12. Ass. Wr. Wb
    Saya salut kepada Sdr. Yusuf Ibrahim & Mutiara Zuhud karena bisa berdiskusi dengan hati yang tenang dan pikiran yang jernih. Khusus untuk Sdr. Sunan, saya himbau kalau memberikan komentar ke depannya bisa lebih santun, walaupun berbeda pendapat marilah kita mengungkapkan pendapat kita dengan bahasa yang yang tidak menyinggung maupun melukai perasaan orang lain apalagi kita sesama muslim. Semuanya marilah kita serahkan kepada Allah SWT dengan adanya perbedaan yang ada karena semuanya mempunyai dasar masing-masing yang diyakininya. Apakah anda yakin bahwa anda lebih baik dibandingkan Sdr Mutiara Zuhud ? Yakin bisa masuk surga duluan ?
    Karena sebenarnya Bid'ah tidak dijelaskan secara detail oleh Rasulullah SAW. Maka ada banyak definisi bid'ah dan dengan berbagai penafsirannya yang disampaikan oleh para ulama terdahulu. Sehingga sampai dengan sekarang pun terdapat perbedaan pendapat tentang bid'ah.
    Di lapangan ada yang berpendapat bahwa bersalaman setelah sholat merupakan bid'ah karena tidak dilakukan Rasulullah SAW pada masa dahulu tetapi ada yang memperbolehkan. Saya pribadi memperbolehkan karena bersalaman sebenarnya di luar ibadah sholat yang telah diatur dengan jelas tata caranya (yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam) tetapi saya juga tidak memaksakan pendapat saya tersebut. Silakan saja masing-masing karena kita semua memiliki pendapat dan dasar masing-masing.
    Sebenarnya energi kita banyak terkuras dengan diskusi dan perdebatan yang menurut saya sampai kapan pun tidak akan selesai karena masing-masing sebenarnya punya dasar masing-masing. Kita sibuk mengurusi masalah salaman setelah sholat, mengurusi masalah maulid nabi Muhammad SAW, mengurusi masalah shalawat antar waktu sholat tarawih, mengurusi puji-pujian/shalawat sebelum sholat fardhu, mengurusi tahlilan dll.
    Kalau kita sibuk mengurusi masalah salaman setelah sholat misalkan, atau shalawat antar sholat tarawih (menurut saya tidak masuk dalam ibadah sholat yang telah diatur tata caranya), sekarang saya ingin menanyakan, apakah ceramah agama pada sholat sholat tarawih termasuk bid'ah atau bukan ?
    Lebih ekstrim lagi telah kita ketahui bahwa khutbah pada sholat jumat merupakan rangkaian ibadah dan tata caranya pun sudah diatur, kita pun yang mendengarkan dilarang berbicara pada saat sholat jumat. Sekarang pertanyaan saya, apakah pada saat itu Rasulullah SAW melakukan khutbah jumat dengan bahsa Indonesia ? sekarang di Indonesia hampir semuanya menggunakan bahasa Indonesia, apakah hal tersebut bid'ah ? Padahal menurut saya kalau misalkan salaman dsb dianggap bid'ah yang sesat maka khutbah jumat memakai bahasa indonesia merupakan bid'ah karena jelas-jelas tidak sesuai dengan tuntunan yang jelas-jelas dilaksanakan Rasulullah SAW dengan bahasa arab (kita mengadakan hal baru dengan berbahasa Indonesia).
    Mohon maaf jika ada kata-kata yang salah, semoga kita semua dilindungi Allah SWT. Amin

    BalasHapus
  13. Mohon menambahkan, yang berpendapat bahwa semua bid'ah sesat dan sebagai contoh membaca sholawat antar waktu sholat tarawih dan salaman setelah sholat merupakan bid'ah, maka menurut saya konsekuensinya ceramah agama waktu sholat tarawih pun merupakan bid'ah yang sesat, khutbah jumat memakai bahasa indonesia pun merupakan bid'ah yang sesat. Apa yg harus dilakukan ? tidak perlu ada ceramah agama pada saat sholat tarawih dan pada saat khutbah jumat pun harus memakai bahasa arab seperti khutbah-khutbah jumat pada masjid tertentu.
    Mohon maaf saya tidak menyudutkan kelompok tertentu, marilah kita semua berusaha arif dengan segala perbedaan yang ada.
    Insya Alllah saya pernah mengikuti pengajian kelompok yang melarang bid'ah, saya juga mengikuti pengajian kelompok yang memperbolehkan bid'ah dan Insya Allah saya tidak apriori terhadap kelompok tertentu. Dengan mengikuti pengajian dari berbagai pihak maka kita akan bisa memperkaya wawasan, walaupun tidak sependapat kita akan mengetahui mengapa seseorang berpendapat seperti itu. Kadang kala dalam suatu pengajian, jika membahas 10 poin, maka saya setuju 8 poin, yang 2 poin saya tidak setuju karena saya sudah mempunyai dasar yang lain. Apa yang saya lakukan ? silakan saja anda berpendapat demikian, saya berpendapat demikian.
    Saya hanya bisa menghimbau saya pribadi dan saudara-saudara sekalian, marilah kita ikuti pengajian dari berbagai kelompok dengan tanpa apriori dahulu, dengarkan dasar-dasarnya, dan jika kita tidak setuju maka hormatilah pendapat orang lain sama seperti kita yang ingin pendapat kita juga dihormati orang lain.

    BalasHapus
  14. Jadi begini pak, bersalaman secara adat pada bangsa manapun adalah pada saat pertama kali bertemu dan pada saat berpisah.
    Begitu juga perilaku di masjid, pada saat kita memasuki masjid kita bertemu dengan beberapa jamaah kita berjabatan tangan, katagori "salam perjumpaan".
    Kemudian kita sholat berjamaah dengan mereka, ketika salam ada teman kita di sebelah kita yg kita belum bersalaman sebelumnya, ya kita bersalaman dengannya, juga termasuk "salam perjumpaan".
    Selesai sholat berjamaah kita pun pulang, bersalaman dengan orang /jamaah yang kebetulan kita temui sebagai "salam perpisahan".
    Ini adalah hal yang lumrah dan sudah semestinya dilakukan sebagai sesama muslim.

    Yang jadi permasalahan adalah ketika kita sudah bersalaman ketika bertemu, setelah sholat kita salaman lagi "bukan salam pertemuan ataupun salam perpisahan", salaman apakah ini? maksudnya pun tidak jelas, seolah olah sesuatu yang sakral. Karena setelah bersalaman pun, mereka tidak berpisah, mereka sholat sunnah, kemudian duduk2 membicarakan sesuatu.
    Inilah salaman yang "ANEH" tujuannya pun tidak jelas. Mau dikatakan salaman pertemuan, lha wong sudah salaman sebelumnya, mau dikatakan salaman perpisahan setelah itu duduk bareng, aneh kan.

    SALAMAN INI PUN DIANGGAP IBADAH
    Buktinya :
    - orang yg tidak mau ikut bersalaman, dikucilkan.
    - saya pernah sholat sunnah setelah berzikir, ternyata orang yang bersalaman merasa terganggu dengan sholat saya, merekapun melintas di wilayah sujud saya (sutrah), coba bayangkan, mereka anggap bersalaman muter lebih mulia dari orang yg lagi sujud di hadapan Alloh (sholat)
    - Bersalaman ini pun diikuti oleh bid'ah yang lain sebelumnya, yaitu dzikir dan doa berjamaah. kalau dzikir dan do'anya masing-masing (mengikuti sunnah rasululloh saw), tidak mungkin bersalam-salaman dapat dilakukan.
    - Acara ini pun dilakukan di masjid yang jauh dari ajaran sunnah, seperti ada nyanyian (puji-pujian) setelah adzan, padahal saat itu banyak yg lagi sholat sunnah, mereka malah teriak-teriak sambil menyanyi. Padahal, jangankan menyanyikan syair, membaca alqur'an pun terlarang ketika ada orang sholat.
    -bahkan di beberapa masjid sudah membawa alat musik rebana, mereka bernyanyi, menari di dalam rumah Alloh swt, astaghfirulloh..., mungkin suatu saat piano dan gitar pun akan masuk dalam masjid seperti kaum nasrani...nauzubillah.

    -Apakah kita biarkan penyimpangan 2 diatas ? dengan dalih demi persatuan? persatuan diatas kesesatan?
    -Bagaimana tugas kita ber amarma'ruf nahimungkar ?
    -Kalo bukan kita yg melestarikan ajaran rasululloh saw, siapa lagi?
    - Kita wajib memberitahukan kepada mereka dengan cara yang terbaik, meskipun kita mempunyai resiko dikucilkan, dianggap aliran keras, bahkan diusir, itulah resiko dakwah yang menyerukan kembali kepada sunnah.

    wallohua'lam bisowab, Semoga bermanfaat.

    BalasHapus
  15. Ber amar ma'ruf nahi munkar kepada manusia untuk mengajak kepada jalan Tuhan perlu dilakukan cara yang baik, sebagaimana firman Allah yang artinya, "Serulah ( manusia ) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik" (QS an Nahl: 125).

    Itu petunjukNya terhadap manusia yang belum paham jalan Tuhan.

    Apalagi kalau kita ber amar ma'ruf nahi munkar kepada seorang muslim yang sudah taat mengerjakan sholat, melaksakan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah, menjauhi hal-hal yang diharamkan-Nya perlu dilakukan secara lemah lembut, sangat harus dihindari tindakan kasar atau merasa pemahaman kita pasti benar.

    Kalau antum merasa sudah melestarikan ajaran Rasulullah saw, apakah antum meyakini bahwa muslim lainnya belum mengikuti ajaran Rasulullah saw ? Siapkah antum "mendengarkan" hujjah atau dalil yang mereka yakini ?

    Apakah antum yakin bahwa batasan ajaran Rasulullah saw adalah sebatas yang antum ketahui dan pahami ?

    Inilah yang telah saya uraikan dalam tulisan pada
    http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/08/18/2010/07/26/salahpaham-pemahaman/

    BalasHapus
  16. Saya siap menerima hujjah mereka, asalkan hujjahnya berdasarkan dalil yang shohih, kalau mereka benar, ya saya ikuti, saya siap sami'na wa atho'na.

    Tapi kalo dalilnya adalah qias, atau "ini kan baik", ...waduh ya maaf karena ibadah itu ittiba' (mengikuti) rasululloh, bukan mengingkarinya.

    BalasHapus
  17. Mohon maaf saya tambahkan, tadi belum saya tuliskan, saya mencuplik tulisan Muhammad Abduh Tuasikal :

    "Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Iqtidho’ Shirotil Mustaqim, 2/101-103) mengatakan, “Setiap perkara yang faktor pendorong untuk melakukannya di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu ada dan mengandung suatu maslahat, namun beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukannya, maka ketahuilah bahwa perkara tersebut bukanlah maslahat. Namun, apabila faktor tersebut baru muncul setelah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dan hal itu bukanlah maksiat, maka perkara tersebut adalah maslahat.“
    Contoh penerapan kaedah Syaikhul Islam di atas adalah adzan ketika shalat ‘ied. Apakah faktor pendorong untuk melakukan adzan pada zaman beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ada? Jawabannya : Ada (yaitu beribadah kepada Allah). Namun, hal ini tidak dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam padahal ada faktor pendorong dan tidak ada penghalang. Pada zaman beliau ketika melakukan shalat ‘ied tidak ada adzan maupun iqomah. Oleh karena itu, adzan ketika itu adalah bid’ah dan meninggalkannya adalah sunnah.”

    BalasHapus
  18. Mohon maaf saya tambahkan,
    Di bagian mengenai pendapat Ibnu Taimiyah sampai dengan contoh adzan saya cuplikkan dari tulisan Sdr Muhammad Abduh Tuasikal.
    Terima kasih

    BalasHapus
  19. Assalaamu'alaikum Wr Wb
    Rekans ysh, ada beberapa hal yang akan saya sampaikan :
    1. Dalam tulisan saya di atas ada kata2 "Amar ma'ruf nafi mungkar" harusnya "Amar ma'ruh nahi mungkar"
    2. Sebenarnya saya pernah juga membaca & mempelajari dasar2 golongan yang berpendapat semua bid'ah sesat, saya juga membaca & mempelajari dasar2 golongan yang berpendapat bahwa tidak semua bid'ah sesat. Tapi mohon maaf, saya tidak dapat mengutip/menuliskan kembali karena terlalu banyak. Disamping itu saya juga merasa semua golongan akan sulit menerima pendapat golongan yang lain. Walaupun harapan sangat sulit terealisasi, saya hanya ingin masing-masing pihak tidak saling menyalahkan karena masing-masing punya penafsiran dengan dasarnya masing2. Jadi menurut saya bahasan bid'ah mungkin bisa dibahas sampai di sini saja.
    3. Saya Mohon maaf jika ada kata-kata yang menyinggung perasaan, semoga kita semua selalu mendapatkan perlindungan Allah SWT. Amin
    Wassalaamu'alaikum Wr Wb

    BalasHapus
  20. Mas mam yang saya hormati,
    Masalah adzan untuk ied, silahkan baca hadist berikut :
    Dari Jabir bin Samurah ia berkata: “Aku shalat bersama Rasulullah 2 Hari Raya (yakni Idul Fitri dan Idul Adha), bukan hanya 1 atau 2 kali, tanpa adzan dan tanpa iqamah.” (Shahih, HR. Muslim)

    Ibnu Rajab berkata: “Tidak ada perbedaan pendapat di antara ulama dalam hal ini dan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar dan ‘Umar radhiallahu 'anhuma melakukan Shalat Id tanpa adzan dan iqamah.”

    Al-Imam Malik berkata: “Itu adalah sunnah yang tiada diperselisihkan menurut kami, dan para ulama sepakat bahwa adzan dan iqamah dalam shalat 2 Hari Raya adalah bid’ah.” (Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/94

    Masalah wanita haid, memang ulama ikhtilaf ada yang membolehkan dan ada yang melarang. Ustadz yang bijak akan menjelaskan dalil dari 2 pendapat tadi, baru setelah itu dia mengatakan saya lebih condong pada pendapat yang ini atau itu. Jadi yang ikhtilaf itu bukan di level kita yang jahil tapi di level ulama.

    Masalah majelis zikir, pengertiannya adalah majelis ilmu syar'i, yang bisa mengeluarkan sesorang dari kegelapan menuju cahaya, dari kebodohan menjadi berilmu.

    Dan tidak ada satu dalilpun yang menjelaskan bahwa rasululloh pernah memimpin para sahabat untuk berzikir secara berjamaah, dilantunkan dengan "koor" seperti "kaum nasrani", kemudian menangis bersama, nauzubillah. Kalau hal itu ada, pasti ada dalil yang akan diriwayatkan baik oleh imam bukhori, muslim, dsb.

    Kalo bidah itu tidak sesat, lantas siapa orang yang berhak membuat bidah? siapa yang berhak membuat ibadah baru?
    Siapa yang akan menjelaskan ibadah yg baru ini ganjarannya begini dan begitu, siapa yang sanggup mengetahui perkara yg ghaib tersebut mas?

    Ibadah yang asli dan jelas dari rasululloh saw itu sudah banyak dan komplit, mengapa kita belum puas juga? apa kita sudah melaksanakannya? jangan-jangan kita ini melakukan yang tidak jelas (bidah) dan meninggalkan yang jelas (sunnah)...nauzubillahimindzalik.

    BalasHapus
  21. Mohon maaf koreksi ada tambahan surat dan ayat di kalimat berikut ini :
    ********”……sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia semuanya.” (QS Huud:119) padahal yang dimaksudkan adalah manusia dan jin yang durhaka.

    BalasHapus
  22. Mas Yusuf ysh,
    1. Sebenarnya masalah majelis dzikir buka pendapat saya pribadi.
    hadits Abdullah bin Abbas ra, beliau berkata, “Sesungguhnya mengangkat suara dalam dzikir ketika orang-orang telah selesai dari shalat fardhu itu terjadi pada masa Rasulullah SAW.” [HR. Imam Bukhori dan Imam Muslim]
    Al-Hafizh Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan dalam Fat-hul Bari, “Dalam hadits tersebut terkandung makna bolehnya mengeraskan dzikir setelah mendirikan shalat.”
    Imam Nawawi mengatakan bahwa ini adalah suatu dalil bagi sebagian ulama salaf bahwa sunat hukumnya menyaringkan suara ketika membaca takbir & dzikir setelah selesai sholat fardhu. Sedangkan ulama mutakkhirin yang dengan tegas menyatakan sunatnya hal itu adalah Imam Ibn Hazm Al Zahiri.

    Syaddad bin Aus ra juga meriwayatkan, dan dibenarkan oleh Ubadah bin Ash-Shamit, dia berkata: Kami berada di sisi Rasulullah SAW ketika beliau bersabda, “Adakah di antara kalian orang yang asing?” Kami menjawab, “Tidak ada yaa Rasulullah.” Lalu beliau memerintahkan untuk mengunci pintu, lalu bersabda, “Angkatlah kedua tangan kalian, lalu ucapkanlah LAA ILAAHA ILLALLAAH.” Kami pun mengangkat kedua tangan kami sesaat. Kemudian Rasulullah SAW meletakkan tangannya dan bersabda, “Al-hamdu lillaah, yaa Allaah, sesungguhnya Engkau telah mengutusku dengan (mengemban) kalimat (tauhid) ini. Engkau memerintahkan aku untuk mengamalkannya, dan Engkau menjanjikan surga bagiku karenanya. Sesungguhnya Engkau tidak mengingkari janji.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Bergembiralah, karena sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa-dosa kalian.” [HR. Imam Ahmad, Imam Thabrani, Al-Bazzar, Imam Al-Hakim]

    2. Masalah Bid'ah, mohon maaf saya tidak hanya mengartikan secara bahasa seperti yang anda maksud. Maka saya menanyakan hukum menggunakan bahasa Indonesia dalam khutbah Jumat yang jelas-jelas masuk dalam syariat/rangkaian ibadah Sholat Jumat. Saya terus terang seringkali bingung terhadap golongan yang dengan ringannya menghakimi bahwa bid'ah sesat (dengan dalil yang diyakininya tentunya), tetapi dalam kasus-kasus tertentu mengatakan suatu amalan bukan bid'ah. Misalkan menganggap berjabat tangan setelah sholat bid'ah, tetapi tetapi mengumpulkan Al Qur'an bukan dianggap bid'ah, khutbah jumat dengan bahasa Indonesia tidak dianggap bid'ah (Padahal khutbah jumat, mengumpulkan Al Qur'an, jga ceramah tarawih kalau mau juga bisa dilaksanakan pada jaman Nabi Muhammad SAW)

    Pertanyaan yang sama saya sampaikan kepada mas, apakah hal-hal di bawah ini termasuk bid'ah ?
    a. Bagaimana dengan adzan 2 kali pada saat sholat Jum’at yang dimulai pada jaman Usman bin Affan ?
    b. Apakah Ali bin Abi Thalib juga bid’ah sesat ketika membuat redaksi shalawat ? Apakah Ibnu Mas’ud juga bid’ah sesat ketika membuat redaksi shalawat ? Apakah Imam Syafii bid’ah sesat ketika membuat redaksi shalawat ?
    c. Bagaimana tanggapan anda bahwa Imam Ahmad bin Hanbal membaca doa selama 40 tahun dalam sujud ketika shalat. Beliau membaca doa berikut itu:
    اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِمُحَمَّدِ بْنِ إِدْرِيْسَ الشَّافِعِيِّ
    “Ya Allah, ampunilah aku, kedua orang tuaku dan Muhammad bin Idris al-Syafi’i”.
    Doa ini dibaca oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam setiap sujud dalam shalatnya selama empat puluh tahun. Apakah beliau termasuk bid’ah yang sesat ?
    d. Kalau Anda menganggap berdzikir secara berjama’ah itu bid’ah, bagaimana Anda menanggapi Ibnu Taimiyah yang melakukan dzikir jama’ah setiap habis sholat shubuh, lalu dilanjutkan dengan membaca surat al-Fatihah sampai Matahari naik ke atas, dan ia selalu menatapkan matanya ke langit. Padahal apa yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah ini tidak ada contohnya dari Rasulullah saw.

    3. Sebaiknya diskusi masalah bid'ah kita akhiri, terima kasih atas wawasan dan ilmu baru yang telah saya dapatkan. Semoga kita semua selalu dilindungi Allah SWT. Amin

    BalasHapus
  23. Astaghfirullahal'adzim, Astaghfirullahal'adzim, Astaghfirullahal'adzim
    Saya mohon ampun kepada Allah jika ada yang salah yang saya sampaikan, saya juga minta maaf kepada rekans semua jika ada kalimat yang salah dan menyakiti rekans semua.

    BalasHapus
  24. mam srihono, penjelasan pak yusuf ibrahim sudah sangat gamblang, semoga Alloh swt memberi petunjuk kepada anda, amin.

    Mas mam tolong jawab pertanyaan saya :

    - Kalo menurut anda bid'ah itu tidak sesat, lantas siapa orang yang berhak membuat bid'ah?

    - Siapa yang akan menjelaskan ibadah yg baru ini (bid'ah) ganjarannya begini dan begitu, siapa yang sanggup mengetahui perkara yg ghaib tersebut mas?

    BalasHapus
  25. Ass. Wr. Wb.

    Saya heran kepada bapak yusuf ibrahim, padahal imam syafi'i sendiri tidak melarang adanya maulid Nabi SAW, tapi kenapa anda menggunakan perkataan imam syafi'i??

    dengan adanya perdebatan ini, sya harap di hati kita tidak ada rasa KEBENCIAN antar sesama muslim, karena lewat KEBENCIAN itu lah setan berusaha memisahkan. mencerai-beraikan umat muslim. Zaman sekarang seharusnya jgn terus-terusan masalah ilmu yg di debatkan, tapi masalah akhlak, akhlak-akhlak anak muda sekarang sudah hancur karena ulah orang-orang nasrani dan yahudi, kenapa kita masih memperdebatkan masalah ini, kenapa kita tidak mendebatkan orang-orang nasrani dan yahudi yg sudah menghancurkan akhlak umat islam. orang yang berilmu belum tentu berakhlak tapi orang yg berakhlak sudah pasti berilmu.

    demikian yg sy smpaikan, kurang lebih sya mohon maaf

    Wss. Wr. Wb.

    BalasHapus
  26. -Faris-

    ….ya jelas tidak ada larangannya mas dari Imam Syafi’i,……Memangnya perayaan maulid itu pertama kali muncul tahun brp mas? Sedangkan Imam Syafi’i wafat tahun brp? Bagaimana bisa Imam Syafi’i melarang suatu perbuatan yang baru muncul jauh setelah beliau wafat? jadi saya mohon pertanyaannya itu yang rasional sedikit....

    Namun yg perlu digaris bawahi disini adalah bagaimana Imam Syafi’i memberikan suatu kaidah yang sangat bagus, yakni :

    Imam Syafi’i berkata,
    “Sesungguhnya anggapan baik (al-istihsan) hanyalah menuruti selera hawa nafsu”
    (Ar-Risalah, hal. 507)

    Imam Syafi'i juga berkata,
    “Barangsiapa yang menganggap baik sesuatu (dalam agama, menurut pendapat/akalnya), sesungguhnya ia telah membuat syari’at (baru)”
    (Al-Mankhuul oleh Al-Ghazaliy hal. 374, Jam’ul-Jawaami’ oleh Al-Mahalliy 2/395, dan yang lainnya)

    Dan saudara perlu simak dan pahami kaidah yang dikeluarkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berikut ini,

    Ibadah asal mulanya tidak diperbolehkan, kecuali yang disyari’atkan oleh Allah. Dan segala sesuatu (selain ibadah) asal mulanya diperbolehkan, kecuali yang dilarang oleh Allah
    (Majmuu’ Fataawaa karya Syakhul Islam Ibnu Taimiyyah (IV/196)

    Jujur saja mas, saya disini tidak membenci si A atau si B, si fulan atau si fulan, adapun yang saya benci itu hanyalah sebatas perbuatannya saja….dan saya disini tentu tidak menyalahkan masing-masing individu yang melakukan bid’ah tsb, karena bisa saja mereka masih belum tahu (paham) tentang apa itu sebenarnya bid’ah karena mungkin masih banyak syubhat (kerancuan) dikepalanya ….

    Kalo saudara merasa bahwa masalah ilmu itu dinomor duakan setelah akhlak, maka saya ingin tanya, bagaimana bisa akhlak ‘tegak’ tanpa ilmu?

    Itulah sebabnya mengapa yahudi dan nasrani seolah sangat mudah sekali merusak akhlak umat muslim khususnya anak-anak muda sekarang ini, hal tsb dikarenakan kurangnya ilmu mereka tentang agama Islam ini, sehingga membuat akhlak mereka mudah sekali ‘goyah’ bahkan sampai ada yang ‘rusak’ akibat minimnya ilmu yang mereka miliki tentang Islam ini…..

    Jadi, membahas masalah ilmu itu penting juga mas, karena berkaitan dengan akhlak juga. Akhlak akan bisa tegak dengan kokoh hanya dengan ilmu….

    Namun dengan adanya permasalahan tentang akhlak anak muda tsb, bukan berarti masalah bid’ah menjadi ‘tidak penting’ atau seolah tidak perlu dibahas lagi. Perlu saudara Faris ketahui bahwa bid’ah itu merupakan suatu permasalahan yang sama pentingnya, karena iblis dan bala tentaranya lebih menyukai umat muslim melakukan perbuatan bid’ah ketimbang perbuatan maksiat, karena perbuatan maksiat bisa memungkinkan sesorang untuk bertaubat dikemudian hari, sedangkan orang yang melakukan perbuatan bid’ah akan sangat sulit untuk bertaubat karena merasa perbuatannya itu benar……

    Imam Sufyan ats-Tsaury berkata,
    “Perbuatan bid’ah lebih dicintai oleh iblis daripada kemaksiatan dan pelaku kemaksiatan masih mungkin ia untuk bertaubat dari kemaksiatannya sedangkan pelaku kebid’ahan sulit untuk bertaubat dari kebid’ahannya.”
    (Riwayat al-Lalika-i dalam Syarah Ushul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (no.238))

    Imam Abu Muhammad al-Hasan bin ‘Ali bin Khalaf al-Barbahari berkata,
    “Jauhilah setiap perkara bid’ah sekecil apapun, karena bid’ah yang kecil lambat laun akan menjadi besar. Demikian pula kebid’ahan yang terjadi pada ummat ini berasal dari perkara kecil dan remeh yang mirip kebenaran sehingga banyak orang terpedaya dan terkecoh, lalu mengikat hati mereka sehingga susah untuk keluar dari jeratannya dan akhirnya mendarah daging lalu diyakini sebagai agama. Tanpa disadari, pelan- pelan mereka menyelisihi jalan lurus dan keluar dari Islam.”
    (Syarhus Sunnah lil Imaam al-Barbahary (no.7), tahqiq Khalid bin Qasim ar-Radadi, cet.II/Darus Salaf, th. 1418 H)

    Waallahu ‘Alam…….

    BalasHapus
  27. Akhi,
    Imam Syafi’i juga berkata,
    “Barangsiapa yang menganggap baik sesuatu (dalam agama, menurut pendapat/akalnya), sesungguhnya ia telah membuat syari’at (baru)”
    (Al-Mankhuul oleh Al-Ghazaliy hal. 374, Jam’ul-Jawaami’ oleh Al-Mahalliy 2/395, dan yang lainnya)
    Perkataan Imam Syafi'i adalah menganggap baik dalam agama atau ibadah mahdah atau sebagian hadits menyebutnya "urusan kami" yang disebut bid'ah dholalah.

    Sedangkan disisi lain Imam Syafi'i menyatakan bid'ah mahmudah untuk bid'ah dibidang ibadah ghairu mahdah
    Imam as Syafii ra mengatakan “Apa yang baru terjadi dan menyalahi kitab al Quran atau sunnah Rasul atau ijma’ atau ucapan sahabat, maka hal itu adalah bid’ah yang dhalalah. Dan apa yang baru terjadi dari kebaikan dan tidak menyalahi sedikitpun dari hal tersebut, maka hal itu adalah bid’ah mahmudah (terpuji)“.

    BalasHapus
  28. Dan didalam Mazhab Imam Syafi'i, dalam sholat subuh memakai doa Qunut, Bapak Yusuf Ibrahim sendiri sholat sbuhnya pakai doa Qunut atau tidak?kalau tidak, kenapa Bapak pakai perkataanya Imam Syafi'i?

    BalasHapus
  29. sepertinya ada satu kaidah rancu disini....

    bisakah saudara 'mutiarazuhud' ini sebutkan, siapa yang menciptakan kaidah/pembagian ibadah seperti yang mas sebutkan itu? apakah dari Rasulullah sebagai pembawa risalah, Sahabat, Imam Madzhab, atau dari Ulama-Ulama Salaf (terdahulu)? adakah dari mereka yang membagi ibadah menjadi ibadah mahdah dan ghairu mahdah?
    datang dari siapakah pemahaman adanya ibadah mahdah dan ghairu mahdah tsb?

    karena sejauh yang saya tau dan saya pelajari sampai detik ini, yang namanya ibadah itu hanya ada 2 jenis :
    1. ibadah wajib (fardu), dan ibadah fardu tsb masih dibagi 2 lagi yakni fardu 'ain dan fardu kifayah.
    2. ibadah sunnah/sunnat.

    waallahu 'alam.....

    BalasHapus
  30. “Itu adalah hari aku dilahirkan, aku diutus atau diwahyukan kepadaku.” [HR.Muslim 1162]
    Hadits ini membuktikan bahwa Rasulullah saw mengingat hari kelahiran Beliau………..”
    ----------------------------------------------------------
    Adakah dari kalangan Sahabat yang menafsirkan Sabda Rasulullah tsb sebagaimana yang saudara ‘mutiarazuhud’ tafsirkan?
    Adakah dari kalangan Sahabat yang menggunakan Sabda Rasulullah tsb sebagai dalil untuk melakukan perayaan hari kelahiran Rasulullah setiap tahun?
    Apakah ada Sahabat yang merayakan hari kelahiran Rasulullah setiap tahunnya? Jika tidak ada, maka apakah para Sahabat tidak paham apa yang disampaikan Rasulullah dalam Sabdanya tsb?


    “Tidak ada larangan dalam Al-Qur’an dan Hadits. jika hamba Allah swt memperingati kelahiran Rasulullah saw dengan ibadah ghairu mahdah atau ibadah kebaikan seperti pengajian atau bersholawat….”
    ----------------------------------------------------------------
    Kalo kaidahnya “…yang penting tidak ada larangannya….”, maka repot urusannya, akan jadi apa agama (Islam) ini? pantas saja orang-orang sufi dzikirnya sambil menari-nari (muter-muter), sholawatnya diiringi musik band seperti berdoanya orang-orang nasrani, kyainya berdakwah sambil bernyanyi-nyanyi seperti pendeta nasrani, semua itu memang secara khusus tidak ada larangannya……
    membaca Al-Quran sambil ‘nungging’ juga tidak ada larangannya mas, membaca Al-Quran dari kiri ke kanan seperti membaca lafadz latin juga tidak ada larangannya……
    maka, termasuk ke dalam ibadah apakah perbuatan-perbuatan tsb? ibadah ghairu mahdah atau ibadah mahdah?
    (maaf jika tersinggung, karena memang sebagian besar isi blog ini juga banyak yang menyinggung saya)


    “Dan tidak satupun ulama yang menganggap bahwa peringatan kelahiran Rasulullah saw adalah merupakan suatu kewajiban bagi muslim karena mereka paham bahwa Kewajiban, Larangan dan Pengharaman harus berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits, dan selebihnya Allah swt diamkan atau bolehkan (mubah), Allah swt tidak lupa.”
    -------------------------------------------------------------
    Kalo memang perayaan maulid itu bukan suatu kewajiban, apakah itu artinya merayakan hari kelahiran Rasulullah itu hukumnya sunnah? atau mubah?


    “Apalagi bagi muslim yang mengerjakan sesuatu perbuatan/ibadah yang dibolehkan dan merupakan anjuran dalam Al-Qur’an dan Hadits, maka mereka akan mendapatkan kebaikan/pahala.”
    ----------------------------------------------------------------
    Kalo memang merayakan maulid itu termasuk perbuatan yang diperbolehkan dan dianjurkan dalam Al-Quran dan Hadits, lalu adakah dari kalangan Sahabat yang merayakan maulid setiap tahun? kalo tidak ada, apakah saudara ingin menuduh bahwa para Sahabat tidak mengerjakan anjuran yang ada pada Al-Quran dan Hadits?
    Apakah anda ingin menuduh bahwa para Sahabat malas merayakan maulid setiap tahun? padahal tidak ada faktor penghalangnya, akan tetapi para Sahabat tidak ada yang merayakan maulid setiap tahun pada saat itu……

    BalasHapus
  31. Bagaimanakah antum bertanya "Kalo memang merayakan maulid itu termasuk perbuatan yang diperbolehkan dan dianjurkan dalam Al-Quran dan Hadits, lalu adakah dari kalangan Sahabat yang merayakan maulid setiap tahun?
    Sedangkan kita paham bahwa perbuatan/ibadah ghairu mahdah, maulid Nabi saw adalah perkara yang baik yang mulai dilaksanakan setelah Zaman Salafush Sholeh. Kita paham bahwa maulid Nabi saw tidak ada satupun larangan dalam Al-Qur'an dan Hadits. Ini sesuai dengan hadits Nabi saw berikut

    Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam telah bersabda:
    Maknanya: “Barangsiapa yang memulai (merintis) dalam Islam sebuah perkara yang baik maka ia akan mendapatkan pahala perbuatan tersebut dan pahala orang yang mengikutinya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun”. (H.R. Muslim dalam Shahih-nya)

    Sungguh tepatlah ketiga kaidah ini

    “Hukum asal (segala sesuatu) yang dilarang (tahriim) jika ada dalil yang menegaskan (‘ibahah)”

    “Segala sesuatu tidak boleh dianggap sebagai syari’at kecuali dengan adanya dalil dari al-Kitab atau as-Sunnah“

    “Hukum asal ibadah/perbuatan adalah mubah(boleh) selama tidak ada dalil yang melarangnya“

    Kita sudah paham bahwa Allah swt telah menetapkan seluruh kewajiban, larangan dan pengharaman sedangkan selebihnya Allah swt telah diamkan/bolehkan. dan Allah swt tidak lupa. Seluruh yang Allah swt telah tetapkan, sudah dijelaskan, disampaikan oleh Rasulullah saw kepada umatnya, kepada hamba Allah swt. Seluruh kewajiban, seluruh "urusan kami" telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Itulah yang disebut ibadah mahdah atau ibadah ketaatan.

    Seluruh kewajiban, larangan dan pengharaman atau seluruh syariat bagi hamba Allah swt telah ditetapkan oleh Allah swt dalam Al-Qur'an dan Hadits, selebihnya adalah perbuatan/ibadah yang boleh dilakukan selama tidak ada dalil yang melarangnya.

    Apalagi jika perbuatan/ibadah yang dibolehkan tersebut termasuk perbuatan/ibadah yang dianjurkan maka mereka yang melaksanakan akan mendapatkan kebaikan/pahala.

    Seluruh perbuatan/ibadah yang dibolehkan dan tidak melanggar larangan dalam Al-Qur'an dan Hadits disebut ibadah ghairu mahdah atau ibadah kebaikan, sebagai tanda kasih Allah swt pada hambaNya.

    Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).

    Oleh karenanya dapat kita pahami kesalah-pahaman ulama/syaikh selama ini dengan kaidah "“Hukum asal ibadah adalah bathil/haram/terlarang kecuali ada dalil yang memerintahkan” karena seluruh yang bathil, yang diharamkan, yang dilarang, telah Allah swt syariatkan, telah Allah swt tetapkan dan telah disampaikan, dijelaskan Rasulullah saw, seluruh kewajiban, seluruh "urusan kami" telah dicontohkan oleh Rasulullah saw dan Allah swt tidak lupa !

    BalasHapus
  32. Pak mutiara zuhud, kalo memang membuat ibadah jenis baru itu boleh dan baik, maka :

    - Siapakah yang berhak membuat ibadah model baru?
    - Apakah dia sanggup menjelaskan ini pahalanya sekian, ganjarannya di akherat begini dan begitu (perkara ghaib)?

    Saya mau tahu jawaban anda, manusia jenis apa yang mampu membuat, menyusun, dan menciptakan ibadah baru, tolong jelaskan.

    BalasHapus
  33. Tampaknya antum masih salah paham saja tentang bid'ah.
    Baiklah saya jelas lagi dengan cara yang lain. Silahkan baca tulisan pada
    http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/09/17/kesalahpahaman-bidah/

    BalasHapus
  34. Tampaknya saudara mutiarazuhud ini belum memahami makna dari kata bid'ah itu sendiri, baik makna secara bahasa dan makna secara istilah (syari'at) sehingga menafsirkan Sabda Rasul seenaknya......

    Ingat mas ! Islam itu agama yang tegas aturannya dan jelas batasan-batasannya, jangan sampai kaidah yang saudara buat (karang) yakni pembagian ibadah menjadi ibadah mahdah dan ghairu mahdah membuat hukum Islam itu sendiri menjadi rancu dan tidak jelas batasan-batasannya....

    Salafush Shalih mana yang membagi ibadah menjadi 2 yakni ibadah mahdah dan ghairu mahdah?

    Jangan seperti ahmadiyah yang menafsirkan (sendiri) bahwa yang dimaksud 'penutup para nabi' dalam sabda Rasul itu adalah Nabi yang membawa syari'at.....
    sedangkan saudara menafsirkan 'bid'ah dholalah' yang dimaksud dalam Sabda Rasul itu adalah bid'ah dalam hal ibadah mahdah......
    yang jika dicermati bersama-sama dimana kedua tafsiran itu adalah tafsiran-tafsiran belakangan (baru) yang diciptakan demi membenarkan 'amalan' mereka....

    Mungkin agar permasalahan menjadi lebih jelas dan penjelasan yang saudara maksud bisa sampai kepada saya dan teman-teman yang sepaham dengan saya yang sedang mengunjungi blog saudara, maka saya ingin kasih saudara cara lain untuk menjelaskan selain memberi link tulisan-tulisan saudara sendiri, karena penjelasan saudara itu penuh dengan kerancuan.....

    adapun cara yang saya sarankan itu adalah menjawab pertanyaan saya yang belum terjawab yakni Salafush Shalih mana yang membagi ibadah menjadi 2 yakni ibadah mahdah dan ghairu mahdah?
    dan juga menjawab pertanyaan saudara 'sunan' dibawah yang sepertinya juga belum dijawab....
    mungkin dengan dijawabnya pertanyaan tsb, tidak akan terjadi kesalah pahaman lagi....

    waallahu 'alam.....

    BalasHapus
  35. Pembagian perbuatan/ibadah dalam dua kategori ibadah mahdah dan ghairu mahdah untuk tujuan pengajaran, berlandaskan firman Allah swt dan hadits.

    Kami mengkajinya dari,

    dari Hadits Nabi saw

    Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).

    dan firman Allah swt

    “….Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab. (QS Al Mu’min [40]:40 )

    dan

    Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun”. (QS An Nisaa’ [4]:124

    Perbuatan/ibadah seorang muslim ada dua kategori yakni
    1. Perbuatan yang Allah swt telah tetapkan berupa kewajiban, larangan dan pengharaman. Kategori ini disebut ibadah mahdah atau ibadah ketaatan atau perkara syariat atau “urusan kami”
    2. Perbuatan yang Allah swt telah diamkan/bolehkan termasuk disini adalah perkara mubah, perkara sunnah, perkara makruh, kategori ini disebut ibadah ghairu mahdah atau ibadah kebaikan atau amal kebaikan/sholeh.
    Sebagian ulama mendangkalkan/mempersempit kategori ini hanyalah sebagai perkara muamalah.

    Contoh sholat wajib termasuk kategori ibadah mahdah (ibadah ketaatan) merupakan sebuah kewajiban bagi setiap muslim, atau hukumnya wajib artinya perbuatan/ibadah yang jika ditinggalkan akan berdosa.

    Bid’ah atau perkara baru pada kategori ibadah mahdah (ibadah ketaatan) adalah dholalah (buruk/tertolak).
    Bid'ah atau perkara baru pada kategori ibadah ghairu mahdah (perbuatan/ibadah yang telah Allah swt diamkan) pada asalnya hukumnya boleh(mubah) bahkan perkara baru yang baik dinamakan bid'ah hasanah atau mahmudah.

    BalasHapus
  36. Mas MutiaraZuhud, saya mau tanya, batasan seseorang menganggap sesuatu itu sebagai ibadah yang baik seperti apa..? Apakah saya juga bisa membuat sesuatu yang saya anggap baik..? Misalnya, saya membuat perayaan tentang kemenangan Perang Badar, karena hal tersebut dapat mengingatkan ummat akan tentang sebuah peristiwa penting dalam sejarah ummat Islam....

    Saya akan merayakan hari kemenangan Perang Badar dengan serangkaian acara yang meriah, ada pembacaan ayat suci al Quran, lalu membaca sirah Badar, setelah itu diadakan pula tari2an perang yang menyimbolkan patriotisme para ahlul Badr, setelah itu dilanjutkan dengan dzikir bersama dan berdoa bersama.. apakah boleh..?

    Saya juga akan memperingati hari kekalahan di Medan Uhud, dengan serangkaian acara, yaitu pembacaan ayat suci al quran yang berkaitan dengan perang Uhud, pembacaan sirah tentang perang Uhud, lalu dilanjutkan dengan menangis bersama2 dan bersedih atas kekalahan di medan uhud. ya, mirip2 orang syi'ah dalam merayakan karbala, tapi tidak seekstrem mereka... Apakah diperbolehkan..?

    Jika diperbolehkan, mengapa..? Dan jika dasarnya kuat saya juga akan membuat hal2 baru yang lain yang menurut saya baik...

    Jika tidak diperbolehkan dan termasuk bid'ah, mengapa..? Bukankah memulai sesuatu yang baik adalah kebaikan..?

    BalasHapus
  37. Perbuatan memperingati masa lampau untuk pelajaran hari esok termasuk ibadah ghairu mahdah (ibadah kebaikan).

    Wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghad
    Perhatikan masa lampaumu untuk hari esokmu (QS al Hasyr [59] : 18 )

    Namun yang menjadi hal yang harus diperhatikan adalah bentuk pengisian acara peringatannya, apakah ada menyalahi larangan dalam Al-Qur'an dan Hadits ?

    BalasHapus
  38. Pak mutiara zuhud, kalo memang membuat ibadah jenis baru itu boleh dan baik, maka :

    - Siapakah yang berhak membuat ibadah model baru?
    - Apakah dia sanggup menjelaskan ini pahalanya sekian, ganjarannya di akherat begini dan begitu (perkara ghaib)?

    Saya mau tahu jawaban anda, manusia jenis apa yang mampu membuat, menyusun, dan menciptakan ibadah baru, tolong jelaskan.

    BalasHapus
  39. Jawaban anda ngga nyambung bung.
    saya ulangi pertanyaan saya.

    Pak mutiara zuhud, kalo memang membuat ibadah jenis baru itu boleh dan baik, maka :

    - Siapakah yang berhak membuat ibadah model baru?
    - Apakah dia sanggup menjelaskan ini pahalanya sekian, ganjarannya di akherat begini dan begitu (perkara ghaib)?

    Saya mau tahu jawaban anda, manusia jenis apa yang mampu membuat, menyusun, dan menciptakan ibadah baru, tolong jelaskan.

    BalasHapus
  40. Berhubung sepertinya tanggapan-tanggapan saudara ‘mutiarazuhud’ ini sudah mulai banyak yang rancu, ‘ngambang’, ‘jaka sembung’, mutar-muter, tidak menjawab pertanyaan secara tegas, dan cenderung itu-itu saja, maka langsung saja saya tarik kesimpulan berdasarkan tanggapan-tanggapannya bahwa saudara ‘mutiarazuhud’ ini telah :

    1. Membuat Islam yang pada awalnya Agama yang tegas aturannya dan jelas batasan-batasannya, menjadi agama yang rancu dan tidak jelas batasannya dengan membagi ibadah menjadi 2 yakni ibadah mahdah dann ghairu mahdah sebagai ‘hasil’ penafsiran sendiri dengan tannpa ilmu pastinya. Padahal tidak ada Salafush Shalih yang membagi ibadah menjadi 2 sebagaimana yang diyakini ‘mutiarazuhud’ ini.

    2. Menafsirkan Firman Allah dan Sabda Rasul dengan tanpa ilmu dan lebih mengedepankan akal dan perasaan dalam menafsirkan dalil.

    3. Membuat kaidah sendiri yakni membagi perbuatan ketaatan dan perbuatan kebaikan, seolah-olah kedua-duannya itu berbeda, maka tanyakanlah apakah perbuatan ketaatan bukanlah suatu perbuatan kebaikan? dan apakah perbuatan kebaikan bukanlah suatu perbuatan ketaatan?

    4. Beribadah hanya berdasarkan akal dan perasaan semata. Padahal Agama (Islam) ini adalah agama yang berdasarkan wahyu Allah yang disampaikan melalui Sunnah Rasulullah, bukan suatu hasil pemikiran akal dan perasaan semata.
    “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S Ali-Imran : 31)

    Al-Hâfizh Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “Ayat yang mulia ini sebagai pemutus hukum atas setiap orang yang mengaku mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapi tidak berada di atas jalan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ia dusta dalam pengakuannya mencintai Allah Azza wa Jalla sampai ia mengikuti syari’at dan agama yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam setiap perkataan, perbuatan, dan keadaannya.”

    Dari Ali bin Abi Thalib Radiallahu anhu berkata :Seandainya agama itu semata-mata menggunakan akal maka seharusnya yang diusap adalah bagian bawah sepatu daripada bagian atasnya. Sungguh aku telah melihat Rasulullah mengusap bagian atas kedua sepatunya (diriwayatkan oleh, Imam Abu Daud No. 162, Imam Baihaqi (1/292), Imam Daruqutni (1/75), Imam Addarimi (1/181), Imam Baghwai (239) dan dishahihkan Al Hafidz Ibnu Hajar didalam kitabnya At Talkhisu Al Khabir)

    Abis bin Rabi'ah, dia berkata : "Aku melihat Umar bin Kahthtab Radhiyallahu‘anhu mencium Hajar Aswad dan berkata,
    “Sungguh aku tahu engkau adalah batu yang tidak bisa memberi mudharat dan tidak bisa memberi manfaat. Kalau bukan karena aku melihat Rasulullah mencium engkau, maka aku tidak akan menciummu" [Shahih Targhib wa Tarhib 1/94/41]

    Coba perhatikan ! Umar mencium batu tersebut bukan karena kemuliaan batu tersebut dan bukan karena menghormatinya tetapi Umar mencium karena dia mengikuti sunnah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam (Lihatlah ! betapa Umar Radhiyallahu 'anhu lebih mendahulukan dalil dengan mencontoh kepada Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam daripada mendahulukan akalnya. Dan demikian sifat dan sikap semua para sahabat)

    Imam Syafi’i berkata,
    “Sesungguhnya anggapan baik (al-istihsan) hanyalah menuruti selera hawa nafsu”
    (Ar-Risalah, hal. 507)

    Imam Syafi’i juga berkata,
    “Barangsiapa yang menganggap baik sesuatu (dalam agama, menurut pendapat/akalnya), sesungguhnya ia telah membuat syari’at (baru)”
    (Al-Mankhuul oleh Al-Ghazaliy hal. 374, Jam’ul-Jawaami’ oleh Al-Mahalliy 2/395, dan yang lainnya)

    BalasHapus
  41. 6. Menganggap semua/setiap perbuatan itu ibadah, padahal tidak semua perbuatan itu dikatakan ibadah, maka tanyakanlah apakah ‘ngupil’, main remi, main catur, main gaple, apakah itu semua termasuk ibadah?

    7. Meyakini adanya bid’ah hasanah di dalam Islam, maka tanyakanlah apakah batasan-batasan suatu perbuatan itu dikatakan bid’ah hasanah? apakah setiap perbuatan yang kita anggap baik bisa kita masukan ke dalam bid’ah hasanah? apakah ada, perkara hasanah yang belum ada di dalam Islam?

    8. Jika bid’ah hasanah itu termasuk ibadah yang berpahala dan termasuk bagian dari Islam, maka tanyakanlah siapa orang yang berhak dan berwenang menciptakan/membuat bid’ah hasanah di dalam Islam saat ini? dan siapa juga orang yang mampu menjelaskan keutamaan dan pahala dari ‘ibadah’ baru tsb?

    9. Meyakini adanya bid’ah hasanah dalam Agama (Islam) ini, berarti secara tidak langsung telah memberikan catatan kaki terhadap Firman Allah yang berbunyi : “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian……[1]”
    --------------------------------------
    [1] Belum sempurna ! masih ada perayaan maulid setiap tahun, tahlilan setiap malam ke sekian dan sekian, merayakan/memperingati ini dan itu dan lain-lain dan lain-lain......

    BalasHapus
  42. 10. Meyakini bahwa ada ibadah yang Allah diamkan, padahal Allah telah sempurnakan Agama (Islam) ini tanpa ada yang tertinggal satupun kecuali telah dijelaskan melaliu Rasul-Nya sehingga tidak memerlukan lagi tambahan sedikitpun,

    "Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah kusempurnakan nikmat-Ku bagi kalian dan Aku ridha Islam sebagai agama kalian….." (Al Maidah : 3)

    Imam Malik bin Anas berkata : "Barangsiapa yang melakukan suatu kebid'ahan dan menganggapnya baik, maka sesungguhnya dia telah menuduh Muhammad shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam telah berkhianat dalam (menyampaikan) risalah. Karena sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman:
    "Pada hari ini, Aku sempurnakan bagi kamu agama kamu, dan Aku cukupkan ni'mat-Ku kepadamu, dan Aku ridla Islam jadi agamamu.."(Al Maidah 3).
    Maka, apa-apa yang pada hari itu (turunnya ayat tersebut) bukan termasuk ajaran agama, maka niscaya tidak akan menjadi ajaran agama pada hari ini.” (al I’stisham oleh Imam asy Syathibi juz I hal.49)

    11. Meyakini bahwa ibadah dzikir dan shalawat boleh dilakukan dengan berbagai cara dan tidak terikat (tidak harus) mencontoh Rasulullah, seolah-olah Allah dan Rasul-Nya tidak pernah mengajarkan bagaimana cara dzikir dan shalawat. Jangankan dzikir dan shalawat, buang air saja diwajibkan/diharuskan mengikuti Sunnah Rasulullah, bagaimana mungkin dzikir dan shalawat tidak harus mengikuti Rasulullah? kecuali jika saudara ‘mutiarazuhud’ ini ‘cebok’ dengan tangan kanan.

    Abû Dzarr radhiyallâhu ‘anhu mengatakan, “Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam wafat dan tidaklah burung membolak-balikkan kedua sayapnya di langit kecuali beliau telah menyebutkan ilmu darinya.”
    Artinya, perkara sekecil apapun telah diterangkan dalam syariat yang suci ini. Setelah itu, Abû Dzarr menyebutkan sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah tersisa sesuatu pun yang mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka kecuali telah diterangkan kepada kalian.” [H.R. Ath-Thabarani]

    Diriwayatkan oleh Imam Muslim (1/223,262), At Tirmidzi (1/16,24), An Nasai (1/40, 72), Abu Daud (1/3,7), Ibnu Majah (1/15,115) dari Salman Al Farisi radliyallahu 'anhu, katanya:
    "Seorang musyrik berkata kepadanya sambil mengejek:"Sungguh, saya lihat sahabat kalian ini (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam) mengajarkan segala-galanya kepada kalian sampai urusan buang air besar?"
    Salman mengatakan:"Betul. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam memerintahkan kami agar tidak menghadap kiblat (Ka'bah) atau memunggunginya ketika buang air besar, dan agar kami jangan istinja` (cebok) dengan tangan kanan, serta agar kami mencukupkan dengan tiga buah batu (istijmar) tidak dengan tulang dan kotoran hewan yang kering."

    BalasHapus
  43. 12. Menentang (membantah) bahkan menganjurkan umat muslim untuk meninggalkan seorang Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (guru dari Ibnu Katsir & Ibnu Qayyim Al-Jauziyah) dengan tanpa ilmu dan kedudukan (siapa ‘mutiarazuhud’? seorang ulamakah?), padahal keilmuan ‘mutiarazuhud’ ini jika dibandingkan dengan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ibarat sebutir buih di tengah lautan.

    13. Memiliki sudut pandang yang sempit terhadap perbuatan maksiat, karena sepertinya perbuatan maksiat dimata si sufi ‘mutiarazuhud’ ini hanyalah sebatas minum khamar, judi, zina, dan riba saja.

    Sa’id bin Musayyib pernah melihat orang sholat setelah munculnya fajar lebih dari dua rakaat, maka diapun melarang orang tersebut. Lalu orang itu menjawab: “Wahai Abu Muhammad ! Apakah Allah akan menyiksaku karena sholat?! Beliau menjawab: Tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyelisihi sunnah“. (Riwayat Baihaqi 2/466, ad-Darimi 1/116 dll dengan sanad shohih).

    14. Secara tidak langsung telah menuduh para Sahabat lalai dalam melaksanakan/mengerjakan salah satu amaliah kebaikan yang berpahala dalam Islam yang dianggap baik oleh saudara ‘mutiarazuhud’, namun tidak dikerjakan oleh para Sahabat seperti merayakan maulid setiap tahun misalnya.

    Al-Hâfizh Ibnu Katsîr berkata, “Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa setiap perkataan dan perbuatan yang tidak ada dasarnya dari Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bid’ah. Karena bila hal itu baik, niscaya mereka akan lebih dahulu melakukannya daripada kita. Sebab mereka tidak pernah mengabaikan satu kebaikan pun kecuali mereka telah lebih dahulu melaksanakannya.”
    [ Tafsîr Ibni Katsîr (VII/278-279)]


    -------------------------------------------
    Note :
    Imam Syafi’I berkata :
    “Kalau seorang belajar tasawuf di waktu pagi, maka pada waktu siang dia telah menjadi orang yang paling dungu.” (Al Fikru ash Shufi hal.49 & 63 oleh Syaikh Abdurrahman Aabdul Khaliq)


    Waallahu 'alam......

    BalasHapus
  44. SUFI/TASAWUF/THOREQOT/NU/ atau apapun namamu, telah merubah syariat islam yang sempurna. Syahadat pertama anda dipertanyakan, kenapa ? anda tidak berdoa langsung kepada Alloh swt. Syahadat anda yang kedua "ashadu anna muhammadarrosululloh" di pertanyakan, kenapa? anda sudah tidak menganggap beliau SAW sebagai rasululloh lagi, karena syariat yang beliau bawa anda rubah, tolak, dan lawan. contoh :

    Alloh SWT berfirman : Bedoalah langsung kepadaku
    Tasawuf berkata : Berdoalah melalui imam tasawuf yang sudah mati, ada karomah, "Jangan Langsung ke Alloh". "ente ngga level", pake analogi dagelan "kalo mau menghadap presiden melalui mentri dulu".

    Rasululloh bersabda : Setiap bid'ah sesat
    Tasawuf berkata : Bid'ah itu baik (hasanah)

    Rasululloh bersabda : Jangan duduk-duduk (bermajelis) di kuburan
    Tasawuf berkata : Kuburan di megahkan, dibangun masjid, tempat berdoa.

    Rasululloh bersabda : Selisihilah yahudi dan nasrani. (perayaan kelahiran, kematian, dll)
    Tasawuf berkata : Rayakanlah kelahiran Nabi SAW, rayakanlah kematian syekh fulan...

    Ajaran Rasululloh : Berzikir sendiri-sendiri
    Ajaran Tasawuf : Berzikirkah berjamaah, lebih afdhol

    Rasululloh bersabda : Jangan ada asap, berilah makanan pada keluarga mayit.
    Tasawuf berkata : Masaklah selama 7 hari, berikan makanan pada yang mendoakan mayit.

    Ajaran Rasululloh : Talqin untuk orang hidup menjelang ajal
    Ajaran tasawuf : Talqin untuk mayit.

    Rasululloh bersabda : Adzan adalah panggilan sholat
    Ajaran Tasawuf : Adzan untuk orang mati, berangkat haji, pindahan rumah.

    Ajaran Rasululloh : Membaca Alquran sendiri-sendiri
    Ajaran tasawuf : Membaca Alquran berjamaah (koor).

    Ajaran Rasululloh : Kuburan rata dengan tanah, atau sejengkal, hanya di beri tanda.
    Ajaran tasawuf : Kuburan dibangun megah, apalagi kuburan guru/imam tasawuf seperti istana.

    Ajaran Rasululloh : Puasa senin kamis, maksimum puasa daud.
    Ajaran Tasawuf : Puasa setiap hari (kyai hos)

    Rasululloh bersabda : MUSIK HARAM
    Ajaran Tasawuf : Bermusik di masjid, bernyanyi di masjid, sebagian ada yang menari di masjid (tarian sufi), setelah adzan bernyanyi (mereka bilang puji-pujian). Dan lain-lain, masih banyak.

    Fatwa/ajaran dan guru-guru tasawuf sudah cukup untuk membuat agama baru yaitu "AGAMA TASAWUF" yang sangat berbeda dengan agama Islam yang dibawa oleh Rasululloh saw. Beribadahnya berbeda, kebiasaannya berbeda, berdoanya pun bukan langsung kepada Alloh yaitu melalui imam tasawuf yang sudah MATI. Naudzubillahi min zaalik.

    BalasHapus
  45. Astaghfirullah, begitukah prasangka antum terhadap sesama muslim.

    Allah berfirman, ''Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka, tentulah kamu merasa jijik kepadanya.'' (QS 49: 12).

    Sungguh setiap muslim pada umumnya terproteksi dari kesyirikan bagi mereka yang memahami ucapan-ucapan yang berulang kali setiap hari, bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah ta’ala dan bahwa Muhammad Shollallahu Alaihi Wasallam adalah utusan Allah ta’ala. begitu juga mereka mengulang-ngulang setiap sholat wajib bahwa
    "Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan" (QS Al Fatihah [1]:5 ).

    Saudaraku-saudaraku kaum wahabi/salaf(i) sering berprasangka bahwa selain pemahaman mereka adalah sesat.

    Padahal pendapat/pemahaman/pemikiran bisa benar dan bisa salah.

    Yang benar hanyalah lafadz/nash-nash/perkataan dalam Al-Qur’an dan Hadits

    “Sebenar benar perkataan adalah kitabullah(alquran) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam..”(HR.Muslim).

    Imam Daarul Hijroh (Malik bin Anas) berkata “Setiap (pendapat) dari kita diambil dan ditolak darinya kecuali pemilik kubur ini,” seraya menunjuk kepada junjungan kita, Rasulullah Muhammad Shollallahu Alaih.

    Sebuah kekeliruan jika seorang muslim mengatakan bahwa pendapat/pemahaman/pemikirannya adalah pasti benar sehingga menjadi fanatik dengan pendapat/pemahaman/pemikiran sendiri

    Padahal teknik pemahaman mereka lebih besar kemungkinannya keliru yakni secara tekstual, harfiah, tersurat menjauhi dari karunia Allah ta'ala yakni pemahaman yang dalam, hikmah, tersirat.

    Saudaraku kaum Wahabi mengeneralisir saudara muslim lain dengan apa yang mereka prasangkakan. Contoh ketika ada seorang muslim mengaku mereka mendalami Tasawuf dalam ISlam, maka otomatis dipikiran mereka adalah orang-orang thawaf di kuburan, penyembah kuburan, menjadikan perantara wali dalam pengertian dzhahir dan lain-lain prasangka buruk yang intinya adalah menuju kesyirikan.

    Kalau mau tahu tentang tasawuf dalam Islam adalah
    http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/09/17/2010/07/20/tasawuf-dalam-islam/
    http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/09/17/2010/07/24/mengenal-tasawuf/
    http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/09/17/2010/05/25/istilah-tasawuf/
    http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/10/16/2010/05/07/perlunya-tasawuf/
    http://mutiarazuhud.wordpress.com/page/2010/04/12/ilmu-tasawuf/
    http://mutiarazuhud.wordpress.com/page/2010/05/07/kaum-sufi/
    http://mutiarazuhud.wordpress.com/page/2010/05/07/tasawuf-athaillah/

    Kalau boleh kami mengingatkan antum, sebaiknya janganlah meremehkan setiap saudara muslim yang telah bersyahadat.

    Ketika Sahabat Usamah RA meremehkan, berprasangka buruk, menyangsikan terhadap orang yang telah mengucapkan syahadat bahkan telah membunuhnya. Rasulullah saw menegurnya dan berkata “Halla syaqogta qolbuhu?” Artinya, Apakah engkau telah membelah hatinya, sehingga engkau mengerti kalau ia bersayahadat karana takut kau bunuh?

    Kita sebagai muslim dilarang merendahkan, menghinakan setiap orang yang telah bersyahadat (muslim)

    “Seorang Muslim adalah saudara muslim lainnya, ia tidak menzaliminya, merendahkannya, menyerahkan (kepada musuh) dan tidak menghinakannya.” (HR. Muslim)

    Bahkan merendahkan saudara muslim lain maka kelak tidak akan masuk surga. Naudzubillah min zalik

    "Tiada masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi dari kesombongan. kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia” (HR. Muslim)

    Wassalam

    BalasHapus
  46. "Apakah perbuatan baik / amal kebaikan yang tidak melanggar larangan/batas dalam Al-Qur’an dan Hadits WALAUPUN TIDAK PERNAH DICONTOHKAN oleh Rasulullah saw maupun para Sahabat atau Salafush Sholeh atau tidak pernah dicontohkan ulama salaf ( ingat! berbeda dengan ulama salaf(i) ) bukanlah perbuatan baik atau amal kebaikan ?"
    ------------------------------------------
    saya balik tanya dulu sebelumnya, apakah ada suatu perbuatan baik/amal kebaikan yang belum (tidak) pernah dilakukan/dijelaskan/dicontohkan oleh Rasulullah/Sahabat Khulafaur Rasyidin/Para Sahabat Salafush Shalih?
    apa masih kurang jelas perkataan Ibnu Katsir dibawah ini ;

    Al-Hâfizh Ibnu Katsîr berkata, “Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa setiap perkataan dan perbuatan yang tidak ada dasarnya dari Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bid’ah. Karena BILA HAL ITU BAIK, NISCAYA MEREKA AKAN LEBIH DAHULU MELAKUKANNYA DARIPADA KITA. Sebab MEREKA TIDAK PERNAH MENGABAIKAN SATU KEBAIKAN PUN KECUALI MEREKA TELAH TERLEBIH DAHULU MELAKSANAKANNYA.”
    [ Tafsîr Ibni Katsîr (VII/278-279)]

    Janganlah suadara membuat pemahaman sendiri dengan berkata bahwa masih ada perbuatan/amal kebaikan yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah dan para Sahabat.......
    makanya dari itu saya berkata kepada saudara, jika saudara masih meyakini bahwa masih ada perbuatan/amal kebaikan yang berpahala yang tidak dicontohkan/dijelaskan Rasulullah dan para Sahabat, maka itu sama saja saudara telah menuduh mereka telah lalai dalam menjalankan salah satu amaliah berpahala di dalam Islam.......
    Bahkan ekstrimnya sebagaimana perkataan Imam Malik, saudara sama saja telah menuduh Rasulullah telah berkhianat dalam menyampaikan risalah Allah.....

    Ingatlah selalu perkataan Imam Syafi'i,
    “Sesungguhnya anggapan baik (al-istihsan) hanyalah menuruti selera hawa nafsu”
    (Ar-Risalah, hal. 507)

    BalasHapus
  47. Justru yang kaum tasawuf rendahkan adalah Alloh swt dan rasulnya, dengan tidak berdoa langsung kepada Alloh swt, dan merubah syariat yang diajarkan beliau SAW.

    Sebenarnya simple saja, beribadhalah, berdoalah hanya kepada Alloh swt saja, dan gunakanlah tatacara ibadah ala Rasululloh SAW. Agama ini mudah....siap pake, ngga perlu berfilsafat, meditasi, takwil untuk membuat ibadah jenis baru.

    BalasHapus
  48. Siapa yang tidak berdoa langsung kepada Allah swt ?
    Kami adalah kaum muslim yang insyaallah selalu memegang teguh pada firmanNya yang artinya:
    "Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan” (QS Al Fatihah [1]:5 ).

    Siapa merubah syariat yang diajarkan beliau SAW ?
    Kami adalah kaum muslim yang insyaallah selalu teguh pada hukum/perkara ibadah sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah saw. Perbuatan/ibadah yang hukumnya sunnah/mandub maka kami tetaplah sebagai yang sunnah/mandub. Kita dapa melihat sebagain ulama wahabi/salaf(i) merubah hukumnya sunnah/mandub menjadi hukumnya wajib atau merupah hukumnya sunnah/mandub menjadi hukumnya haram (terlarang).

    BalasHapus
  49. You wrote:
    "Saya balik tanya dulu sebelumnya, apakah ada suatu perbuatan baik/amal kebaikan yang belum (tidak) pernah dilakukan/dijelaskan/dicontohkan oleh Rasulullah/Sahabat Khulafaur Rasyidin/Para Sahabat Salafush Shalih?"

    Baiklah akan kami contohkan bahwa perbuatan baik/amal kebaikan atau perbuatan/ibadah ghairu mahdah yang tidak melanggar larangan dalam Al-Quran dan Hadits tetaplah sebagai perbuatan/perkara baik atau hasanah atau mahmudah.

    Jika seorang muslim menemukan sebuah penemuan alat atau sistem yang bermanfaat bagi kebaikan manusia walaupun penemuan itu belum pernah dicontohkan.

    Saya memperbaiki mesin cuci tetangga sebelah yang tua renta tetaplah sebagai amal kebaikan walaupun amal kebaikan ini tidak pernah dicontohkan.

    Saya membeli tiket pesawat untuk orang tua saya, tetaplah sebagai amal kebaikan walaupun amal kebaikan ini tidak pernah dicontohkan.

    Kami merasa bahwa masa kehidupan kami telah terlampau jauh dengan masa kehidupan Rasulullah, maka kami merasa perlu mengingat kembali perjalanan hidup Rasulullah untuk memotivasi kami meneladani Rasulullah bagi kehidupan kami masa kini dan esok. Sehingga kami sepakati melakukan pengajian dengan tematik perjalanan kehidupan Rasulullah dan menyesuaikan pelaksanaannya pada bulan kelahiran Rasulullah. Amal kebaikan ini tetaplah amal kebaikan walaupun tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah

    Kullu bid’atin dhalaalah, “Sekalian bid’ah adalah dholalah” .
    Sekali lagi kami sampaikan sekalian itu bukan berarti seluruhnya karena sesungguhnya bid’ah dholalah hanya untuk perbuatan/ibadah mahdah saja . Ibadah Mahdah adalah urusan kami, ibadah yang telah ditetapkan/disyariatkan/disyaratkan oleh Allah swt baik berupa kewajiban, larangan dan pengharaman. Semua yang ditetapkan Allah ta’ala telah dijelaskan dan diuraikan oleh Rasulullah saw.

    Contoh lain yang lebih jelas lagi silahkan baca tulisan yang merupakan sebuah tinjauan terhadap pendapat umum ulama Wahabi/Salaf(i) terhadap sistem pemerintahan kerajaan (monarki) dan pembiaran para ulama Wahabi terhadap kebijakan umara mereka mengikat perjanjian dengan kaum kafir.

    http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/10/17/pemimpin-dalam-islam/

    BalasHapus
  50. Lantas untuk apa kalian membangun bangunan yang megah pada kuburan-kuburan guru kalian? sebagian dari kalian melakukan safar hanya untuk ke kuburan?
    sebagian dari kalian ada yang bertawaf mengelilingi kuburan guru kalian, untuk apa?
    Sebagian lagi berwudlu sebelum memasuki kuburan sang guru, apakah ini syariat islam?
    Sebagian lagi menganggap ada keutamaan berdoa di kuburan sang guru, tempat mustajab, aturan dari mana?

    BalasHapus
  51. Kita harus melihatnya kasus per kasus. Sebaiknya tidak mengeneralisir. Bukankah kita tidak bisa mengatakan bahwa agama Islam itu menghalalkan minuman keras setelah melihat seorang muslim atau sekelompok muslim tengah meminum minuman keras.

    BalasHapus
  52. yang saya jelaskan adalah tentang torekot sufiah yang anda tawarkan. Kuburan mursyid kalian pun diagungkan, di bangun dengan megah, siapa yang menggeneralisasi masalah ini? saya fokus membicarakat torekot anda pada khususnya, dan thorekot yang lain pada umum nya

    BalasHapus
  53. Memang akhi tahu tarekat/manhaj yang saya ikuti ?

    BalasHapus
  54. To all wahabi salafi, Rosulallah salallahu alaihi wasallam tidak pernah melarang peringatan hari lahirnya ( maulid nabi ) kenapa justru kalian mengaramkannya ? hati hati kalian telah mengharamkan sesuatu yang tidak diharamkan oleh pembawa syarea`t, jika maulid nabi itu haram niscaya Allah melalui rasulnya akan mengabarkannya kepada kita bahwa maulidan haram jangan dilakukan.

    to yusuf ibrahim penisbatan pemahaman kita terhadap nushusyari`ah jangan sekali kali kita katakan menurut islam bla bla bla sebab itu hanya persepsi kita saja, kecuali pada masalah tertentu yang datang dengan dalil yang bersifat qoth`i, shorih seperti sholat zakat puasa naik haji haramnya babi dll yang ada dalil qoth`i dan shorihnya, diluar itu sebaiknya dinisbatkan kepada kita " menurut pemahaman saya terhadap nash bla bla bla seperti itulah manhaj salaf dalam mengemukakan pendapat dalam agama.

    BalasHapus
  55. mas mutiara zuhud , tolong di posting sebenarnya manhaj atau metodologi yang digunakan oleh sekte wahabi salafi dalam memahami Nushusyari`ah seperti apa ? sebab dari sekian banyak komentar yang di lontarkan oleh pembela wahabi salafi, terlihat ngawur dan fasid, ibarat membuka sebuah baut rupanya alat yang digunakan bukan kuncinya yang pas, malah bisa jadi baut itu dibuka paksa menggunakan pahat dan palu, memang sih baut itu bisa dibuka tapi ya rusak dan tidak bisa dipakai lagi karena dibuka bukan dengan alatnya, jadi tolong mas mutiara zuhud bikin postingan tentang manhaj atau metodologi yang digunakan kaum wahabi salafi dalam memahami Qur`an dan Hadist, atau mungkin pengikut wahabi salafi ada yang bisa menyampaikan dan menjelaskan metodologi mereka ? tapi tolong jangan bilang mengikuti manhaj salaf ya, sebab manhaj salaf terlau banyak dan masing masing mempunyai metodologi yang berbeda hingga kita mengenal banyak madzhab waktu itu, sekalian tolong sebutkan sumber hukum bagi mereka apa saja ? menurut saya ini sangat penting untuk menguji keabsahan metodologi yang mereka gunakan , apakah lebih mendekati kebenaran atau lebih dekat dengan kesesatan. sebelumnya saya ucapkan teimakasih

    BalasHapus
  56. buat yusuf ibrahim and all wahabi/salafi
    kaidah yang disampaikan mutiara zuhud bukanlah karangan beliau sendiri, itu merupakan kesimpulan ulama Ahli Sunnah yang betul betul Rosikh fil ilm berikut saya bawakan salah satu sumbernya
    Menurut DR. Abdul karim zaidan dalam bukunya Al- madkhol lidirosati syari`atil Islamiyah bahwa Secara garis besar Nushusyari`ah baik dari qur`an maupun hadist nabi, kita dapati nushusyari`ah tersebut mengandung tiga hal
    1. masalah Prinsip atau Aqidah seperti iman kepada Allah malaikat kitab dan lain lain masalah aqidah
    2. masalah Akhlak seperti jujur, ikhlas, tepat janji yang bisa kita pelajari dari ilmu akhlak atau Tashowuf
    3. masalah muamalat terbagi menjadi dua : a. hubungan manusia dengan Tuhanya b. hubungan manusia dengan sesamanya
    A. Hubungan manusia dengan tuhannya atau apa yang disebut dengan Ibadah jika kita cermati dalil-dalil yang berkaitan dengan I`badah kita dapati ibadah itu ada dua :
    pertama, Ibadah yang terikat dengan tata cara atau kaifiyat yang digariskan oleh Allah dan Rosulnya seperti sholat, zakat, puasa haji, dan lain lain ibadah yang diikat dengan tata cara pelaksanaanya yang disebut dengan ibadah mahdloh
    Kedua, Ibadah yang tidak diikat dengan tata cara atau kaifiyat tertentu seperti dzikrulallah, sodaqoh dan lain - lain ibadah yang tidak terikat dengan tata cara pelaksanaannya atau disebut ibadah Ghoiru mahdloh.

    YUSUF IBRAHIM berkesimpulan ponit 4
    Beribadah hanya berdasarkan akal dan perasaan semata dst kesimpulan nt keliru sebab 1. Qur`an dan Hadist untuk orang yang berakal 2. tanpa akal tidak mungkin qur`an hadist bisa dipahami 3. mutiara zuhud tidak akal akalan seperti yang kita lihat bersama, meskipun di beberapa sisi masih ada yang belum dipahami.

    yusuf ibrahim menukil qoul imam Syafi`i
    Imam Syafi’i berkata,
    “Sesungguhnya anggapan baik (al-istihsan) hanyalah menuruti selera hawa nafsu”
    (Ar-Risalah, hal. 507) dst.
    nt faham tidak apa yang dimaksud oleh imam syafi`i tentang Istihsan ? kalo nt faham nt ga bakal menukil qoul imam Syafi`i ini untuk menguatkan pendapat nt, sebab yang dimaksud dengan Istihsan diatas adalah Istihsan Yang Fasid sebagai mana di jelaskan oleh Doktor Wahbah Zuhaili dalam tulisannya Usul Fiqh Islam dan ulama syafi`iyah lainya menyatakan hal yang sama, jadi sebaiknya nt banyak blajar dulu lah sebelum berkomentar.

    BalasHapus
  57. point 6 yusuf ibarahim menolak bahwa semua perbuatan bisa menjadi ibadah, ini menunjukan betapa minimnya hadist yang dia ketahui, hingga membawakan contoh-contoh perbuatan yang tidak sesuai.
    point 7 dan 8. yusuf ibrahim menolak adanya bid`ah Hasanah ini menunjukan minimnya ilmu yang bersangkutan dalam memahami Hadist hadist tentang Bid`ah.
    atau memahaminya tanpa ilmu

    BalasHapus
  58. point 9 dan 10 . yusuf Ibrahim membawakan ayat tentang kesempurnaan agama : “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah kusempurnakan nikmat-Ku bagi kalian dan Aku ridha Islam sebagai agama kalian…..” (Al Maidah : 3)
    seolah olah orang yang meyakini adanya Bid`ah hasanah telah menentang ayat ini, serta membawakan qoul Imam malik ra. : “Barangsiapa yang melakukan suatu kebid’ahan dan menganggapnya baik, maka sesungguhnya dia telah menuduh Muhammad shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam telah berkhianat dalam (menyampaikan) risalah.
    faham kah yusuf ibrahim dengan yang dimaksud oleh ayat 3 surat maidah tentang sempurnanya agama ini ?.
    faham kah yusuf Ibrahim dengan perkataan Imam malik ra ? yang dia nukil dari al I`tisham, coba nt pelajari lagi Tafsir tentang ayat 3 surat al-maidah dari kitab kitab yang mu`tabar.
    poin 12. yang menentang dan menganjurkan ummat untuk meninggalkan Ibnu taymiyah bukan hanya mutiara zuhud banyak sekali ulama yang menyatakan hal itu bahkan sejak ibnu taymiyah masih Hidup, hingga beliau matyi dalam penjara, bahkan kalo nt sudah baca karya karya orsinil ibnu taymiyah, nt akan dapati Ibnu taymiyah mengkafirkan Ibnu taymiyah sungguh aneh bukan ?
    point 13. yusuf ibrahim menganggap sempit pandangan kaum sufi terhadap maksiat meskipun kata sufi masih diberi tanda kutip, menurut saya yang sempit itu justru nt yusuf Ibrahim karena nt tidak tahu kaum sufi sebenarnya, dan jika nt menjadikan Asyathibi sebagai salah satu panutan, kenapa justru nt tidak mengikuti Asyathibi yang banyak menyanjung Kaum sufi ? atau nt hanya milih milih pendapat ulama seperti Asyathibi hanya untuk mendukung hawa nafsu nt saja ? sementara pendapatnya yang tidak sesuai dengan hawa nafsu nt, nt tinggalin ?.
    untuk ponit ke 14 mas mutiara zuhud sudah mengomentarinya, mohon maaf saya ikut berkomentar,.

    BalasHapus
  59. Mas Yusuf, saya rasa dalam hal ini penulis masih mencampurkan antara istilah dan bahasa.. jadi jawabannya ya tetap kesitu aja..

    BalasHapus
  60. Nabi saw memperbolehkan kita melakukan Bid’ah hasanah selama hal itu baik dan tidak
    menentang syariah, sebagaimana sabda beliau saw :
    “Barangsiapa membuat - buat hal baru yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya
    dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang seam, maka baginya dosanya
    dan dosa orang yang mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya”
    (Shahih Muslim hadits No.1017. Demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah,
    Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi)

    BalasHapus
  61. -ahmadsyahid-

    ya sudah.....kalau saja anda lebih memahami hadits tentang bid'ah hasanah, maka saya ingin tau, siapa orang di jaman sekarang ini yang berhak membuat/menciptakan bid'ah hasanah dalam agama Islam yang mulia ini?

    BalasHapus
  62. -faris-

    ya sudah.....kalau memang sabda Rasulullah itu diartikan menjadi “Barangsiapa membuat – buat hal baru yang baik dalam Islam dst.........", lantas saya ingin bertanya seperti pertanyaannya saudara 'sunan', kalau begitu, siapa orang yang berhak membuat hal baru tsb dalam agama Islam sekarang ini? ustadzkah? kiayikah? habibkah? atau setiap muslim berhak membuat perkara baru dalam agama?

    BalasHapus
  63. Antum harus paham bahwa perkara baru dalam agama atau syariat atau perkara yang hukumnya Wajib atau hukumnya Haram ditetapkan oleh Allah ta’ala dan Allah ta’ala tidak lupa.

    Namun ada perkara baru yang merupakan “turunan” dari apa yang telah Allah Azza wa Jalla telah tetapkan. Inilah yang sekarang ini disebut fatwa ulama. Hal yang perlu diingat fatwa ulama tidak dikeluarkan secara perorangan atau secara sepihak suatu kaum saja. Namun dilakukan oleh para ahlinya dengang merujuk kepada Al-Qur’an, Hadits dan pendapat-pendapat ulama terdahulu yang jelas sanad ilmu mereka.

    Sedangkan perkara baru dalam amal kebaikan atau ghairu mahdah, bisa saja muncul atas kehendak Allah ta’ala sampai hari akhir nanti dan kita meyakini perkara baru berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits berlaku sampai hari akhir nanti. Contoh pada zaman Rasulullah tidak dikenal istilah fiqih atau sifat 20 Allah, namun semua itu me

    BalasHapus
  64. Antum harus paham bahwa perkara baru dalam agama atau syariat atau perkara yang hukumnya Wajib atau hukumnya Haram ditetapkan oleh Allah ta'ala dan Allah ta'ala tidak lupa.

    Namun ada perkara baru yang merupakan "turunan" dari apa yang telah Allah Azza wa Jalla telah tetapkan. Inilah yang sekarang ini disebut fatwa ulama. Hal yang perlu diingat fatwa ulama tidak dikeluarkan secara perorangan atau secara sepihak suatu kaum saja. Namun dilakukan oleh para halinya dengang merujuk kepada Al-Qur'an, Hadits dan pendapat-pendapat ulama terdahulu yang jelas sanad ilmu mereka.

    Sedangkan perkara baru dalam amal kebaikan atau ghairu mahdah, bisa saja muncul atas kehendak Allah ta'ala sampai hari akhir nanti dan kita meyakini perkara baru berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits berlaku sampai hari akhir nanti. Contoh pada zaman Rasulullah tidak dikenal istilah fiqih atau sifat 20 Allah, namun semua itu merujuk kepada Al-Qur'an dan Hadits.

    Wassalamualikum

    BalasHapus
  65. Meyakini adanya bid'ah hasanah dalam agama tentu memiliki konsekuensi, sedangkan pertanyaan saya tsb merupakan konsekuensi dari keyakinan adanya bid'ah hasanah dalam agama.

    Maka dari itu saya selalu bertanya, kalau memang sabda Rasulullah tsb diartikan“Barangsiapa membuat – buat hal baru yang baik dalam Islam dst………”, lantas siapa orang yang berhak membuat perkara baru tsb dalam agama ini?

    Begitu juga, jika memang membuat perkara baru dalam agama ini memang ada, maka apa batasan-batasan suatu perbuatan itu dikatakan bid'ah hasanah? karena hasanah menurut kita, belum tentu hasanah menurut orang lain, begitu juga hasanah menurut orang lain, belum tentu hasanah menurut Al-Quran dan Sunnah Rasulullah.

    Seperti misalnya,
    tidak kita ingkari bahwa adzan merupakan hasanah terbesar dalam Islam, salah satu syiar Islam terbesar adalah adzan, lantas jika seandainya ada orang yang adzan dulu sebelum makan, maka apakah perkara tsb bisa kita masukan ke dalam bid'ah hasanah?

    BalasHapus