Rabu, 14 April 2010

Potret Salafiyyah

Banyak pihak melalui email, milis, forum yang menanggapi tulisan saya sebelumnya

Kelemahan Salaf(i)

Mereka sebagian besar menanyakan metode pengkajian yang telah saya lakukan terhadap metode pengajaran Salaf(i)  atau paling tidak, sumber atau buku mana saja yang saya pergunakan dalam pengkajian. Untuk mengetahui beberapa sumber pustaka silahkan merujuk ke blog saya http://mutiarazuhud.wordpress.com disana ada beberapa tercantum buku-buku yang saya pergunakan.

Namun kali ini saya akan menuliskan fakta kondisi global dunia muslim, khususnya  potret kaum Salaf(i) yang merupakan hasil pengkajian saya selama ini.  Semoga bermanfaat.

Sebelumnya mari kita bersama ulangi ucapkan “Bismillaahirrahmaanirrahiim”.

Kita samakan persepsi terlebih dahulu dengan apa yang dinamakan ulama sezaman salaf dan membedakannya dengan ulama wahabi atau salaf(i).

Salaf menurut para ulama adalah sahabat, tabi’in (orang-orang yang mengikuti sahabat) dan tabi’ut tabi’in (orang-orang yang mengikuti tabi’in). Tiga generasi awal inilah yang disebut dengan salafush sholih (orang-orang terdahulu yang sholih). Merekalah tiga generasi utama dan terbaik dari umat ini, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya kemudian generasi sesudahnya lagi.” (HR. Ahmad, Ibnu Abi ‘Ashim, Bukhari dan Tirmidzi).

Sezaman dengan generasi terbaik yakni sebelum 300 Hijrah,  Ulama yang kita kenal sebagai  Empat Imam Madzhab

  • Imam Hanafi (lahir 81H, wafat 150 H)

  • Imam Malik bin Anas (lahir 83H, wafat 179 H)

  • Imam Syafi’i  (lahir 150 H, wafat 204 H)

  • Imam Ahmad bin Hambal (lahir 162H, wafat 241 H)


Ulama salaf(i) adalah ulama yang “mengaku” bersandar / bermanhaj kepada ulama salaf.

Diawali oleh Syaikh Ibnu Taimiyah (lahir 661 H, wafat 724 H) diikuti oleh Syaikh Ibnu Qoyyim Al-jauziyah dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab (1115H  – 1206H).

Kita setuju bahwa umat muslim harus bersandar pada salaf.

Namun bukan berarti kita diharuskan bersandar pada ulama salaf(i) !

Mana yang lebih dahulu kehidupannya, apakah ulama salaf(i) atau empat imam madzhab ?

Banyak saudara-saudara muslim kita dalam pengajian, jama’ah minal muslimin atau pondok pesantren bersandar pada salaf namun  bukan bersandar pada ulama salaf(i) atau dengan kata lain mereka bukan Salaf(i).

Mereka dalam pengkajian memakai rujukan Al-Qur’an dan Tafsir, Hadist-Hadist dan Syarahnya. Kitab-Kitab Fiqih empat madzhab, Kitab-Kitab Ushuluddin, Kitab-Kitab Tasawuf, Kamus-Kamus, dll

Umat Islam sekarang ini dalam belajar agama sebagian mau serba instan.

Mereka mau bersandar pada salaf atau bermanhaj salaf namun sejatinya adalah bersandar pada ulama salaf(i) atau paling tidak mereka membaca karya-karya tulis ulama salaf(i) dan sekali-kali memeriksa ayat-ayat yang dicantumkan pada karya-karya tulis ulama salaf(i) dengan Al-Qur’an dan Hadits. Selebihnya kadang-kadang mereka tidak memeriksa kembali dan percaya saja dengan ulama salaf(i).

Inilah bahayanya !

Pada saat kita berulang-ulang memeriksa pada Al-Qur’an dan Hadits bahwa apa yang dituliskan itu benar adanya dan kemudian lengah, maka selanjutnya apapun perkataan / pendapat ulama salaf(i), kita menerimanya sebagai kebenaran.

Inilah yang disebut indoktrinasi atau cuci otak ! Saya tidak mengatakan bahwa semua perkataan ulama Salaf(i) itu keliru namun saya hanya menganjurkan untuk selalu merujuk pada Al-Qur’an dan Hadits. Jangan lengah !

Ulama-ulama Salaf(i) mengatakan bahwa akal tunduk kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun sebagian pengikut ulama-ulama Salaf(i) menundukkan akal pula terhadap semua perkataan / pendapat ulamanya

Indoktrinasi dari ulama salaf(i) yang saya tidak sepahaman diantaranya adalah bahwa empat imam madzhab (dengan rendah hati) mengatakan jikalau pendapat/perkataan mereka keliru maka kembalilah pada Al-Qur’an dan Hadist.

Para ulama salaf(i) mengatakan  “Imam-Imam Madzhab melarang dan mewanti-wanti orang lain agar tidak taqlid kepada mereka dalam beragama. Dan mereka memerintahkan orang lain agar mengkonfirmasi perkataan mereka dengan nash-nash kitab Allah dan sunnah Rasululla Saw. Jika cocok, maka hendaklah dilaksanakan, dan jika tidak cocok maka hendaklah di campakkan”

Perkataan ulama-ulama salaf(i) ini benar adanya namun seolah-olah mereka mengatakan bahwa perkataan-perkataan Imam-imam Madzhab banyak yang dicampakkan dan perkataan-perkataan mereka yang dilaksanakan. Sehingga sebagian pengikut-pengikut ulama salaf(i) keliru menjadi anti-madzhab.

Dalam karya-karya tulis ulama Salaf(i) ada kemungkinan indoktrinasi, memasukkan pendapat / perkataan Syaikh-Syaikh yang sesuai “kepentingan” diantara dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits sehingga pengikut-pengikut Salaf(i) terbagi dua “kepentingan” besar yakni,

Kelompok pertama, Syaikh-syaikh yang menghasilkan pengikut Salaf(i) yang berkeras untuk berjihad, berperang melawan orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.

Kelompok kedua, Syaikh-syaikh yang menghasilkan pengikut Salaf(i) yang taat kepada penguasa muslim asalkan masih sholat walaupun bersekutu dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.

Kelompok pertama mengatakan kelompok kedua “murtad”

Kelompok kedua mengatakan kelompok pertama “sesat”

Kedua kelompok inipun dimanfaatkan oleh “mereka” yakni orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik.

Kelompok pertama dimanfaatkan “mereka” untuk alasan berperang dan kepentingan “mereka” membunuh saudara-saudara muslim kita.

Sedangkan kelompok kedua digunakan untuk menumpuk kekayaaan dengan mengeruk hasil sumber daya alam, minyak bumi dari negeri penguasa-penguasa  yang bersekutu dengan “mereka”. Selanjutnya kekayaan yang didapat digunakan untuk membiayai peperangan dengan kelompok pertama.

Sehingga secara tidak langsung kita sesama muslim saling membunuh. Naudzubillah Min Zalik.

Nyatalah peringatan Allah dalam firmanNya, yang artinya

“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik” (Al Maaidah: 82).

Untuk saudara-saudara muslim yang bersekutu dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik, ingatlah firman Allah yang artinya,

Hai orang-orang yang beriman,  janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” ,  (Ali Imran, 118)

Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (Ali Imran, 119)

Inilah potret salaf(i) sesungguhnya, keadaan dunia muslim saat ini. Semoga dengan potret ini kita dapat mengetahui kondisi global sesungguhnya dan membuat kita bersatu menegakkan ukhuwah Islamiyah sehingga kita tidak diperdaya atau dicerai-beraikan oleh orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.

Apa yang dikerjakan oleh Syaikh Ibnu Taimiyah dkk adalah apa yang disebut dengan modernisasi agama. Modernisasi agama adalah isu yang dihembuskan oleh orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik.

Menurut alm. K.H. Siradjuddin Abbas, bagi kita sesungguhnya tidak menolak seluruh modernisasi. Modernisasi dianjurkan untuk bidang-bidang keduniaan yang belum ada aturannya dari Allah dan Rasul. Namun dalam soal kegamaan, soal syariat, soal ibadah, soal i’tiqad (aqidah) maka kita menolak sekuat-kuatnya akan modernisasi. Agama adalah dari Allah dan Rasul, kita wajib menerima bagaimana adanya, sebagai yang diajarkan Rasulullah.
Nabi Rasulullah bersabda: “Dari Anas bin Malik Rda, beliau berkata, Rasulullah telah bersabda: Apabila ada sesuatu urusan duniamu maka kamu yang lebih tahu, tetapi apabila dalam urusan agamamu maka Saya yang mengaturnya”. (HR Imam Ahmad bin Hanbal).
Agama tidaklah mengikuti zaman tetapi sebaliknya zaman yang harus tunduk kepada agama.

Kalau agama dimodernisir dan disesuaikan dengan zaman maka akibatnya agama itu akan hapus dengan sendirinya, karena tuntutan zaman itu berobah-obah terus dan agama akan berobah pula sesuai dengan zaman itu.

Marilah kita menjadi muslim yang terbaik dimana dapat mencapai tingkatan sseolah-olah melihat Allah atau paling tidak mencapai tingkatan yang  meyakini  bahwa Allah melihat seluruh perbuatan kita.

Sehingga sebelum melakukan perbuatan dapat merujuk pada Al-Quran dan Hadits, karena sesungguhnya kita diciptakan Allah, semata - mata untuk  menyembah Allah.

6 komentar:

  1. sebenarnya arah tulisan diatas itu apa ya?
    Apakah tulisan diatas ini merupakan kritik thd ulama-ulama salaf ataukah kritik thd umat islam yg taklid thd mereka ataukah luapan kekecewaan penulis karena ulama-ulama salaf menolak ilmu tasawuf?

    BalasHapus
  2. Tulisan ini kritikan untuk ulama-ulama salafi atau salafiyyah bukan ulama salaf !

    BalasHapus
  3. [...] 14 April 2010 oleh mutiarazuhud Berikut ini adalah  versi ringkas dari tulisan sebelumnya,  potret salafiyyah [...]

    BalasHapus
  4. Rupanya saudara al farizi keburu emosi sebelum membaca dan menelaah dengan sungguh sungguh tulisan diatas. jaman sekarang "ulama" yg tampil diumum kebanyakan "ulama" yg menjual ayat ALLAH SWT dengan murah. lalu yg mana ulama salaf? bacalah lagi tulisan diatas dengan hati yg dingin. setahu saya ciri ulama salaf yaitu tdk akan mau menerima materi dari tamu yg minta tolong karena dia mempunyai harga diri yg sangat tinggi dan rendah hati, bisa menghidupi keluarganya dgn cara yg halal walau hidupnya sederhana. tdk memberi benda utk dikeramatkan selain doa dan nasehat. tasawuf yg murni tdk akan pernah didapat manusia selain dari anugerah dan ridho ALLAH SWT.

    BalasHapus
  5. Anda menyuruh saya untuk berpedoman pada qur'an dan hadits jangan mengekor pada ulama salafi karena bisa saja keliru.

    Tapi anda tidak sepaham dengan ulama salafi yang menyuruh umat untuk kembali berpedoman pada qur'an dan hadits kalau seandainya terdapat kesalahan para imam mahdzab.

    BalasHapus