Senin, 24 Januari 2011

Perjalanan Hidup

Dalam tulisan kami sebelumnya pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/23/jalan-yang-lurus/ ternyata ada dipahami oleh pembaca,   seolah kami menyampaikan bahwa "jalan yang lurus" adalah beragam

Mohon maaf  atas kejadian ini sehingga timbul pemahaman yang tidak sesuai dengan apa yang kami maksud. Semua itu semata-mata keterbatasan kami dalam mengungkapkan apa yang kami pahami dalam bentuk tulisan

Kami tak pernah menyampaikan atau bermaksud menyampaikan ada banyak jalan lurus.

Dalam menjalani kehidupan kita memahami agama ataupun memahami petunjukNya ada dua cara yakni,

1. Berijtihad sendiri dengan Al-Qur'an dan Hadits.
2. Mengikuti "orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat" , namun dalam mengikuti jangan secara "buta" tetaplah merujuk kepada Al-Qur'an dan Hadits.

Kami  sampaikan bahwa "orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat" itu banyak orangnya, banyak macamnya atau banyak gayanya atau banyak polanya.

Masing2 dari mereka diumpamakan membuat jalur/alur/track untuk berupaya berada pada jalan yang lurus. Berikut cuplikan tulisan kami  sebelumny
***********************
Namun “jalan yang lurus” diatasnya terdiri dari beberapa jalur/alur/track, pahamilah dari firman Allah dalam (QS Al Fatihah, [1]:7). Dalam firman tersebut Allah ta’ala menyatakan “Jalan orang-orang” , bersifat jamak atau bersifat plural (beragam). Keberagaman inilah yang disebut dengan cabang (furuiyah).

Semua hamba Allah akan berada pada “jalan yang lurus” (walaupun berbeda jalur) minimal adalah yang telah bersyahadat.
******************

Jejak pada jalur/alur/track itulah yang kita ikuti dengan berbagai kemampuan (ilmu dan amal) dan kecepatan (akhlak) yang kita bisa jalankan.

Untuk apakah kita mengikuti jejak pada jalur/alur/track yang telah dilalui "orang-orang yang telah Allah ta'ala beri ni'mat" ?

Agar masuk surgakah ?

SurgaNya bukan lah tujuan namun sebuah keniscayaan bagi “orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya”

Tujuan kita adalah untuk sampai kepadaNya

Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.” ( QS An Nisaa’ [4]:175 )

Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam“. (QS Al An’aam [6]:162 )

Selengkapnya, telah kami uraikan dalam dua tulisan
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/21/lillahi-taala/
dan
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/22/perjalanan-menuju-allah/


Apa yang kita upayakan agar sampai kepada Allah ta'ala diumpamakan melakukan "perjalanan".

Dalam agama Islam ada 3 pokok utama yakni
Tentang Islam (rukun Islam/Fiqih), Tentang Iman (rukun Iman/Ushuluddin/I’tiqad), Tentang Ihsan (akhlak/tasawuf dalam Islam)

Fiqih, Ushuluddin, I’tiqad dll yang merupakan pendalaman/pengamalan rukun Iman, dan rukun Islam adalah syariat/syarat “perjalanan”, rambu2 dan petunjuk “perjalanan”, tanpa syariat/syarat maka “perjalanan” akan tersesat.

Sedangkan Ihsan atau tasawuf adalah yang dimaksud dengan "perjalanan", "perjalanan" untuk sampai kepada Allah. Dalam tasawuf kita dapat mengenal Allah (ma'rifatullah) agar paham kemana "perjalanan" hendak dituju.

Dalam "perjalanan" akan mendapatkan suasana yang disampaikan oleh Anas Ra, Rasulullah saw berkata “….kesenanganku dijadikan dalam shalat”

Dalam "perjalanan" akan dapat memahami bahwa "syariat bukanlah beban". Silahkan baca tulisan pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/09/16/syariat-bukanlah-beban/

Dalam "perjalanan" inilah yang disampaikan oleh Imam Syafi'i rahimullah sebagai "keni'matan taqwa" atau "keni'matan perjalanan".



*********************

Nasehat/Diwan Imam Syafi'i ~ rahimullah
Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya.
Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mahu menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan takwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mahu mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik?

********************



Nasehat/Diwan Imam Syafi'i seperti inilah yang seolah-olah dilenyapkan oleh sebagian saudara-saudara kita kaum Salafi/Wahabi untuk membenarkan atau mempertahankan  apa yang mereka pahami atau pemahaman mereka.

Jadi bagi pemahaman kami, sebagian ulama-ulama kaum Salafi/Wahabi seolah-olah bukannya menegakkan kebenaran namun memperturutkan hawa nafsu yakni membenarkan pemahaman mereka. Mereka menggunakan ayat-ayat untuk berdalih bukan berdalil. Wallahu a'lam

Beda berdalih dengan berdalil

“Menggunakan” ayat untuk PEMBENARAN inilah yang disebut “BERDALIH”
Menyampaikan ayat untuk menegakkan KEBENARAN inilah yang disebut “BERDALIL”

Wahai ahli-ahli syariat (fiqih, ushuluddin, i'tiqad dll) marilah kita tinggalkan perselisihan, perdebatan, saling mengejek, saling menghujat, saling merasa paling benar dan yang lainnya sesat.

"Demi Masa" (QS Al Ashr [103]:1 ) Sebaiknya kita tidak membuang waktu sehingga melupakan tujuan hidup kita sesungguhnya.

Marilah kita taati ulama-ulama yang "keulamaannya" telah disepakati jumhur ulama, bukan mengikuti ulama yang dipertanyakan/disanggah oleh jumhur ulama.
Sebaiknya tidak bangga dengan merasa asing ditengah-tengah pemahaman yang telah disepakati jumhur ulama, karena jumhur ulama sepakat dalam kebenaran.

Marilah kita berlomba-lomba menuju kepada Allah, berlarilah kepada Allah , “Fafirruu Ilallah” berlomba-loba untuk dapat seolah melihat Allah atau melihat Allah dengan hati.

Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab, “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati dengan hakikat keimanan …”.

"Seolah-olah melihat Allah" adalah bukti bahwa telah sampai kepada Allah.
Sebagai pembuktian nyata akan syahadat yang telah kita ucapkan merupakan “sidqan min qalbihi“ (betul-betul keluar dari qalbu)
Itulah hakikat dari syahadat / "kesaksian" / "menyaksikan" / "melihat" /"syahid" bahwa "tiada tuhan selain Allah"

Semoga kita semua dapat mencapai muslim yang Ihsan, muslim yang baik, muslim yang sholeh
Assalaamu’alaina wa’alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin,
Semoga keselamatan bagi kami dan hamba-hamba Allah yang sholeh”.

Semoga dari tulisan ini dapat kita pahami hakikat dari pemahaman Salafush Sholeh yang harus kita pahami dan kita ikuti. Sekaligus menjawab mengapa mereka dipanggil dengan "Salafush sholeh" karena mereka telah mencapai muslim yang sholeh, muslim yang ihsan.

Sebagian umat muslim yang mengaku mengikuti Salafush Sholeh, sesungguhnya baru mengikuti sebagian saja yakni tentang syariat Islam namun belum mencoba memahami /mengikuti "perjalanan" yang telah dilakukan Salafush Sholeh.

"Perjalanan" memang tidak mudah disampaikan kepada khalayak ramai karena "perjalanan" itu semata-semata kehendak Allah ta'ala. Kita paham bahwa tidak semua khalayak ramai dikehendaki oleh Allah ta'ala untuk melakukan "perjalanan" atau "kembali" kepada Allah.

"Perjalanan" harus dilakukan atas bimbingan orang per orang sebagaimana contoh Rasulullah membimbing Sayyidina Ali ra secara langsung. Inilah yang dimaksud sanad ilmu, pengijazahan tharekat, atau berguru secara langsung (tatap muka) bukan dengan cara memahami dari tulisan.

Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS An Nuur [24]:35 )

…Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu (membimbingmu/memimpinmu); dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS al Baqarah, 2: 282)

Wassalam

Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

3 komentar:

  1. Jadi kalo kita gak ke surga, kita mau kemana?

    BalasHapus
  2. Tujuan hidup kita adalah untuk sampai kepada Allah ta'ala. Berkumpul dengan para Nabi, Shiddiqin, Syuhada dan Sholihin.

    Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.” ( QS An Nisaa’ [4]:175 )

    BalasHapus
  3. syukron ustads sangat mencerahkan ....salam kenal

    BalasHapus