Selasa, 23 Juni 2009

Pemikiran JK bag 3 - Birokrasi yang tidak korup

Dalam rangka "tak kenal maka tak sayang" dan sekaligus bertujuan agar tidak
terjadi salah memilih pemimpin negeri. Alih-alih mengharapkan / memaksakan untuk 1 kali putaran untuk menghemat "uang rakyat" sebesar 4 trilyun, namun sebuah kekeliruan bisa berakibat kerugian "uang rakyat" ratusan trilyun rupiah dalam 5 tahun kedepan. Menurut saya kampanye ini , benar-benar "membodohkan" rakyat. Sayangnya pemimpin membiarkan itu terus berlangsung.

Kekhawatiran sebagian masyarakat dan usaha pencitraan yang kurang baik tentang "dunia usaha" pa JK, sesungguhnya tidak beralasan.
Pa JK sejak beliau memutuskan masuk kedalam pemerintahan, beliau meninggalkan urusan bisnisnya dan sangat mengutamakan urusan pemerintahan / negara. Prinsip hidup yang dipegang beliau sangat konsisten. Satu kata satu perbuatan. Kalaupun ada kebutuhan pemerintah yang kompetensi sesuai dengan perusahaan keluarga beliau, maka itu diikuti secara fair mengikuti aturan.

Kalla Group dan Bukaka Group seluruhnya dikelola oleh keluarga beliau dan para profesional. Pesan keluarga Kalla kepada seluruh karyawan adalah, dilarang keras menggunakan "jabatan" pa JK untuk kepentingan perusahaan maupun kepentingan pribadi. Jikalau ada yang melakukan pelanggaran dapat dikeluarkan/PHK.
Dalam urusan perusahaan , harus tetap dalam bidang usaha masing-masing. Jikalau mengikuti tender kebutuhan pemerintah harus dilakukan secara fair / sesuai aturan. Pesan/aturan ini sangat berbeda dengan jaman dahulu/orde baru.

Salah satu prinsip hidup oleh pa' JK yang kerap disampaikan juga kepada bawahan beliau bahwa, "Seorang pemimpin harus meneladani kejujuran jika mengharapkan yang dipimpinnya/rakyatnya mengutamakan kejujuran."

Berikut cuplikan dari buku kumpulan pidato pa JK tanpa teks, dari buku ke 1,
"Mengurai Benang Kusut"

"Birokrasi yang tidak korup", hal 469

BIROKRASI YANG TIDAK KORUP

Pemerintahan yang efisien adalah pemerintah yang melayani, mengayomi, menyejahterakan, dan tidak korup. Tidak korup berarti tidak menyalahgunakan wewenang.

Sebuah negara memerlukan pemerintahan, tidak ada negara tanpa pemerintahan. Negara mempunyai aparat pemerintahan, di samping aparat yang lainnya. Aparat-aparat tersebut tentu mempunyai tingkatan yang berjenjang dan sektoral. Itulah yang sering kita sebut birokrasi dalam pemerintahan apa pun.

Tugas para birokrasi itu pada pokoknya adalah melayani masyarakatnya, meningkatkan kesejahteraan dan mengayomi, serta melindungi rakyatnya. Itulah tugas pamong praja. Jadi, keberhasilan sebuah birokrasi apabila hal-hal ini telah dijalankan secara baik oleh aparatnya.

Birokrasi juga berkembang seiring dengan berkembangnya sistem kenegaraan atau pemerintahan. Kita mempunyai sistem pemerintahan yang juga berubah secara dinamis sesuai dengan zamannya. Sebelum tahun 1989-1990 pemerintahan kita sangat sentralistik sehingga birokrasi kita juga bersifat sentralistik. Sekarang setelah otonomi, situasinya tentu sangat berbeda. Pada waktu sebelum otonomi, pemerintahan daerah secara sektoral umumnya diatur oleh pemerintah pusat dari Jakarta, sampai jauh sekali ke bawah, dimulai dari departemen, ke kanwil, kandep sampai kabupaten. Dengan otonomi berarti pemerintah daerah melaksanakan pemerintahan umum di semua sektor oleh daerah itu sendiri. Ini mengubah sistem birokrasi kita yang juga berdampak besar dalam sistem negara kita.

Birokrasi kita juga mempunyai peraturan-peraturan atau prosedur yang serat sanksi yang sebenarnya bagi kita jumlahnya banyak sekali. Sekiranya negara dapat mencapai kemajuan berkat peraturan, saya kira Indonesia sudah termasuk negara yang cukup memiliki peraturan. Malahan kadang-kadang kita ingin melakukan deregulasi untuk mengurangi sebagian peraturan tersebut. Jadi, dari segi itu negara kita tidak kurang dibandingkan dengan negara-negara lain. Apalagi mengingat kita mempunyai begitu banyak institusi yang mengeluarkan peraturan dan tentu juga sanksi-sanksi.

Pertanyaannya sekarang adalah apakah peraturan itu kita jalankan secara baik atau tidak. Apakah sanksi-sanksi telah dijatuhkan dengan tepat atau tidak. Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana kualitas birokrasi kita. Telah banyak upaya yang dilakukan untuk itu, melalui pendidikan, diklat, pendidikan umum ( universitas ). Meskipun demikian, ada banyak masalah juga. Samapi sekarang kita masih ingat bagaimana salah satu institusi, IPDN, yang begitu banyak masalahnya.

Selain masalah kualitas, masih ada masalah lain, yaitu gaji. Kesejahteraan saling berpengaruh dengan pelayanan. Tidak mungkin kita mengharapkan pelayanan yang sangat baik dengan deremunerasi yang sangat minim. Hal itu juga sangat kita sadari. Salah satu bagian yang kita reform tentunya adalah perbaikan kesejahteraan meskipun tentu tidak cukup.

Kita juga mempunyai pengalaman, sebuah instansi yang dinaikkan gajinya berlipat-lipat kali, tetapi layanannya tetap tidak menunjukkan perbaikan, ada juga bukti-bukti seperti itu. Jadi, memang banyak hal yang harus kita perbaiki dari dalam.

Kemudian kita juga berbicara tentang tools, alat, dan teknologi. Kita sekarang sedang ramai memperbincangkan e-government, dan sebagainya. Kita mempunyai online system yang memungkinkan untuk dapat saling mengawasi atau transparan. Semua itu berbentuk dalam suatu sistem pemerintahan yang terbuka dan demokratis, ada pengecekan dan balances. Jadi, dari segi perangkat sebenarnya ilmu kita tidak kurang dibandingkan dengan sistem pemerintahan apa pun di banyak negara. Pertanyaannya, bagaimana mengukur semua itu menjadi baik atau tidak baik.

Tiga Ukuran

Ada tiga hal yang harus kita ukur. Pertama, efektivitas dan efisiensi yang berhubungan dengan kualitas pelayanan. Apakah kualitas pelayanan itu baik? Tentu kita tahu bagaimana semua kualitas pelayanan, mulai dari lurah, camat, bupati, sampai hal-hal bersifat sektoral. Apakah aparat birokrasi melayani masyarakat dengan baik. Kedua, soal waktu. Apakah tepat waktu, seminggu, dua minggu, tiga minggu, atau lebih lama. Pelayanan aparat birokrasi kita sangat terkenal membutuhkan waktu yang cukup lama. Ketiga, biaya. Biasanya biaya ada dua macam, biaya formal dan tidak formal. Di sinilah letak sebenarnya bagaimana mengurangi korupsi di dalam birokrasi. Apa yang dikorupsi oleh birokrasi kita?

Pada dasarnya birokrasi kita bersifat tidak korup. Biasanya orang mau membayar lebih karena dua hal, yaitu wakut dan kewenangan. Seseorang yang sangat sederhana, mau membayar lebih banyak dari ketentuan yang berlaku untuk sebuah KTP karena ingin selesai secepat mungkin, bukan satu bualn kemudian. Jadi, seseorang rela membayar lebih mahal karena ingin lebih cepat selesai. Contohnya bagi seorang pengusaha, lebih baik membayar lebih banyak dari ketentuan daripada menunggu sebulan berarti kemungkinan hilangnya kesempatan dan harus membayar bunga 2%. Kemudian soal kewenangan. Saya berikan ke “a” atau “b” yang saya miliki izin kewenangannya asalkan Anda mau membayar kewenangan itu. Demikian itulah caranya orang membayar untuk membeli kewenangan atas sesuatu, dan orang mau membayar karena waktu. Itulah yang kemudian kita sebuh korupsi. Tak ada yang membuat aturan mainnya. Praktik korupsi masih banyak variasinya, tetapi saya sederhanakan menjadi dua hal tersebut, karena pada umumnya yang terjadi adalah seperti itu.

Karena itu, yang dapat memperbaikinya adalah transparansi dan aturan-aturan yang lebih jelas. Kalau telah ditentukan sesuatu harus selesai dalam satu minggu dengan harga sekian, maka lewat dari waktu itu, si aparatlah yang bersalah. Bagaimana mengontrolnya akan menjadi sulit jika sistem transparansi tidak dilakukan. Dengan mengenal sistem tender yang baik atau sistem pemilihan yang baik tentu akan sangat mengurangi hal-hal tersebut di atas.

Semua itu tentu kita pahami, tinggal sekarang masalahnya adalah bagaimana melaksanakannya secara baik dalam sistem birokrasi kita. Kita juga selalu mengatakan hal ini terjadi karena birokrasi kita terlalu besar. Kita juga pernah mengalami birokrasi dengan jenjang yang terlalu hebat – sampai-sampai Menteri PAN pada waktu itu menggunakan istilah zero growth. Kita menganggapnya jumlah aparat birokrasi terlalu besar walaupun secara perbandingan dapat juga dinilai tidak terlalu besar. Jadi, tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya.

Namun, seiring dengan perkembangan dinamika keterbukaan, dinamika era informasi yang lebih modern, tentu kita tidak membutuhkan birokrasi yang terlalu besar lagi dibandingkan dengan sebelumnya. Kalau dulu dibutuhkan mungkin lima tukang ketik, sekarang tinggal satu operator komputer. Demikian seterusnya. Kita harus mempunyai standar. Ada kabupaten yang penduduknya hanya 200-300 ribu, pegawainya puluhan ribu seperti misalnya di Kalimantan. Meskipun demikian, ada juga yang efisien. Ini memang menjadi tugas pemerintah untuk membuat ratio dan ketentuannya.

Reformasi Birokrasi

Memang kadang-kadang kita terkendala oleh peraturan-peraturan otonomi. Birokrasi sekarang ini juga agak terkendala oleh tingkat kemampuan SDM yang tersedia. Birokrasi sistem sentralistik bersifat nasional sehingga memungkinkan seseorang dapat dipindahtugaskan dari Medan ke Makassar. Berbeda dengan sekarang. Kadang-kadang kita juga menyayangkan birokrasi kita yang berputar-putar hanya dalam satu kabupaten, sulit keluar kabupaten karena peraturan-peraturan otonomi itu. Ini harus menjadi perhatian kita. Supaya orang tersebut mempunyai masa depan juga. Kalau seseorang sudah mempunyai pangkat IV / e di kabupaten, saya tidak tahu jabatan apalagi yang dapat diembannya di kabupaten tersebut. Kalau bisa sebaiknya dia keluar dari kabupaten itu.

Ini juga harus kita bicarakan dalma suatu reformasi birokrasi. Seorang aparat negara, selain menjadi birokrat sekaligus juga akrab dengan negara kita. Selain anggota TNI dan Polri, seseorang dapat menjadi pejabat yang mempunyai jangkauan visi nasional yang kuat, tidak hanya visi kabupaten yang kuat, tetapi juga visi provinsi. Hal ini diperlukan untuk membuat birokrasi yang lebih baik. Banyak langkah yang harus dilakukan untuk memperbaiki birokrasi, dimulai dari perbaikan organisasi kita laksanakan reorganisasi, regulasi, dan deregulasi.

Di samping itu, para birokrat kita harus mengikuti pelatihan demi pelatihan di dalam dan luar negeri. Para birokrat tersebut harus direkrut secara nasional lalu dikembangkan ke daerah. Intinya adalah tentu bagaimana menjalankan pemerintahan yang efisien ini. Pemerintahan yang efisien adalah pemerintah yang melayani dan tidak korup. Tidak korup berarti tidak menyalahgunakan wewenang. Wewenang tentu melekat pada tanda tangan dan karena itu kita harus membicarakan dulu deregulasi demi mengurangi tanda tangan.

Kita semau mengetahui bahwa di bea cukai pelabuhan, untuk mengeluarkan barang diperlukan 21 tanda tangan. Artinya ada 21 tempat kemungkinan menyetor sesuatu. Kemudian dikurangi menjadi tujuh agar kewenangan berkurang. Kewenangan berkurang berarti korupsi berkurang karena tidak ada korupsi tanpa kewenangan, kewenangan apa saja.

Birokrasi yang korup tentu mengambil uang negara, tetapi birokrat yang tidak berani berbuat sesuatu karena ketakutan tidak menghasilkan sesuatu, juga tidak melayani karena itu mempunyai efek yang sama. Tujuan kita adalah birokrat yang berani mengambil tindakan yang benar karena bertindak benar itu tidak korup.

Birokrat yang hanya takut terus-menerus juga menghambat kemajuan negara. Pengalaman kita baru-baru ini adalah waktu kita ingin meningkatkan produksi beras supaya mengimpor beras 1 juta ton. Segala macam tanda tangan agar bupati, pembeli benih dengan harga sekian langsung saja. Lebih dari 50 bupati tidak berani dan akhirnya kita tidak mencapai peningkatan produksi beras 1 juta ton itu. Terlambat tidak melanggar hukum, tetapi karena tidak bertindak maka tidak mencapai kemakmuran juga.

Bagaimana mengombinasikan kedua hal itulah yang menjadi tugas kita semua dan salah satunya adalah reformasi birokrasi. Artinya, mendayagunakan birokrasi kita sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Saya selalu mengatakan kepada aparat negara, menteri sampai bupati, “Tunjukkan kepada saya seseorang yang dipanggil KPK atau polisi atau jaksa yang menjalankan peraturan sesuai prosedur, tunjukkan kepada saya pejabat yang membeli barang dengan tender yang diumumkan di koran, tetapi ditangkap, tidak ada.” Birokrasi adalah sistem yang menjalankan peraturan-peraturan dengan baik dan efisien, cepat, dengan biaya seperti yang tercantum dalam peraturan. Birokrasi, negara, dan ekonomi adalah lingkaran yang tidak berujung.

Sementara itu, birokrasi yang efektif adalah birokrat yang baik dan mempunyai gaji dan reputasi yang baik. Untuk itu diperlukan ekonomi yang baik. Sebaliknya, ekonomi yang baik membutuhkan kerja birokrasi yang baik pula. Kita semua—saya fikir—setuju dengan rumusan sederhana tersebut.

ACARA PEMBUKAAN SEMINAR NASIONAL


“PENCEGAHAN KORUPSI MELALUI REFORMASI


BIROKRASI”


HOTEL FOUR SEASONS


JAKARTA, 1 NOVEMBER 2007

2 komentar: