Rabu, 04 November 2009

Penegakan Hukum dan Century

Penegakan hukum dan Century

Keberhasilan polri menumpas orang-orang yang dilabeli "teroris" dengan "membunuh" mereka tanpa berikan kesempatan lagi memberikan pernyataan atau pembelaan diri dengan alasan tingkat bahaya yang tinggi, seketika sirna dengan ketidakpercayaan rakyat terhadap polri setelah mendengarkan rekaman yang diperdengarkan pada sidang MK.

Ketidakpercayaan rakyat akan penegakan hukum pada lembaga yang ada seperti kepolisian dan kejaksaan, sangat membahayakan, terlebih saat ini ada kasus Century, penyedot uang negara 6.7 Trilyun, kasus terbesar sejak era reformasi !

Pada saat keputusan bailout diambil, wapres saat itu, Jusuf Kalla dengan tegas menolak dan menyatakan bahwa masalah Century bukan masalah karena krisis tapi itu perampokan, kriminal.   Namun akhirnya pihak lain yang memutuskan dengan alasan bahwa bailout Century harus dilakukan untuk mencegah dampak yang lebih buruk ketimbang menutup bank itu. Selain karena bank itu bersifat sistemik, kasus bank Century juga terjadi pada saat puncak krisis keuangan global yang dampaknya sangat besar jika bank itu tidak diselamatkan pemerintah.

Kasus bailout bank Century ini menjadi persoalan besar karena pemerintah dalam hal ini LPS hanya meminta ijin kepada DPR untuk menalangi sebesar Rp 1,3 triliun sementara total yang dikeluarkan LPS menjadi sebesar Rp6,72 triliun.

Bailout bank Century kemungkinan dapat "menenangkan" nasabah bank Century, namun tidak akan mengatasi masalah yang dihadapi nasabah reksadana PT Antaboga Deltasekuritas. Nasabah reksadana "tertipu" seakan produk reksadana tsb merupakan produk perbankan. Penawaran transaksi penjualan pembelian produk tersebut (Reksa Century) hanya dilakukan melalui kantor cabang/cabang pembantu Bank Century dan dilakukan oleh karyawan/marketing bank tersebut tentunya atas sepengetahuan dan izin manajemen. Pengalihan dari simpanan deposito ke reksa dana atas dasar jaminan keamanan dari Bank Century (karena dijelaskan bahwa PT Antaboga adalah satu holding company dengan Bank Century). Atas dasar kepercayaan tersebut para nasabah sebagai orang awam dalam perbankan bersedia beralih ke produk reksa dana tersebut. Persoalan reksadana tidak termasuk wilayah pengawasan oleh Bank Indonesia, karena produk itu termasuk produk non bank yang menjadi wewenang penanganan dan pengawasan Bapepam-LK Depkeu. Tidak terawasinya penerbitan reksa dana Antaboga yang mengakibatkan kesulitan dana di Bank Century  karena tidak menyatunya sistem pengawasan keuangan secara nasional sehingga produk non bank yang menyangkut praktek operasi perbankan tidak terawasi dengan baik. Kasus Century karena tidak adanya arsitektur keuangan nasional. Belum ada produk yang terkait produk bank dan non bank yang mengurusinya. Hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah untuk perlindungan masyarakat terhadap produk non bank.  Seharusnya setiap ada kejadian kerugian finansial pada masyarakat yang jumlahnya relatif besar atau masal maka ada pejabat pemerintah  dibidang pengawasan yang bertanggung jawab dan kalau diperlukan mendapatkan hukuman. Sehingga pengawasan selanjutnya diharapkan lebih efektif karena efek jera.

Audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk penyelamatan Bank Century (Bank Mutiara saat ini) oleh pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kemungkinan tidak akan menyentuh sampai ke aliran dana. In vestigasi aliran dana merupakan "wewenang" PPATK (Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan), sedangkan Undang-Undang PPATK pasal 26 huruf G menyatakan bahwa isi transkrip hanya bisa diserahkan kepada Kepolisian dan Kejaksaan. Dimana kedua lembaga ini yang kini diragukan penegakan hukumnya oleh rakyat.

Secara logika bahwa kecil kemungkinan keberhasilan pengungkapan kasus Century yang merupakan kebijakan pemerintah dilakukan oleh lembaga penegak hukum pemerintah.

Salah satu lembaga penegakan hukum yang independen dan saat ini dipercayai oleh rakyat adalah KPK yang sebenarnya sudah memulai penyelidikan pada bulan Juli 2009. Namun entah mengapa tiba-tiba KPK "disibukkan"  oleh lembaga penegak hukum seperti kepolisian.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bidang Pencegahan, Mochamad Jasin, menyatakan lembaganya sudah memegang indikasi jumlah kerugian negara dalam kasus Bank Century. Namun, komisi antikorupsi mengaku tak memiliki hak untuk mengumumkan berapa jumlah kerugian negara tersebut. Akibatnya, mereka belum bisa menyimpulkan sampai sejauh mana penyimpangan yang terjadi dalam kasus bank Century.

"Karena itu, kami belum bisa mendeteksi lebih jauh," kata Jasin di kantornya kemarin.

Kasus Century meruyak ke permukaan setelah dana talangan untuk bank tersebut meroket menjadi Rp 6, 7 triliun. Padahal, sebelumnya, Lembaga Penjamin Simpanan mengaku hanya bakal menyuntikkan dana Rp 1,3 triliun. Berkaitan dengan kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi telah meminta Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit investigatif Sebelumnya, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution mengakui lembaganya sudah menerima permintaan audit investigatif tersebut pada Juli lalu.

"Ada permintaan KPK, karena masalah ini telah menjadi masalah publik," kata Anwar, akhir pekan lalu Bila hasilnya sudah ada, Jasin menambahkan, lembaganya akan menindaklanjuti secara profesional hasil audit investigatif Badan Pemeriksa tersebut. "Kami masih menunggu. Apa pun hasilnya akan kita tindaklanjuti secara konsisten dan profesional," kata Jasin.

Menurut dia, KPK meminta Badan Pemeriksa melakukan general audit, mulai kebijakan operasional sampai aspek pengelolaan manajemen keuangan di Century. Jadi, audit tersebut tidak terbatas hanya pada nama-nama nasabah yang pernah terlibat dalam kisruh di Century ini. "Indikasi awal permintaan audit Bank Century berawal dari laporan masyarakat yang menduga ada penyimpangan," kata Jasin.


Sumber: http://www.kpk.go.id/modules/news/print.php?storyid=3318

Namun saat ini, sangat disayangkan bahwa presiden pun turut mengkhawatirkan kewenangan KPK dalam proses investigasi dimana diperlukan proses penyadapan sebagaimana pernyataan beliau pada 30 Oktober 2009

"Saya meminta Kapolri untuk mengusut secara tuntas rekaman itu. Seperti apa rekamannya, siapa yang bercakap-cakap dalam transkrip itu, apa rekaman itu mengarah pada persoalan Bibit dan Chandra. Buka, jelaskan, usut secara tuntas. Saya dirugikan. Sangat dirugikan," tegas SBY kepada para wartawan, Jumat (30/10) di Kantor Kepresidenan, Jakarta.

SBY menambahkan, setelah polisi mengetahui siapa yang bercakap-cakap dalam rekaman tersebut, mereka harus menyelidiki pihak yang menyadap percakapan tersebut. "Lihat, apakah itu sesuai dengan undang-undang. Bayangkan kalau di negeri ini semua orang yang punya uang membeli penyadap, dan menyadap semaunya. Maka akan ada lautan penyadapan. Ini melanggar hukum dan undang-undang. Kita harus tertibkan semuanya," ujarnya.

Sumber:  http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/10/30/18074596/sby.saya.sangat.dirugikan

Presiden reaktif pada siapa yang menyadap  bukan pada isi rekaman.

Semoga ini sekedar sikap reaktif presiden semata, dimana beliau sering meperlihatkan sikap reaktif sebagai contoh adalah pada saat masa kampanye dahulu sehingga terlihat seperti "berbalas pantun".

Penegakan hukum bukan saja menjadi tanggung jawab lembaga penegak hukum semata namun menjadi tanggung jawab Presiden pula sebagai pemimpin negeri.  Lembaga penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan pada hakekatnya adalah para pembantu presiden untuk mewujudkan kepemimpinan negeri yang adil.  Sebagai mana yang dicontohkan "the real president", Jusuf Kalla dalam hal penegakan hukum dengan memerintahkan Polri untuk segera menangkap pihak terkait dengan kasus bank Century dalam tempo 2 jam.

Presiden dapat memanggil kepolisian dan menanyakan bukti-bukti apa yang dimiliki kemudian berikan tenggat waktu agar kasus tidak menjadi berlarut-larut, dan dakwaan berubah-ubah yang justru menggangu kredibilitas kepolisian itu sendiri.

Jusuf Kalla,  justru dapat mencontohkan penegakan hukum yang baik ketika Presiden berada di luar negeri.

Akhir September lalu,  Jusuf Kalla memanggil Kapolri ketika presiden ada di luar ngeri. Waktu itu, Jusuf Kalla bicara ke Kapolri, bukti apa yang Polri punya. Kalau tak punya bukti yang cukup, SP3-kan perkara ini. Dan Kapolri dikasih waktu seminggu, dan kalau punya bukti hukum, langsung ke proses pengadilan.

sumber: http://www.tribunbatam.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=36914&Itemid=1122

Sayangnya pa' JK tidak lagi memiliki wewenang untuk menindak lanjuti  karena Presiden telah kembali dari luar negeri.

Sekarang,  apa fakta yang dimiliki kepolisian dalam sangkaan kepada pimpinan KPK non aktif.  Salah satunya adalah penyalahgunaan wewenang pencabutan cekal terhadap Joko Tjandra  pada kasus Artalyta Suryani.

Jawaban KPK adalah,  "Keterlibatan yayasan ini dengan Joko Tjandra pertama kali diungkapkan pengacara Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, Achmad Rifai. Menurutnya, KPK menemukan bukti bahwa uang  yang mengalir ke Artalyta Suryani bukan berasal dari Joko Tjandra. Padahal KPK sudah mencekal Joko Tjandra. Alasannya, mantan bos PT Era Giat Prima itu diduga mengalirkan uang ke Artalyta. Ternyata setelah diselidiki uang itu tidak mengalir ke Artalyta. Itu sebabnya pencekalan dicabut. "Pencabutan pencekalan sudah sesuai prosedur. Joker (Joko Tjandra-red) dipanggil ke KPK dua kali untuk dimintai keterangan, apakah benar telah memberikan uang kepada Arthalita Suryani untuk diberikan kepada Urip. Pemanggilan dilakukan pada 16 dan 23 April 2008, tapi Djoker tidak datang. Artinya sudah terjadi proses yang dilakukan KPK sebelum dilakukan pencekalan terhadap pihak yang berperkara, dalam hal ini Joker. Tujuan pemanggilan ini sendiri untuk mengklarifikasi apakah uang Arthalita Suryani itu dari Joker atau tidak. Tetapi dia tidak datang hingga keputusan cekal turun. Dalam persidangan, ternyata diperoleh bukti uang Joker tidak mengalir ke Arthalita. Itu terungkap dalam BAP atas nama Enang dan Viadi Sutoyo yang menjabat sebagai Dirut PT Mulia (anak PT Era Giat Prima). Joker memberikan uang senilai satu juta US dolar kepada Dirut PT Mulia Viadi Sutoyo dan Enang (kurir), untuk kemudian di serahkan lagi ke pihak lain, yakni Djoko Suyanto dari Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian," papar Achmad Rifai.

sumber: http://www.harian-global.com/index.php?option=com_content&view=article&id=19768:cicak-vs-buaya-dua-mantan-jenderal-terseret&catid=29:nasional&Itemid=54

Ketidaksengajaan fakta aliran dana dari Joko Tjandra kepada Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian (YKDK), justru menimbulkan keingintahuan masyarakat terhadap YKDK.

Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian (YKDK) yang disebut-sebut dalam BAP itu merupakan lembaga non profit yang bertujuan memberikan bantuan sosial kepada seniman dan olahragawan berjasa dan berprestasi yang kehidupannya kurang layak. YKDK juga memberi bantuan kepada kaum du’afa dan korban musibah bencana alam.

Seperti dikutip dari situs resminya www.ykdk.or.id, tercatat di jajaran Dewan Pembina, sejumlah tokoh penting. Terdapat nama Djoko Suyanto (mantan Panglima TNI), Purnomo Yusgiantoro (Menteri ESDM), Sutanto (mantan Kapolri) dan MS Hidayat (Ketua Kadin).

Sedangkan di jajaran pengurus eksekutif, YKDK dinahkodai oleh Arwin Rasyid (Presiden Direktur CIMB Bank Niaga). Bendahara Yayasan dipegang oleh adik kandung bekas juru bicara Deplu Marty Natalegawa, Dessi Natalegawa. Dessi juga merupakan mantan penasehat keuangan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Sumber: http://www.inilah.com/berita/politik/2009/10/02/162382/ada-apa-joko-candra-dan-djoko-suyanto/

YKDK sangat dekat dengan lingkungan Presiden, sebagaimana petikan sambutan presiden RI dalam acara malam kesetiakawan dan kepedulian di grand ballroom garden, hotel dharmawangsa, jakarta, 29 Februari 2008

Saudara-saudara,
Apa yang kita selenggarakan malam ini, apa yang para pengusaha nasional dan dermawan lakukan untuk membantu mereka itu, inilah sesungguhnya nafas dari kesetiakawanan dan kepedulian yang menjadi tema dari malam amal malam hari ini. Dan diabadikan pula dalam yayasan yang alhamdulillah, telah dibentuk, yaitu Yayasan Kesetiakawanan dan Kepedulian yang akan segera mengemban tugasnya.


Sumber:  http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1589&Itemid=26

Bagi saya pemasalahan sumbangan yayasan tidaklah menjadi permasalahan. Terlebih lagi tujuan pendirian yayasan ini adalah mulia sehingga tidak perlu ada "kekhawatiran" jika KPK atau  rakyat mempertanyakan. Walaupun saya pribadi, merasa riskan jumlah donasi dari pengusaha seperti yang dicontohkan Tjoko Chandra sebesar USD 1 Juta. Mudah-mudahan pemberian tersebut adalah murni dengan rasa ikhlas tanpa "harapan" apapun  terlebih lagi beberapa anggota dewan pembina YKDK, saat ini banyak tergabung dalam kementerian KIB II.

Fakta / sangkaan  apalagi yang dapat dipergunakan oleh kepolisian untuk menghukum Bibit dan Chandra ?

Namun tampaknya kepolisian tetap melanjutkan perkara walaupun rakyat telah "mendengar" jelas isi rekaman yang pihak kepolisian masih meragukan keabsahannya. Alasan polisi untuk melanjutkan perkara adalah taat dan mengikuti prosedur hukum. Terlihat jelas bahwa kepolisian hanya sampai menjalankan hukum, bukannya menegakan hukum.

Begitu juga dengan pelepasan Anggodo oleh pihak kepolisian dengan alasan belum ada bukti untuk melakukan penahanan. Hal yang sangat menyakiti rakyat. Secara logika sederhana, bukankah Anggodo Widjojo, meminta maaf kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena telah menyebut namanya dalam beberapa percakapannya dengan sejumlah orang melalui pesawat telepon.

"Permohonan maaf saya kepada Bapak Presiden. Saya tidak bermaksud mencatut nama Presiden," kata Anggodo Widjojo, Selasa (3/11) di Jakarta.

Sumber :  http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/11/03/21400953/anggodo.minta.maaf.atas.pencatutan.nama.presiden

Apakah Presiden SBY cukup menerima dengan permintaan maaf tsb dan tidak melanjutkan tuntutan hukum  sebagaimana yang kita ketahui sebelumnya bahwa,

Presiden SBY sangat tidak nyaman dengan pencatutan namanya dalam kasus rekaman dugaan kriminalisasipimpinan KPK. SBY akan memberikan tindakan hukum karena pencatutan itu adalah bentuk serius dari pencemaran nama baik kepala negara dan pemerintahan.

"Tentu saja akan ada tindakan hukum. Sebab pencemaran nama baik Presiden adalah suatu hal yang serius," kata juru bicara kepresidenan Dino Patti Djalal kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta, Selasa (3/11/1009).

Sumber: http://www.detiknews.com/read/2009/11/03/120314/1233980/10/sby-akan-gunakan-jalur-hukum-soal-pencatutan-namanya

Kesimpulan adalah bahwa kepolisian dan kejaksaan bahkan presiden sekalipun beberapa kali berkata ikuti prosedur hukum, menunjukan bahwa mereka dan pemimpin hanya sekedar menjalankan hukum, belum lagi menegakan hukum.  Bagaikan manusia hanya menjalankan/melakukan sholat, belum lagi mendirikan sholat.

salam

1 komentar: